1 Impian

"Kamu yakin? Mau ke sini?" tanya seorang gadis di telepon.

"Ya dong ... Ren."

"Nggak lagi nge-prank aku kan, Bin?"

"Iyaaaa! Pokoknya, tunggu aku di situ ya! Kamu harus jadi guide-ku!"

"Yaaaaa ... sampai ketemu di Seoul, Eonni! hahahaha."

Bintang memandangi tiket pesawat dan paspornya. Dalam hatinya, ia merasa sangat bangga dan bahagia. Akhirnya, impiannya berjalan-jalan di negeri Ginseng itu, segera terwujud.

Ia berdiri memandangi foto-foto dan poster yang menempel di dinding. Ia mulai menyentuh salahsatu poster laki-laki rupawan yang sedang berpose.

"Oppa Lee Joon Gi, aku dataaaangggg ...." katanya sambil merentangkan tangan dan menempelkan pipinya di poster tadi.

******

Beberapa tahun sebelumnya ....

"Mah, aku boleh les bahasa korea?"

"Buat apa, Neng?"

"Aku pengen jalan-jalan ke korea dong ...."

Arifa tergelitik mendengar kata-kata putri kesayangannya itu.

"Kita ini bukan orang kaya raya, Bin. Buat makan sehari-hari saja, kadang kita masih pontang panting."

"Kan Bintang bisa kerja, terus kumpulin uang, buat ke sana, Mah," kata Bintang masih antusias.

"Terus, kamu nggak mau kuliah, Bin?"

"Kuliah, Mah. Mamah gak usah khawatir, Bintang mau cari beasiswa buat kuliah Bintang."

"Ya sudah ... mamah cuma bisa membantumu semampunya, dan berdoa yang terbaik buat putri mamah ini." Arifa mencubit pipi putrinya itu dengan lembut.

"Nunaaa oh nunaaa ...." seorang anak laki-laki masih berseragam SD, memanggil dengan gaya Korea.

"Eh ... adikku yang caem udah pulang, gimana sekolahnya?"

"Daebak!" kata anak laki-laki itu.

Langit menyalami tangan mamahnya dan kakak perempuannya.

"Kalo masuk rumah tu salam, bukan nuna nuna, apaan?" kata Arifa sambil menggelengkan kepala.

"Itu kan bahasa korea, Mah!" jawab Langit.

"Hish, kakak sama adek, samaaa aja! Ini Indonesia! Bukan Korea!"

Melihat mamahnya seperti itu, kedua anak itu malah terkikik-kikik.

"Sudah ... Langit, ganti baju dulu sana!"

"Yeee Eommoni!" jawab Langit sambil berlari.

"Dasaarrrr! Tu liat Bin, adikmu jadi ikut-ikutan Korea-Korean kayak kamu."

"Ya kenapa sih, Mah? Kayak Mamah yang suka sama lagu-lagu bang haji Roma. Ya seperti itu kita suka ke-Korea-an, Mah," jawab Bintang sambil cengengesan.

"Oh ya, Mah ... besok aku mau nemenin Rena, beli baju dan perlengkapan, dia berhasil diterima di salahsatu Universitas di Seoul, Korea," tutur Bintang. "Waahh ... pasti seneng banget itu Rena!" lanjutnya sembari menerawang jauh.

Sejenak Arifa merasa sedih melihat ekspresi wajah putrinya saat ini. Putrinya tidak bisa sekolah jauh-jauh, karena putrinya ini sering membantu menyiapkan dagangannya di Pasar.

Memang semenjak suaminya meninggal, Arifa mulai berjualan untuk menambah uang pensiunan suaminya yang tidak seberapa.

Sedangkan Bintang, gadis itu sering membantu usaha yang dirintisnya.

"Iya, gak apa-apa kok, Neng. Besok kamu jalan-jalan sama Rena, gak apa-apa," kata Arifa.

Semenjak masa menunggu pengumuman kelulusan pendaftaran kuliah Bintang, kehidupan Bintang hanya berputar di rumah ataupun di Pasar. Arifa berpikir, pasti Bintang sangat bosan. Meskipun gadis itu tidak pernah mengeluh sedikitpun.

*******

Bintang selalu mengekor Rena yang sibuk memilih-milih barang, beberapa saat kemudian, Bintang berhenti di sebuah tempat dan berdiri lama memperhatikan sebuah kemeja bermotif daun Gingko. Rena melihat rasa ketertarikan di mata Bintang.

"Bagus ya, Bin?"

"Eh iyaaa, Ren ...."

"Kamu mau beli itu?"

"Eh, nggak ... nggak, Ren. Harganya mahal, aku mana mampu beli itu ... hehehehe, " Dengan cepat Bintang berpindah tempat ke arah lain.

Tanpa sepengetahuan Bintang, Rena mengambil kemeja itu dan memasukkannya ke dalam tas belanjaan.

"Berapa semuanya, Kak?" kata Rena pada petugas Kasir di depannya.

"Jadi total semuanya ...."

Rena menyodorkan kartu kredit berwarna hitam. Petugas di kasir mengangguk.

"Oh ya Kak, tolong kemeja ini dikasih kantong sendiri ya, Kak ...."

Setelah selesai membawa berbagai hasil "perburuan", Rena membawa kantong-kantong belanjaannya, dan mendekati Bintang yang duduk di sebuah bangku di luar butik.

"Nih, Bin ... buat kamu," Rena mengulurkan sebuah kantong kertas bergambar merk sebuah butik ternama.

"Jangan bercanda ah, Ren."

