18 Menghindar

Drrtt ….

Andika hampir mengecup bibir Ve saat sebuah panggilan telepon menginterupsi. Ia merogoh saku celananya, melihat nama Astari yang melakukan panggilan. Andika mengecup kening Ve, lalu keluar dari kamar dengan mengendap-endap.

Sudah jam lima pagi dan gadis itu tidak dapat memejamkan matanya kembali. Ve tidak tahu siapa yang menelepon Andika, karena laki-laki itu terlihat biasa saja. Jika telepon dari Jay, Andika selalu berwajah serius.

"Ada apa, Kak?" tanya Dika saat panggilan tersambung.

"Kakak jatuh di kamar mandi. Bisakah kamu bantu kakak?"

"Kakak terjatuh! Tunggu Dika!"

Andika terlihat panik dan segera memutus sambungan telepon. Ia berlari maemasuki kamar Astari. Saat ia masuk ke kamar mandi, gadis itu sedang terbaring tanpa busana.

Pemandangan yang vulgar itu membuat Andika seketika membalikkan badan.

"Dika ambil selimut dulu," kata Andika sambil melangkah keluar menuju tempat tidur. Mengambil selimut berwarna putih dan kembali ke kamar mandi sambil menutup mata.

'Apakah Dika merasa jijik melihat tubuhku yang tidak sempurna?'

Astari sengaja membuka semua bajunya dan berbaring telentang di lantai kamar mandi. Meskipun kedua kakinya hanya sebatas lutut, tapi ia merasa yakin bahwa tubuh bagian lainnya sangat sempurna. Ia memiliki bentuk dada yang besar dan mengkal seperti mangga muda.

Namun, melihat pemandangan itu, Andika justru memalingkan muka. Kecewa? Sudah pasti. Ia memberanikan diri untuk menggoda Andika dengan menggunakan tubuhnya, tapi ditatap saja tidak apalagi tergoda.

Andika menyelimuti tubuh Astari, lalu menggendongnya keluar. Membaringkan gadis itu di tengah ranjang dan membersihkan kamar mandi. Andika pikir, gadis itu terpeleset karena lantai kamar mandinya licin.

"Dika sudah membersihkan kamar mandinya. Nanti, biar bi Odah membersihkannya setiap hari untuk kakak."

Andika hendak keluar dari kamar Astari, tapi gadis itu menahan langkahnya. Astari memegangi tangan laki-laki itu dan berucap pelan. Ia tampak ragu untuk mengucapkannya.

"Kakak harus mengganti baju. Bisa minta tolong?" tanya Astari kepada Andika yang tercengang mendengar permintaan gadis itu.

"Tapi …. Ehm, Dika panggilkan ibu dan Ve." Andika bergegas keluar setelah mengatakan hal itu kepada Astari. Ia masih tidak percaya kalau gadis yang selama ini sudah seperti kakak perempuannya itu berani memintanya memakaikan baju.

Di dapur, Ve sedang membantu Odah, Nurlena, Hilma dan Faiza. Mereka sedang memasak makanan untuk sarapan anak-anak panti. Semua buku dan baju sekolah anak-anak tidak ada yang tersisa. Untuk sementara waktu, mereka tidak pergi ke sekolah.

Andika menghampiri mereka dan memberitahu Nurlena tentang Astari yang terjatuh. Nurlena meninggalkan dapur untuk menemui putrinya. Ia sangat khawatir, begitupun dengan Ve dan yang lain.

"Kita lihat ke sana!" ajak Hilma. Odah dan Faiza segera menyusul Nurlena ke kamar Astari.

Andika mendekati Ve yang tidak mau menatapnya. Ia kesal karena kembali diabaikan oleh kekasihnya. Namun, ia punya jurus andalan sekarang.

"Kalau tidak mau menatapku, aku akan sedih. Dan mungkin saja penyakitku bisa kambuh," ujarnya dengan wajah tertunduk.

Ve tercengang mendengar penuturan Andika. Sontak ia berbalik dan memamerkan senyum yang dibuat-buat. Tidak apa-apa berpura-pura yang penting bisa menenangkan hati kekasihnya terlebih dulu.

"Aku sedang masak. Kamu ini perasa sekali," gerutu Ve sambil mematikan kran air. Ia menaruh piring yang baru dicucinya ke atas rak agar airnya kering.

"Mungkin bukan hanya perasaanku. Kamu terus berubah-ubah sejak kemarin, Ve. Apakah kita masih begitu jauh, sampai kamu tidak mau berbagi pikiran denganku? Jika ada masalah, harusnya kamu bicara denganku. Aku ini pacarmu," kata Andika emosional.

