11 Chapter 11

"Dari apartement seseorang yang sedang marah padaku sehingga dia tidak mau membukakan pintu untukku." Sembari melempari Karyl dengan tatapan sinis. "Sampai kapan kau akan terus berdiri disitu, hah? Masuklah!"

--

Karyl tampak menghentak - hentakkan kakinya memasuki apartement Flower. Tak lupa dia pun membanting pintu dibelakangnya sehingga menimbulkan suara dentuman. Tak ayal Flower pun langsung menutup telinga. "Kau! Beraninya kau bersikap kasar di apartement ku. Dengarkan aku, Nona Karyl. Aku tidak su-"

"Stop!" Menyentuhkan jari telunjuk pada bibir Flower memintanya untuk diam. Sontak saja langsung ditepis kasar. "Beraninya kau menodai area terlarang."

"Cih, terlarang. Aku sangat yakin bahwa Jason sudah menyentuh bibir mu ini bahkan lebih dari 1.000 kali." Ejeknya.

Flower berdecih kesal. "Kau selalu saja memancing emosiku."

"Dan kau selalu saja menyusahkanku!" Bantahnya tak mau kalah.

Geram, itulah satu kata yang menggambarkan bagaimana perasaan Flower saat ini. Namun, tidak hanya dia yang merasakan hal itu. Karyl lebih merasa kesal disuguhi kinerja wanita tersebut yang menurutnya sama sekali tidak professional.

"Apa kau tahu bahwa kekacauan yang kau ciptakan hari ini menjadi masalah besar bahkan fatal. Kau tahu kan bahwa Lexa baru saja kembali dari masa liburannya. Ingat, perjuangan mu untuk menjadi super model sangatlah tidak mudah. Semua ini butuh perjalanan panjang dan pastinya proses berliku. Jangan kau biarkan puncak karir yang kau bangun dengan sudah payah berakhir begitu saja. Jangan pernah memberi kesempatan pada Lexa untuk-"

"SHUT UP!" Potongnya cepat.

Karyl tampak mendesah lelah sembari menggeleng - gelengkan kepala. "Itulah kau, keras kepala, semau mu sendiri, susah diberitahu, akan tetapi selalu meminta segala sesuatunya berjalan sempurna. Hai, Nona Flow semua itu butuh proses dan tentunya disiplin waktu, tidak seperti kau yang-"

"Sudah selesai bicaranya?" Geram Flower.

"Belum."

"Tidak perduli kau sudah berhenti bicara atau belum. Yang jelas lebih baik kau diam! Sekarang giliranku yang berbicara dan memberitahu mu satu hal bahwa kekacauan hari ini tidak diciptakan olehku melainkan oleh-"

"Mr. Gilbert, itu kan yang mau kau katakan?" Potong Karyl cepat berpadukan dengan tatapan jengah.

"Nah, itu kau tahu." Sembari mendudukkan bokongnya pada sofa panjang. Saat ini pun dia tengah memanjakan mata dengan layar televisi.

"Seenaknya saja dia malah menonton acara televisi. Seharusnya kan dia berfikir, mencari jalan keluar dari permasalahan ini." Kesal Karyl.

"Kalau kau mau berdebat denganku, kemarilah! Jangan hanya berdiam diri disitu." Berpadukan dengan lirikan sekilas. Dasar manager labil! Umpatnya.

"Duduklah! Jangan biarkan kaki mu mengakar." Menepuk ruang kosong disebelahnya.

Karyl langsung mendudukkan kasar bokongnya pada sofa panjang kemudian ditatapnya Flower dengan tatapan sinis. "Bagaimana rencana mu besok?"

"Entahlah." Mengedikkan bahunya acuh.

"Berfikirlah! Semua ini berhubungan dengan kelanjutan karir mu."

Hembusan nafas lelah tampak mengiringi deru nafasnya berpadukan dengan tatapan iengah. "Apa kau tahu, Karyl. Aku sudah sengat lelah dengan kejadian hari ini jadi, bisakah kau berhenti untuk menanyakan hal itu terus menerus. Nanti malam akan ku fikirkan jalan keluarnya gimana."

"Lebih baik fikirkan sekarang! Jangan suka menunda segala sesuatunya."

Kalimat yang baru saja menggelitik pendengaran memaksa Flower menolehkan wajahnya. "Yang kau katakan memang benar tapi, aku sama sekali tidak bisa berfikir. Membayangkan akan kemarahan Obsen saja sudah membuatku takut."

"Ouh, tak bisa ku percaya ini. Jadi, super model kenamaan Ma. Flower Carnabel takut pada, Onbsen."

"Aku serius, Karyl. Kau malah menanggapinya dengan bercanda. Aku tidak takut dalam artian sebenarnya."

"Terus?" Potong Karyl dengan tak sabaran.