"Beneran! Ni buat kamu, Bin."

Bintang tidak percaya dengan matanya, ketika melihat isi kantong belanjaan itu. Matanya membulat, bibirnya menganga. Rena tertawa melihat ekspresi wajah sahabatnya itu.

"Hahaha, kamu kayak ikan mas Koki lagi kekurangan air aja, Bin."

"Enak aja!"

Kemudian mereka tertawa bersama.

"Aku lapar, Bin. Mampir ke warung makan mamahmu ya?"

"Lha, kita kan di Mall, Ren. Kenapa gak makan di sini aja?"

Rena tersenyum.

"Aku kangen masakan mamahmu, Bin."

Keluarga Rena memang kaya raya. Namun, gadis itu tidak pernah diperhatikan ayah maupun ibunya. Kedua orang tua Rena sibuk dengan bisnisnya, terbang dari satu negara ke negara lain untuk perjalanan bisnis. Oleh karena itu, dia merasa beruntung punya seorang sahabat seperti Bintang.

Bintang dengan segala sifat baik dan ketulusannya, memperlakukan Rena seperti saudara. Bintang selalu ada di setiap Rena membutuhkan. Bintang pula yang menopang dan menyemangati Rena, saat Rena dalam keadaan terpuruk. Waktu itu, Rena memergoki Bryan, laki-laki yang memacarinya hanya karena silau dengan kekayaan keluarga Rena, sedang berselingkuh dengan perempuan lain.

Mamah Bintang dan Langit, adik Bintang, begitu baik memperlakukan Rena. Bahkan ketika sedih dan merasa dicampakkan orangtuanya, Rena datang ke warung makan Arifa, mamahnya Bintang. Meskipun Bintang tidak di sana. Kala itu, ia melahap seblak dengan rakusnya, sambil menangis. Bukan karena pedasnya seblak yang dimakan, tapi setidaknya, itu bisa menyembunyikan segala tangis kesedihannya dari orang lain.

"Makan seblak kok kayak gitu, nanti kesedak loh, Neng ...." kata Arifa lembut saat itu, sambil menyodorkan segelas air minum.

Bagi Rena, seblak buatan mamahnya Bintang, sangat spesial dan enak. Menurutnya, itu karena dibuat dengan rasa cinta dan kasih sayang, hal yang tidak ia dapatkan dari kedua orang tuanya.

"Heeiiii ... malah ngalamun!" kata Bintang sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Rena.

Rena tersenyum.

"Kebayang seblak mamahmu udaaahh ... sampai ngiler ini." kata Rena dengan pura-pura mengelap sudut bibirnya dengan tangan.

"Iyuuuhhhh ...." seru Bintang.

Mereka berdua, tertawa lagi.

Kedua gadis itu segera masuk ke dalam sebuah mobil yang sangat mewah.

"Langsung pulang, Non?" tanya sang sopir.

"Gak Mang Asep, kita ke warung makan mamahnya Bintang dulu."

"Siaaappppp, Non."

Mobil itu mulai melaju meninggalkan parkiran Mall.

"Oh ya, Bin ... karena bahasa Koreaku masih acakadul, aku mau les bahasa Korea. Aku kan panggil guru lesnya ke rumahku. Jadi, kamu bisa temenin aku les di rumah kan?" kata Rena.

"Woaahhh ... beneran, Ren?" mata Bintang berbinar-binar.

"Iyaaaa ...." Rena tersenyum.

Rena bahagia melihat reaksi Bintang.

Mobil itu berhenti di sebuah warung yang sederhana di sebuah Pasar. Letak warung itu, masih di pinggiran jalan, jadi mobil Rena masih bisa parkir di depan warung. Kedua gadis itu turun dari mobil. Rena melongokkan kepala ke jendela mobil.

"Mang, mau ikut makan nggak?"

"Tapiiiii, Non ...."

"Kalo mau ikut makan, turun aja. Nggak akan ada yang ngegondol ini mobil kok, Mang!"

Akhirnya Asep ikut turun dan berjalan di belakang kedua gadis itu.

Saat ini, pelanggan tidak terlalu ramai. Jadi, Rena bisa langsung duduk, Bintang langsung menuju ke dapur, sedangkan Asep duduk tak jauh dari majikannya.

Arifa keluar dari dapur, dan tersenyum ketika melihat Rena.

"Apa kabar, Tante?"

"Baik ... gimana kabarmu, Neng?"

"Ya, seperti ini lah ... Tante."

Tiba-tiba sebuah motor sport berhenti di depan warung.

Arifa dan Rena serentak menoleh.

Seorang laki-laki muda memakai jaket bomber, turun dari motor dan melepaskan helmnya. Rena tercengang, begitu melihat wajah di balik helm.

Arifa tersenyum pada laki-laki itu.

"Eh, Nak Zacky ...."

"Bintang ada gak, Tante?"

"Ada ... mau tante panggilkan?"

"Eh, nggak usah, nggak usah ... Tante. Pesen seblaknya aja, dua bungkus ya, Tante. Seperti biasa ...."

Rena masih menatap Zacky dengan wajah penasaran.

"Neng, mau pesan apa?"

Tidak ada jawaban.

"Neng ... mau makan apa?"

"Eh ... oh ... se—seblak, Tante." kata Rena gelagapan. Arifa tersenyum.

"Nak Zacky duduk dulu ya..."

"Iya, Tante."

Rena masih penasaran, siapa laki-laki tampan itu? Ia seperti pernah melihatnya.

avataravatar
Next chapter