webnovel

BAB 9

Esok harinya Elmira berangkat ke sekolah seorang diri itu pun karena Rivanya yang menyuruh dirinya untuk duluan saja. Dan akhirnya Elmira pun tiba di sekolah sendirian, sebenarnya ia masih merasa malu datang ke sekolah sendirian apalagi dengan seragam yang berbeda.

Tanpa berniat untuk pergi ke mana pun, Elmira langsung menuju kelasnya. Tidak terlalu pusing mencari kelasnya lantaran sekolah ini tak memiliki lantai atas, semua ruangan berada di bawah.

Elmira sedikit terkejut begitu ia masuk ke dalam kelas, baru ada Varo yang sedang duduk di bangkunya—di belakang bangkunya bersama Berlyn. Perlahan Elmira berjalan mendekati bangkunya, ternyata hal itu membuat Varo menoleh ke arahnya.

Varo yang awalnya menelungkupkan kepalanya di lipatan tangannya, kini berubah dan menegakkan tubuhnya. "Pagi, El!" sapanya dengan tersenyum manis.

"Pagi juga, Varo!" sapa balik Elmira dengan tersenyum tipis, dari semalam ia memikirkan bagaimana cara meminta maaf pada laki-laki itu dan Elmira bertekad untuk meminta maaf bagaimana pun caranya.

Tetapi, saat ini rasanya sulit sekali untuk meminta maaf lebih tepatnya sedikit malu juga. Baru saja Elmira akan membuka suaranya, namun laki-laki itu lebih dulu membuka suaranya.

"Kemarin lo kan kebingungan cari kelas di sini. Gimana kalau sekarang gue ajakin lo keliling sekolah biar tahu ruangan-ruangannya?"

Mendengar itu Elmira terdiam sejenak, sepertinya tak ada salahnya juga ia menyetujui ajakan Varo lagi pula saat ini sekolah belum terlalu ramai sehingga tak membuat Elmira malu—ya sedikit, sih.

Perlahan Elmira mengangguk. "Boleh, kalau lo gak keberatan."

"Santai aja kali, lagian ngapain juga di kelas?"

"Yaudah ayo!" ajak Elmira lalu berjalan keluar kelas meninggalkan Varo.

**

"Nah, kalau yang ini perpustakaan."

Varo menunjuk ruangan-ruangan yang mereka lewati. Sudah lima menit mereka melewati beberapa ruangan, mulai dari kelas sepuluh hingga saat ini berada di depan perpustakaan.

"Gue juga bisa liat dan baca tulisan itu, sih," sahut Elmira sembari menunjuk tulisan di atas pintu, hal itu membuat Varo terkekeh pelan.

"Kalau yang itu ruang guru," ucap keduanya bersamaan serta menunjuk ruangan yang tak jauh dari perpustakaan. Kebetulan ruang guru juga memiliki tulisan di atas pintu sehingga membuat Elmira bisa mengetahuinya.

Menyadari hal itu sontak keduanya sama-sama tertawa. "Ternyata lo udah tahu juga ya ruangan di sekolah ini."

"Gue kan bisa baca, jadi tahu lah itu ruangan apa," sahut Elmira lagi membuat Varo terkekeh geli dan tanpa sadar tangan laki-laki itu mengacak rambut Elmira yang memakai bandana. Sehingga membuat bandana berwarna biru cerah itu sedikit terdorong ke belakang.

Kening Elmira langsung mengerut dan menatap kesal pada Varo. "Bandana gue jadi berantakan, Varo!"

Sementara sang empu yang menyebabkan bandana berantakan itu hanya cengengesan, Elmira yang melihat itu semakin kesal. Bukannya meminta maaf, malah tertawa seperti itu. "Sekarang anterin gue ke toilet," ucap gadis itu penuh penekanan.

Kedua bola mata Varo membelalak mendengar itu. "Anterin? Lo mau dianter sama gue ke toilet?" beo laki-laki itu.

Sama halnya dengan Varo, Elmira yang terkejut dengan ucapannya tadi langsung menutup mulutnya yang terbuka. "Euu—maksud gue bukan gitu... tunjukkin gue di mana toilet, itu maksudnya," gugup gadis itu dengan tersenyum kikuk.

