webnovel

Terlambat

Afra dan Arsenio belari menuju rumah Aileen, setelah mendapat dan membaca surat dari Aileen.

Mereka langsung meninggalkan kelas dan sekolahnya, berharap untuk bisa bertemu dengan Aileen sebelum kepergian Aileen.

"Leen .... Leen buka Leen, kita bisa bicara terlebih dahulu, Aileen"

Afra menggedor pintu rumah Aileen, terus dan terus tapi tidak ada juga respon dari dalam sana.

"Aileen"

Teriak Afra, Arsenio tampak melihat sekitar.

Tidak ada siapa pun, mungkin saja kalau Aileen dan keluarganya memang sudah meningalkan Kota ini.

"Aileen buka, kita masih harus bicara, kamu tidak bisa pergi begitu saja"

"Aileen mungkin sudah pergi, Ra"

"Enggak, Aileen gak boleh pergi sebelum bicara sama kita .... Aileen"

Teriak Afra lagi seraya menggedor pintu itu lagi, Afra berusaha membuka pintu itu.

Tapi tidak bisa .... pintunya terkunci dan Afra tidak bisa membukanya untuk masuk ke dalam rumah.

"Aileen"

"Sudah Ra, Aileen dan keluarganya tidak lagi ada sekarang, mereka sudah pergi"

Afra menggeleng dan terduduk bersandar ke pintu, Afra tidak bisa terima kepergian Aileen sekarang.

Kenapa bisa Aileen melakukan semua ini, mereka masih bisa bicara baik-baik untuk perpisahan mereka.

Bukankah mereka sahabat, kenapa Aileen bersikap seperti itu.

"Gak usah nangis, gak akan bisa buat Aileen kembali juga, Ra"

Afra menunduk pada kakinya, Afra tidak mau berpisah dengan sahabatnya sekarang, apa lagi harus dengan cara seperti ini.

"Pulang yuk, ayo jangan disini"

Arsenio berusaha membangunkan Afra, tapi Afra menolak dan menahan dirinya untuk tidak bangun.

"Ra .... ayo bangun yuk, kita pulang"

Afra menggeleng tanpa menjawab atau pun sebatas melirik Arsenio, Afra ingin Aileen kembali .... harusnya Afra yang pergi bukan malah Aileen.

Yang berniat meninggalkan itu Afra, kenapa jistru Afra yang ditinggalkan.

"Ra, ayo pulang, kita berdoa saja semoga Aileen tetap baik disana dan semoga kita bisa bersama lagi suatu hari nanti"

Afra tak menjawab, Afra hanya ingin perpisahan yang baik untuk mereka bertiga.

Bukan perpisahan yang seperti ini, perpisahan yang justru terjadi karena kemarahan Aileen.

Perpisahan tanpa pamit dan tanpa pertemuan yang baik, Afra tidak bisa menerima perpisahan seperti ini.

"Ayo pulang, jangan disini, kamu ya udah nangis tapi di rumah ya, ayo"

"Aileen harus balik"

"Tidak bisa, dia dimana sekarang juga kita tidak tahu"

"Kenapa Aileen tidak mengatakan dia akan pindah kemana ?"

"Ya namanya juga orang marah, udahlah Ra, jangan kaya gini, percuma juga"

Afra menoleh dan terdiam menatap Arsenio, kenapa bisa sesantai itu menanggapi kepergian Aileen.

Bukankah Aileen juga sahabatnya sendiri, kenapa justru terlihat tidak peduli lagi dengannya, bahkan setelah perpisahan seperti ini.

"ayo pulang, jangan berfikir yang tidak pasti lagi"

Afra bangkit dan berjalan lebih dulu meninggalkan Arsenio, menyebalkan sekali lelaki itu, kenapa begitu menganggap remeh perpisahan yang terjadi.

"Afra"

Arsenio berdecak, lalu untuk apa sejak tadi menunggu Afra agar bisa mengantarnya pulang.

Arsenio lantas berlari menyusuk Afra, mereka berdua tidak boleh sampai ribut sekarang.

"Ra .... Rara, Ra tunggu ....Afra"

Arsenio berkali-kali mencoba meraih tangan Afra, tapi selalu saja ditepis Afra sampai akhirnya Arsenio menghalangi langkah Afra ketika hendak membuka pintu.

"Apa lagi"

"Kamu mau masuk dalam keadaan seperti ini, menemui orang tua kamu .... iya"

"Ya terus kenapa, masalah buat kamu apa, kamu aja gak masalah kan sama kepergian Aileen, lalu untuk apa menahan ku"

Arsenio berpaling sesaat, kenapa Afra harus berkata seperti itu padanya.