"Kamu pacarku, bukan ayahku. Tidak semua masalah bisa aku bagi denganmu. Lagi pula, aku tidak ada masalah. Sebaiknya kamu ganti baju dan bersiap-siap untuk ke mall."

Andika mendesah berat. Ve jelas sedang menghindarinya, tapi Andika tidak memiliki bukti yang bisa membuat Ve mengaku. Tatapan mereka bertemu dengan isi pikiran yang berbeda tentunya.

'Aku harus mencari tahu alasan Ve berusaha menghindariku.'

'Aku harus bisa menjauhi Andika atau aku akan membuat hati kak Tari terluka. Dia baru saja kehilangan rumah. Aku tidak mau dia semakin sedih melihat kami berdua terlalu dekat.' Ve kembali melanjutkan kegiatan mencuci piring.

Semuanya berkumpul di ruang makan. Saat Andika sudah duduk di samping Ve, gadis itu justru menggeser kursinya. Ia mendorong kursi roda Astari dan memberikan tempatnya kepada wanita itu.

Selera makannya hilang melihat sikap Ve. Terus berpura-pura tidak ada apa-apa, tapi nyatanya Andika tetap merasakan perubahan sikap kekasihnya. Apa mungkin sudah bosan? pertanyaan itu berputar di kepala Andika.

"Aku sudah kenyang. Kita pergi ke mal bersama. Aku tunggu di depan," kata Andika sebelum beranjak pergi.

"Hem," jawab Ve singkat.

Anak-anak dan orang dewasa di meja makan itu tidak ada yang memerhatikan mereka saat bicara. Semua terasa normal bagi mereka, tapi tidak bagi Astari. Setelah kepergian Andika, wanita itu melirik dengan wajah menyedihkan, matanya berkaca-kaca seolah sedang memohon kepada Ve untuk tidak dekat-dekat dengan orang yang dicintainya.

'Aku tahu kakak menyukai Dika, tapi aku juga menyukainya. Aku takut merasa tidak mampu untuk berpisah dengannya.'

Ve menundukkan wajahnya. Butiran kristal terjatuh di atas kedua pahanya. Nurlena melihat hal itu, berpikir Ve sedang berduka karena mereka kehilangan panti.

"Kita pasti bisa membangun kembali panti itu, Ve. Jangan terlalu dipikirkan. Semoga saja kita mendapat perhatian dari pemerintah setempat. Bu Hilma sudah mengajukan kepada pak Lurah. Yang penting sekarang, kamu bekerja dengan baik, supaya bisa membelikan alat-alat sekolah untuk adik-adikmu," kata Nurlena panjang lebar.

Mereka berpelukan dan Ve menangis tersedu dalam dekapan ibu angkatnya. Mereka ikut menangis mendengar suara tangisan Ve yang menyayat hati. Apa yang menjadi penyebab gadis itu tersedu sedan, hanya dia sendiri yang tahu.

Bukan karena hal yang dipikirkan Nurlena, tapi karena ia sangat takut kehilangan Andika. Namun, ia benar-benar berada dalam dilema. Di satu sisi ada hati kakaknya, di sisi lain ada hati Andika yang terluka karena merasa diabaikan, hati Ve juga sama sakitnya. Sangat sakit. Sampai ia menggumam lirih dalam hatinya.

'Andai saja aku tidak pernah bertemu Andika. Andai aku tidak bersedia menggantikan kak Tari. Andai saja ….'

Manusia selalu berandai-andai tentang segala hal. Mereka lupa untuk menyadari kenyataan, bahwa kehidupan sudah diatur dengan baik oleh Tuhan. Apa yang mereka jalani saat ini, semuanya sudah tertulis, dan mereka tidak bisa mengubah dengan kata andai.

"Em … Dika! Kamu pergi ke mal terlebih dulu. Aku ada keperluan yang lain, jadi agak siang baru pergi," ucap Ve kepada laki-laki yang sudah membukakan pintu mobil untuknya.

Brak!

Andika menutup pintu mobil dengan keras. Ia tidak bisa meluapkan amarah di depan Nurlena yang sedang menyiram tanaman. Bisa-bisa mereka salah mengartikan kemarahan Andika sebagai rasa keberatan karena mereka tinggal di rumahnya.

Mobil melaju pergi dengan kecepatan tinggi. Di balik jendela kamarnya, Astari tersenyum puas. Ve gadis tomboy yang memiliki hati lembut, tidak tegaan, karena itu sangat mudah bagi Astari untuk menekannya.

*BERSAMBUNG*   

avataravatar
Next chapter