Melihat sikap Elmira yang gugup seperti itu membuat Varo menahan tawanya, tak ingin membuat Elmira kesal lagi karena dirinya menertawai gadis itu. "Dari sini lo tinggal lurus aja terus nanti belok kiri dan lo bakal nemuin toilet," katanya. "Kalau gitu gue tunggu lo di kelas ya, Bye!"

Sebelum pergi, Varo mengacak rambut Elmira membuat bandana itu semakin ke belakang.

"VAROOO!" teriak Elmira dengan menghentakkan kakinya kesal, gadis itu menoleh ke belakang dan melihat Varo sudah berlari menjauh darinya.

"Nyebelin banget sih tuh cowok!" dumelnya yang langsung mengedarkan pandangannya, seketika raut wajahnya berubah menjadi datar dan kedua pipinya langsung bersemu merah saat menyadari bahwa saat ini dirinya menjadi pusat perhatian semua murid di koridor ini.

Lantas Elmira langsung menempelkan kedua telapak tangannya dan menatap semua orang dengan tersenyum kikuk, lalu Elmira berlari menuju kelasnya. Niat awal ingin pergi ke toilet untuk membenarkan bandananya, tetapi ia sudah terlanjur malu dan berakhir dengan berlari ke kelas sembari melepaskan bandana yang berada di kepalanya.

Dengan raut wajah kesalnya, Elmira masuk ke kelas dengan rambut yang benar-benar tergerai tanpa adanya hiasana apapun. Ternyata di kelas saat ini sudah mulai ramai, Berlyn saja sudah duduk di bangkunya.

Kedua mata Elmira mengedar mencari sosok Varo, ternyata lelaki itu sedang asik tertawa bersama teman-temannya di bangku lain. Tanpa berlama-lama lagi, Elmira langsung menghampiri laki-laki itu.

Sesampainya di sana, Elmira menarik seragam yang dikenakan oleh Varo.

"Lo apa-apaan, sih?" sewot Varo.

"Nih!" Elmira menunjukkan bandana yang sudah terlepas dari kepalanya. "Gara-gara lo berantakin ini di kepala gue, gue gak jadi ke toilet karena malu! Dan itu semua gara-gara lo!"

"Apaan sih, lo? Gak jelas banget!"

Kening Elmira semakin berkerut begitu melihat Varo yang tiba-tiba cuek seperti itu kepadanya, seolah tidak terjadi sesuatu antara keduanya. Dan Varo seolah tak merasa bersalah dengan apa yang dilakukannya tadi.

Untuk kedua kalinya Elmira harus menahan malu, tentu saja kejadian beberapa detik yang lalu itu membuat semua orang yang berada di dalam kelas memusatkan perhatian kepadanya. Elmira dengan perasaan kesalnya berjalan menuju bangkunya dan menghempaskan tubuhnya ke sana.

"Lo diapain sama si Varo?" tanya Berlyn yang ikut menyaksikan kejadian barusan.

Elmira melemparkan bandana ke atas mejanya. "Dia berantakin rambut gue sampe bandananya gak rapi."

"Terus kenapa lo gak benerin sendiri?"

Sontak Elmira langsung menoleh ke arah Berlyn dengan kedua mata yang memicing. "Jangan bilang kalau lo nyangka gue minta Varo benerin bandana gue!"

Dengan polosnya Berlyn mengangguk. "Kalau bukan itu niat lo nyamperin Varo tadi apa?"

"Sorry ya, Berlyn. Gue gak mau banget bandananya dibenerin sama dia, jadi ceritanya tuh gue minta ke dia buat tunjukkin toilet terus dia nunjukkin tuh. Nah, sebelum dia pergi dia malah berantakin rambut gue, di situ gue kesel banget sampe teriakin nama dia."

"Dan di situlah puncak malunya gue, gue diliatin sama semua orang."

Gadis itu menenggelamkan kepalanya di lipatan tangannya, berharap dengan seperti ini rasa malunya bisa perlahan menghilang. Elmira terdiam sejenak, kenapa tiba-tiba dirinya bisa sedekat ini dengan Berlyn dan juga Varo? Seolah dirinya sudah kenal lama.

Astaga, sekarang Elmira memiliki perubahan yang cukup drastis. Tak apalah, ini kabar baik untuknya agar bisa mendapatkan teman lebih banyak lagi. Elmira tak ingin terus-terusan tenggelam dalam kesendiriannya, tetapi jika sahabat tentu saja hanya Alana.

***