webnovel

Akan Berjuang

"Mau aku antar ?"

"Gak usah, kan katanya kamu mau istirahat sekarang"

"Iya, tapi kan kalau cuma antar kamu gak akan lama, aku bisa istirahat setelah antar kamu nanti"

"Gak usah aku pergi sendiri saja, salam buat ibu ya"

Arsenio mengangguk dan membiarkan Afra pergi dari hadapannya, Arsenio memang mengatakan tidak akan bekerja hari ini dan akan istirahat saja di rumah.

Tapi sepertinya Arsenio tidak ingin jika hanya diam di rumah, itu pasti akan sangat membosankan dan lagi pula Afra juga kerja seharian, Afra tidak akan tahu jika Arsenio sebenarnya tidak ada di rumah sesuai dengan yang dikatakannya tadi.

Arsenio mengangguk dan mengeluarkan ponselnya, sedikit saja celah pasti akan Arsenio manfaatkan untuk bisa menemui Aileen saja.

Arsenio menempelkan ponselnya ke telinga, entah apa yang sedang Aileen fikirkan karena tanpa harus menunggu lama teleponnya langsung dijawab.

Arsenio tidak bisa menutupi kegirangannya saat ini, Aileen benar-benar menerima sambungannya dengan mudah, dan suara pertama yang di dengarnya pun sangatlah manis.

Tidak ada nada kekesalan sama sekali, padahal terakhir bertemu Aileen masih saja jengkel terhadapanya, masa bodoh yang jelas sekarang semua telah berubah jadi Arsenio tidak perlu lagi merasa canggung.

"Leen, aku mau ajak kamu ketemu sekarang, apa kamu bisa, ada yang mau aku bicarakan"

Arsenio terdiam mendengarkan jawaban Aileen, memang terdengar malas tapi Aileen juga menyetujui ajakannya itu, tentu saja itu menambah kebahagiaan Arsenio.

Aileen sepertinya mulai sadar jika perjuangan Arsenio untuk mendapatkan maafnya bukanlah main-main, dan sekarang Aileen akan mau menerima maafnya bahkan mau berteman lagi dengannya.

"Kalau gitu aku tunggu kamu di tempatnya langsung ya, terimakasih"

Arsenio menutup sambungannya, tentu saja sekarang Arsenio akan siap-siap untuk menemui Aileen.

----

Sampai di rumah, Marsya tampak gelisah sendiri, Marsya tidak bisa berfikir dengan benar sekarang.

Apa yang dikatakannya tadi adalah benar, Marsya memang harus mengatakan semuanya pada Aileen, dengan begitu Marsya tidak perlu lagi berpura-pura di hadapannya saat akan mendekati Rasya.

Sekarang semuanya telah terbuka dengan jelas, Aileen dan Rasya telah mendengar pengakuannya bersamaan, dan bagi Rasya itu adalah ungkapan kesekian yang didengarnya.

Marsya menggigit telunjuknya, tapi kenapa Marsya justru merasa gelisah sekarang bukankah seharus Marsya merasa lega karena telah bisa mengatakan semuanya.

Tak ada lagi yang harus ditutupinya mulai saat ini, Marsya bisa melakukan apa pun tanpa harus repot menghargai yang lain, lagi pula Aileen sudah mengatakan dengan jelas jika Aileen tidak pernah menyukai Rasya apa lagi menginginkannya.

Rasya harus sadar itu dan mau menerimanya, Rasya harusnya bisa menerima Marsya karena sudah sangat jelas jika Aileen telah menolaknya, sehingga tidak ada lagi alasan Rasya untuk tetap menghargai Aileen.

"Aku harus bisa luluhkan Rasya, apa pun caranya karena sekarang semua telah terbuka sehingga aku bisa bergerak lebih leluasa"

Marsya teresenyum dan mengangguk, baguslah sekarang memang waktunya untuk Marsya benar-benar berjuang untuk mendapatkan cintanya.

Tidak ada yang bisa menghalangi atau menghentikan Marsya, sejak dulu Marsya selalu bisa mendapatkan apa pun yang diinginkannya, termasuk cinta.

Dan sekarang pun Marsya pasti bisa mendapatkan Rasya, hanya menunggu waktunya saja hingga perasaan Rasya bisa terarah padanya.

