webnovel

BETTER WITH YOU

"Apakah akan lebih baik jika kamu masih di sini dengan sejuta kejahilan dan sikapmu yang menyebalkan daripada seperti ini, Ju." Dia Jessica Stefany Auryn. Hidupnya berubah sejak insiden tiga tahu yang lalu, sosok periang dalam diri Jessica seolah ikut hanyut dalam ombak hari itu, dan karena insiden itu ia telah kehilangan getaran dalam hatinya pada sosok yang disebut laki-laki sejak usia 20 tahun saat ia kehilangan cahayanya. Jessica kehilangan teramat kehilangan, hatinya patah saat sedang berada dipuncak kasmaran membuat hingga akhirnya hati Jessica membeku, tertutup dari semua dan tidak mengizinkan satupun pria bisa mendekatinya. Cahaya yang menyinari dunianya telah pergi membawa hati, perasaan dan separuh nyawanya menyisakan sesak, tangis, hampa dan gelap di dunianya. Tapi, takdir seolah tak ingin membuatnya bersedih terlalu lama. Di saat hatinya sedang hancur, tak sengaja Jessica bertemu dengan cahaya yang sama persis dengan cahayanya yang telah hilang. Juan, laki-laki yang ternyata adalah produser eksekutif setiap karyanya membuat Jessica terkesiap dengan takdir yang ada padanya. Juan terlalu mirip dengan cahaya yang membuat Jessica selalu bingung, bimbang, kecewa, marah, cemburu dan bahagia bersamaan. Awalnya, Jessica mendekati Juan karena percaya dia adalah orang yang sama dengan masalalu Jessica yang membuat perasaan dan getaran itu perlahan kembali tapi keadaannya berbeda. Tapi, Juan menyakinkan kalau dia bukanlah masalalu Jessica dan Saat Jessica mencoba pasrah dan tak memperdulikan cahaya itu, cahaya bernama Juan itu mendekatinya. "Setelah flashdisk itu aku dapatkan, aku tidak akan mengganggumu lagi, Jess." Entah apa maksud dari ucapan Juan saat itu, tapi setidaknya beberapa bulan terakhir ia dekat dengan wanita cantik yang menganggapnya istimewa itu. Lalu, bagaimana bahagia akan terwujud jika cahaya itu tak benar-benar menganggapnya berarti, karena Juan ternyata memiliki niat lain?

Itsme_Abigel · Urban
Not enough ratings
22 Chs

Perjodohan Jessi dan Juan

Jessica mendapati keberadaan teman-temannya, ia menganggukkan kepalanya lalu menghampiri dua orang temannya yang berada di ujung ruangan. Raut wajahnya berubah kesal mendengar panggilan Kevin yang tak pernah berubah untuknya. Sejak pertama, Kevin sering kali memanggilnya dengan sebutan Kakak ipar.

"Kalian udah lama di sini?" tanya Jessica sambil duduk di bangku kosong di depan Kevin dan Michele.

Kevin mengangguk. "Iya, aku sama Michele udah dari tadi."

Jessica kembali menganggukkan kepalanya paham, ia menatap Kevin dan Michele bergantian. Tapi saat menatap Michele, ia berhenti. Garis-garis halus nampak di kening Jessica.

"Kami kenapa, Chel?" tanya Jessica heran.

"Putus sama pacarnya," saut Kevin menjawab.

Mendengar jawaban Kevin, tawa Jessica hampir saja lepas. Ia memang tidak menyukai pacar Michele itu sejak awal karena menurut Jessica, laki-laki hidung belang itu hanya ingin memanfaatkan Michele.

"Sudah aku bilang, Riko itu nggak baik! Dia cuma mau memanfaatkan apa yang kamu punya, dia nggak pernah berniat menjadikan kamu jawaban dari pencarian dia selama ini...," papar Jessica, suaranya terdengar mengomeli tapi tatapan terlihat sendu, ia merasa kasihan pada sahabatnya itu.

"Udah, Kak Jess. Tadi dia udah aku omelin kok," ujar Kevin lalu menyeruput kopi pesanannya.

"Kali ini apa yang dia lakukan?" tanya Jessica penasaran. "Dan kau...." Jessica menatap Kevin. "Apa yang ingin kau katakan?"

"Tidak hanya sekedar ingin menyampaikan kalau aku punya calon pasangan kencan buta untukmu!" kata Kevin santai tanpa beban.

Menjalin suatu hubungan bukan hal yang mudah, dalam case Michele, wanita itu terlalu stay positif dan tidak memikirkan apa yang mungkin terburuk dalam suatu hubungan. Diselingkuhi, ditinggal, disakiti? Semua itu hal yang mungkin terjadi. Ah, Ya! Tidak diberikan kepastian juga satu hal yang menyakitkan jika itu dalam sebuah hubungan yang serius.

Jessica telah berkali-kali mengingatkan Michele untuk berhati-hati dalam memilih laki-laki yang akan menjadi kekasihnya. Apalagi laki-laki yang batu ia kenal!

"Michele melihat chatnya dengan perempuan lain," ujar Kevin mengambil alih untuk menjawab pertanyaan Jessica.

Michele menoleh pada laki-laki di samping, ia menatapnya sebal. "Kenapa jadi kamu yang jawab? Jessica kan nanya sama aku!"

Kevin menghendikkan bahunya acuh, ia lebih memilih menyeruput minumannya daripada merespon kekesalan Michele padanya.

Jessica kembali menghembuskan nafasnya perlahan, wanita bernama lengkap Michele Tan itu membuat Jessica tidak habis pikir.