Ditatapnya Karyl dengan tatapan menajam. "Kau tahu kan bahwa dia itu lady killer. Dia sangat suka sekali memanfaatkan kesempatan untuk menekan para model supaya mengikuti semua perintahnya."

"Tidak ada jalan lain lagi, Flow. Itulah satu - satunya cara supaya karir mu selamat."

"Dan aku, Flower Carnabel lebih memilih mundur dari pada melemparkan harga diri dan kehormatanku pada lelaki hina sepertinya."

Satu hal yang Karyl tangkap dari sorot mata Flower saat ini adalah rasa putus asa berselimut frustasi mendalam. Tidak mau semakin menekan wanita tersebut, dia pun tampak mengulas senyum sembari mengusap lembut punggung jemari lentik. "Masalah ini akan kita fikirkan sama - sama."

Kalimat menenangkan yang baru saja menggelitik pendengaran telah memaksa Flower menolehkan wajahnya dengan tatapan meremang berirama ucapan terima kasih.

Direngkuhnya tubuh ramping tersebut ke dalam pelukan. Sebelah tangan Karyl tampak bergerak naik turun pada punggung ringkih coba untuk menyalurkan kedamaian di sana.

"Oh, iya Flow apa kau tahu satu hal?"

"Apa?"

Seketika itu juga Karyl tampak ragu untuk berucap. Sementara Flower sudah dibuat tak sabar sehingga mendesaknya untuk segera berbicara.

"Em, saat kedatanganku ke sini, aku telah melihat ... Jason."

Mendengar kata Jason membuat Flower beringsut dari pelukan. Manik hazel nya meyilau ketajaman penuh. "Di mana kau bertemu dia? Katakan sekali lagi!"

"Dilobby, Flow."

Wajah cantik seketika itu juga mengetat. Shittt, dasar kurang ajar! Beraninya dia mendekati apartement ku! Dasar lelaki tidak tahu diri. Tunangannya sedang hamil tapi kelakuannya benar - benar menjijikkan. Maki Flower dalam hati.

"Apa yang kau pikirkan?"

Flower tampak menyungging sebuah senyuman yang terkesan dipaksakan. "Bukan apa - apa."

"Em, sepertinya Jason masih berusaha mengejar cinta mu."

Hembusan nafas lelah tampak mengiringi deru nafas Flower. "Ah, sudahlah. Lebih baik jangan membicarakan tentang dia. Tidak ada gunanya."

Kata - kata yang meluncur dari bibir Flower telah mengiringinya meyungging senyum tipis sembari mengusap lembut punggung jemari. "Apa kau membenci, Rose?"

"Pertanyaan macam apakah itu? Tentu saja iya. Mana bisa aku tidak membenci wanita hina yang telah menghancurkan hidupku, kebahagiaanku, cintaku, dan juga masa depanku." Sampai kapan pun kesalahan Rose tak akan pernah bisa ku maafkan. Lanjutnya dalam hati.

Seketika itu juga matanya memanas. Dia pun kedapatan berulang kali memejam supaya air mata tersebut tidak sampai jatuh membasahi pipi putih mulus. Sayangnya, air mata bodoh itu pun tetap saja meluncur bebas bahkan tanpa dapat dihentikan.

"Hapus air mata mu. Dengarkan aku, Flow. Air mata mu ini terlalu berharga untuk menangisi lelaki brengsek seperti, Jason. Lelaki tukang selingkuh yang minim akan rasa tanggung jawab. Kemarilah!" Merengkuh tubuh ramping ke dalam pelukan. Dipeluknya tubuh Flower dengan sangat erat berpadukan dengan gerakan naik turun pada punggung ringkih. "Jangan menangis. Jangan membiarkan dirimu menjadi lemah hanya karena kekejaman mereka."

Sayangnya, di dalam pelukan Karyl, tangis Flower semakin pecah. Sungguh, siapa pun yang mendengarnya pasti akan dibuat ikut tersayat karenanya, begitu juga dengan Karyl, wanita itu pun ikut terseret ke dalam kesedihan yang sahabatnya rasakan. "Sorry, Flow. Tak seharusnya aku mengingatkan mu pada kenangan buruk-"

"Jangan meminta maaf. Kau sama sekali tidak bersalah. Aku saja yang belum bisa berdamai dengan diriku sendiri."

"Kalau begitu hapus air mata mu." Dengan penuh kelembutan menghapus bulir - bulir air mata dengan ibu jari. "Jangan pernah lagi kau teteskan air mata mu. Kau terlalu berharga untuk menangisi kelaknatan mereka, mengerti?"

Flower tidak menjawab. Yang dilakukannya hanyalah menenggelamkan diri ke dalam pelukan Karyl. Terima kasih, Karyl. Hanya kau yang menyayangiku dengan tulus dan selalu ada untukku. Meskipun sudah seringkali aku menyusahkan mu. Gumamnya dalam hati.

🍁🍁🍁

Next chapter ...

avataravatar
Next chapter