Marsya menyimpan tasnya dan merebahkan tubuhnya di sofa, memang belum sampai di kapar tapi saat ini Marsya ada di ruang tengah rumahnya.

Tidak ada siapa pun disana, jadi biarkan saja Marsya bersantai disana terlebih dahulu, karena untuk menaiki tangga rumahnya terasa sangat malas.

"Non, mau minum ?"

Marsya menoleh dan mengangguk, tentu saja itu tawaran yang bagus karena sekarang Marsya sedang haus.

"Jus ?"

"Boleh, sama kue yang ada di kulkas ya bi, rasanya aku masih punya kue disana"

"Baik non"

Marsya tersenyum dan membiarkan mbak rumahnya itu pergi, dan sekarangn Marsya hanya harus bersantai saja menikamti waktu kosongnya.

Marsya tidak ada kegiatan di luar rumah, sehingga bebab untik Marsya melakukan apa pun disana.

Marsya mengeluarkan ponselnya dan berkutat disana, siapa yang harus dihubunginya terlebih dahulu, Aileen atau Rasya atau mungkin juga sahabatnya yang lain.

Sepertinya mereka memang harus tahu tentang masalah yang sedang terjadi saat ini, biarkan saja kalau pun mereka akan turut memarahinya yang jelas Marsya akan mengatakan semuanya pada mereka.

"Lebih baik aku kabari Putri saja, mungkin dia bisa lebih mengerti lagi dengan semuanya, bukankah Putri yang paling pengertian diantara sahabat ku yang lain"

Marsya mengangguk dan langsung menghubungi Putri, wanita itu pasti sedang bekerja tapi biarkan saja Marsya akan mengjakanya ketemu setelah pulang kerja nanti.

"Hallo Putri"

Marsya mengangkat kedua alisnya, apa-apaan wanita itu belum juga apa-apa sudah menutup lagi teleponnya, sesibuk apakah sampai tidak sempat berbicara satu menit saja.

"Apaan sih, belum juga ngomong udah ditutup lagi teleponnya, Putri menyebalkan memang"

Marsya terdiam beberapa saat, apa mungkin jika Marsya menghubungi Nadya saja atau mungkin Indri, sedikit banyak mereka pasti bisa mengerti.

"Tapi rasanya akan repot juga untuk bicara sama mereka, pasti akan banyak pertanyaan yang dilontarkannya nanti, dan begitu juga dengan kemarahannya"

Marsya menggeleng, berarti memang tidak perlu untuk melakukannya, biarkan saja Marsya akan tetap mengatakan semua itu pada Putri terlebih dahulu.

Biarkan nanti Putri membantunya menjelaskan pada yang lain, dan kalau pun mereka tidak bisa memaafkan Marsya itu tidak akan jadi masalah.

Biarkan Marsya berjalan sendirian saja, selagi Marsya masih ingin memperjuangkan cintanya, Marsya akan tetap melangkah walau apa pun yang terjadi.

"Silahakan non"

Marsya menoleh dan langsung duduk, tentu saja yang dihidangkan disana adalah yang dimintanya, kue yang dimaksudnya juga masih ada sepertinya memang hanya Marsya yang suka dengan kue itu.

"Ada lagi yang dimau ?"

"Gak ada, ini saja dulu, makasih ya bi"

"Sama-sama, permisi"

"Mamah kapan pulang bi ?"

"Mungkin saja sore"

"Ya udah, makasih"

Marsya meneguk minumannya saat mbak rumahnya telah tidak lagi di hadapannya, segar sekali rasanya jus yang disiapkan itu memang sangat sempurna untuknya.

Marsya menyimpan gelasnya dan meraih kuenya, enak sekali rasanya kue itu adalah kue kesukannya dan harus selalu ada disetiap harinya.

Marsya akan merasa kesal jika sehari saja kue itu tidak ada di rumahnya, dan Marsya tidak bisa menerima kue apa pun juga untuk menggantikan kuenya itu.

Marsya begitu lahap menikmati hidangannya saat ini, kegelisahannya terasa menghilang saat ini dan Marsya bisa kembali merasa tenang.

Setelah ini Marsya akan berfikir seperti apa langkahnya untuk melanjutkan perjuangannya, Marsya akan benar-benar berusaha mendapatkan cintanya demi kebahagiannya itu, lama-lama Rasya pasti bisa menerimanya sesuai keinginannya.