"Udah ya, Chel! Nggak lagi-lagi nangisin orang yang salah! Aku bukan ngelarang kamu buat nangis, boleh kamu nangis sepuasnya... tapi, untuk apa? Kalau laki-laki itu wort it untuk kamu tangisi, nggak apa-apa. Tapi kalau nggak?"

Michele terlihat menghela nafas, matanya yang sembab sebagai bukti kalau tangisnya cukup lama. Bukankah itu sudah kebiasaan wanita? Jika ada apa-apa, menangis adalah solusi pertamanya. Sejujurnya Jessica pun begitu, hanya saja laki-laki yang ia tangisi adalah laki-laki yang meninggalkan bukan karena kemauan sendiri. Setidaknya begitulah Jessica berpikir selama ini.

"Mending lo sama Kevin aja yang jelas di depan mata, kalau dia nggak bener... ada gue!"

Ucapan Jessica bak sebuah bius untuk kedua orang di depannya yang seketika menjadi salah tingkah. Kevin bahkan tak berani lama-lama menatap Michele, begitupun Michele ia hanya menundukkan kepalanya.

Jessica memutar bola matanya malas, sudah dua kali ia mencetuskan kata-kata itu dan dua kali pula ia harus melihat drama salah tingkah dari ke dua insan itu. Entah mereka yang tidak menyadari atau berpura-pura tidak sadar, tapi Jessica bisa merasakan dengan jelas kalau di hati ke dua orang itu sebenarnya sudah timbul perasaan saling suka, meski mungkin belum sepenuhnya tentang cinta.

Kevin berdehem, ia tidak ingin membiarkan suasana larut dalam kecanggungan.

"Aku bisa kok jadi pengganti Riko, tapi Kakak ipar ... kamu harus mau aku kenalkan ke saudaraku," celetuk Kevin mengalihkan pembicaraan.

Mata indah milik Jessica seketika membulat sempurna, ia mengerjap beberapa kali karena terlalu kaget. Ia tidak tahu harus menjawab apa pada Kevin.

Jessica menghela nafas berat. Ia memutuskan memanggil waiters untuk memesan makanan dan minumannya.

"Mau pesan apa, Mbak?" ujar waiters yang segera menghampiri Jessica itu.

"Vanilla latte ice sama steaknya satu ya."

"Ada lagi?"

Jessica menggelengkan kepalanya. "Udah, itu aja."

Waiters itu pun mengangguk. "Baik, tunggu sebentar ya, Mbak."

Jessica mengangguk, ia mengalihkan pandangannya pada Michele yang masih mengunyah.

"Kak Jess, Aku nggak tahu bagaimana kenanganmu dengan Justin tercipta begitu indah sampai kamu tidak bisa melupakannya dengan mudah. Tapi, yang aku tahu kamu tidak boleh larut dalam kesedihan, Justin juga pasti tidak akan senang jika melihat wanita yang ia cintai ini terus larut dalam kesedihan karena kepergiannya," papar Kevin panjang lebar.

Michele terdengar menghela nafas. "Kevin benar Jess, nggak ada salahnya kan kamu coba kenal dengan orang baru? Jangan setiap kali ada pasangan kencan buta yang dikirim oleh tantemu, kamu memberikan nomorku!" ujar Michele melayangkan protesnya.

Jessica masih diam, ia coba mensinkronkan hati dan pikirannya. Rasa cintanya pada Justin telah membuatnya dan keyakinannya kalau Justin masih hiduplah yang selama ini membuatnya menutup diri dari laki-laki lain.

"Jess, Mungkin Tuhan mempertemukan kamu dengan Justin tapi Tuhan sudah mengambil kembali anaknya itu... kamu yang ditinggalkan bukankah harus melanjutkan hidup? Tapi bagaimana caranya kalau kamu terus menutup diri dengan laki-laki?"

Helaan nafas Jessica terdengar begitu berat, pasti berat juga rasanya untuk Jessica menerima kenyataan kalau hidupnya terus berlanjut tanpa Justin di sisinya.

Laki-laki yang mengingkari janjinya untuk selalu ada itu, haruskan Jessica benar-benar melupakannya dan move on.

"Siapa, kapan, di mana?"

Kevin tersenyum manis, ia senang mendengar jawaban yang Jessica berikan. Setidaknya wanita itu mau untuk bertemu dengan Juan.

"Besok di cafe ini jam satu siang," ujar Kevin menjawab.

Jessica mengangguk, mungkin memang saatnya ia mencoba membuka hatinya dan membaginya untuk laki-laki lain. Meski mungkin akan sulit, tapi ia bisa mencobanya lebih dulu.

"Nggak harus langsung cinta, kenalan aja dulu... pendekatan, tapi jangan kaget... saudaraku ini punya sifat yang hampir mirip sama Justin."

Jessica kembali mengangguk lalu ia menyantap makanan pesanannya yang baru saja datang.

"Maafkan aku, Ju... Kevin benar, tidak seharusnya aku larut dalam kesedihan ini. Tapi, aku masih ingin percaya kalau kamu masih hidup dan aku pun masih ingin yakin kalau sebenarnya Juan adalah kamu!"

"Kamu janji harus datang ya, Jess dan aku janji akan berusaha buat buka hati untuk Kevin," bisik Michele pada Jessica.

Jessica menoleh pada Kevin, ia tahu laki-laki di depannya itu sebenarnya menyimpan perasaan pada Michele namun belum berani mengungkapkannya.

"Kevin sudah banyak membantuku, mungkin ini cara aku untuk membalas kebaikannya."

***

Bersambung ...