Tidak mungkin kalau Afra lupa dengan semuanya, bukankah Afra yang lebih dulu keberatan menerima semuanya.

"Udah sana pulang ah"

Afra mendorong Aresnio agar menyingkir dari pintu rumahnya, Afra lantas membukanya dan berlalu masuk begitu saja.

"Menjengkalkan sekali"

Ucap Afra yang kemudian berlari memasuki kamarnya, Arsenio menendangkan kakinya tanpa tumpuan.

Kenapa keadaan jadi seperti ini, dua wanita itu sangat membuatnya pusing.

Arsenio juga akhirnya pulang ke rumahnya sendiri, membiarkan Afra dengan kekesalan dan kesedihannya saat ini.

Arsenio tidak ingin membuat keadaan semakin runyam saja, Arsenio akan membiarkan Afra agar bisa sedikit lebih tenang, sebelum nanti Arsenio akan mengajaknya berbicara lagi.

"Nio"

Arsenio menoleh dan tersenyum melihat Sofia disana, Sofia adalah ibu Arsenio.

Wanita cantik yang memang baik hati, Sofia selalu memanjakan Arsenio, meski pun anaknya itu lelaki dan sudah duduk di bangku SMA, tapi bagi Sofia sendiri Arsenio tetaplah balita yang masih sangat membutuhkan kasih sayang sepenuhnya.

Perhatian yang memang harus seutuhnya untuk Arsenio, hal itu sering kali membuat Arsenio malu.

Sofia yang selalu menganggapnya anak kecil, sedikit membuat Arsenio risih, tapi tidak apa, Arsenio juga menyukainya.

Kasih sayang Sofia memang begitu dirasakannya sekarang, dan Arsenio hanya harus bersyukur untuk itu.

"Tumben langsung pulang, gak mampir dulu ke rumah tetangga ?"

"Aileen sudah tidak ada mah, Afra juga sepertinya marah sama Nio"

"Marah .... marah kenapa, Nio kalian tidak boleh seperti itu"

"Ya mana Nio tahu, Afra tiba-tiba seperti itu"

Sofia terdiam, lalu bagaimana dengan gadis itu sekarang kalau ternyata mereka berdua ribut.

"Mamah gak usah omelin Nio, kenapa sih ?"

"Ya enggak, mamah gak mau aja dengar kamu ribut sama Afra"

"Ya kenapa, itu kan bukan kemauan Nio, dia sendiri yang marah-marah"

Sofia menggeleng, kenapa Arsenio tidak bisa menenangkan Afra saja.

Kenapa malah meninggalkannya pergi seperti itu.

"Kenapa ?"

"Gak ada, ya udah sana kamu masuk kamar, ganti baju terus makan ya, mamah udah siapkan di meja makan"

Arsenio mengangguk dan mencium tangan Sofia, Arsenio terlambat melakukannya saat pertama datang tadi.

"Asalamualaikum"

Sofia sedikit tertawa dan menjawab salamnya, Arsenio lantas berlalu dan memasuki kamarnya sesuai dengan perintah Sofia.

Sofia juga langsung pergi meninggalkan rumahnya, untuk menemui Afra di rumahnya, bukankah dua keluarga itu harus selalu menjaga hubungan baiknya.

Sofia tidak akan membiarkan apa pun bisa mengganggu mereka, hubungan baik itu harus selalu terjaga dengan cara apa pun.

"Permisi"

Ucap Sofia seraya mengetuk pintu rumah Afra, rumah mereka yang memang bersebelahan sangat memudahkan Sofia cepat sampai kesana.

"Permisi, Rara"

Panggil Sofia, karena tahu jam segini kedua orang tua Afra jarang ada di rumah.

Jadi Sofia langsung memanggil Afra saja.

"Afra, buka sayang, ibu boleh masuk"

Sofia harus diam menunggu sampai akhirnya pintu terbuka, Afra yang melihat sosok Sofia langsung memeluknya erat.

"Rara kesal sekali dengan Nio, dia seperti tidak sedih dengan kepergian Aileen, Nio malah ngomel-ngomel lagi ke Rara"

Sofia tersenyum, kenapa gadis ini manja sekali.

Sofia sudah biasa mendengar pengaduan seperti itu dari Afra, dan memang sudah menjadi ciri khas dalam kebersamaan mereka.