webnovel

Berlian for Rayn

Berlian Zein menemukan tunangannya, berselingkuh di kamar hotel Hilton pada saat dia bertugas sebagai pengantar makanan. Siapa sangka jika tunangannya, Nicolas Wilson berselingkuh dengan adik tirinya, Maria Zein. Berlian merasa sangat kecewa dan frustasi sehingga membuatnya hilang akal dan dia malah terjebak dengan pernikahan dingin dengan Rayn San. Pria itu adalah Tuan Muda yang berasal dari keluarga bangsawan. Tempramen yang dingin, membuat orang takut dengannya. Selain itu, dia juga Ceo dari perusahaan San Entertainment. Meskipun demikian, identitasnya itu dirahasiakan. Dia hanya muncul sesekali saja di masyarakat. Apakah Rayn San akan membantu Berlian untuk membalaskan dendamnya pada Maria dan Nicolas atau musuhnya? follow me on instagram @f3.134

Ficee · Urban
Not enough ratings
178 Chs

Calon Nyonya San

Happy reading

"Berlian! Bisakah kalian tidak bertengkar? Maria hanya mencemaskanmu…Mengapa kau harus mengatakan hal-hal seperti itu untuk menusuknya?"

Berlian berhenti sejenak saat Nicolas melihatnya dengan penuh semangat membela Maria. Dia mengejeknya dan hatinya menjadi sangat dingin. Mengingat 5 tahun bersama, Nicolas sebenarnya dia lumayan baik tetapi Berlian hanya tidak mengerti mengapa dia baru mengatakan hal itu sekarang?

Jika dia sangat menyukai Maria. Mengapa Nicolas harus menutupi kebenarannya? Jika dia jujur lebih awal padanya tentu saja dia akan menganggapnya teman tetapi apa yang terjadi Nicolas menyembunyikan rahasia ini bertahun-tahun darinya. Dia harus menunggu sampai dia menangkapnya di tempat tidur. Itu sangat memalukan!

Berlian berkata dengan dingin, "Jika kamu tidak ingin ditikam, pergilah, jangan pernah menujukan kepalsuanmu itu di depanku, aku tidak bodoh dan kau tidak bisa menipuku!"

"Kamu!"

Nicolas sangat marah dan Maria bahkan menghentikannya, "Sayang, lupakan saja! kakakku sedang dalam mood yang buruk."

Nicolas menatapnya dingin dan berkata dengan emosi, "Oke! Aku ingatkan padamu, dengan kepribadianmu yang dingin, kamu tidak akan menemukan pria yang lebih baik dariku. Bahkan tidak ada pria yang menginginkanmu. Jangan menyesal ketika saatnya tiba! Maria, ayo Pergilah!"

Dia merasa sedikit menyesal di dalam hatinya telah mengucapkan kata kasar itu untuk Berlian. Lalu dia merangkul Maria untuk kembali ke dalam vila.

Berlian berdiri sendirian di tengah angin malam yang sejuk, menggigil tanpa alasan. Tidak akan ada pria yang lebih baik darinya? Bahkan tidak ada pria yang menginginkannya?

Hatinya merasa sakit saat mendengar perkataan dari Nicolas. Lalu menertawakan dirinya sendiri. Namun, setelah itu dia menghempaskan bayangan Nicolas. Siapa dia? Berani mengatakan seperti itu?

Tentu saja, saat ini dia telah menemukan Rayn San. Pria yang berasal dari keturunan bangsawan, hanya saja dia belum mengumumkan sosok pria itu kepada publik. Meskipun, hatinya belum ada rasa untuk Rayn San tetapi pria itu lebih baik dari Nicolas. Memikirkan hal itu Belian menarik napas dalam beberapa kali untuk menenangkan pikirannya.

Hatinya merasa sangat sakit dan matanya menjadi perih. Dia mencoba menekan perasaannya lalu menertawakan dirinya sendiri.

Apa yang kamu tangisi? Mengapa dia harus repot-repot memikirkan suara singa meraung?

Saat itu, terdengar bunyi klakson dari depan, "Tit…Tit…Tit."

Berlian mendongak saat Aston Martin hitam melaju ke arahnya. Lampu depan mobil yang terang membuat tangannya reflek melindungi matanya dari kesilauan.

"Nona Berlian! Halo!" Kevin, asisten Rayn San turun dari mobil untuk menyapa Berlian. Tentu saja dia mengenalinya. Dia bertemu dengan tadi pagi.

Dia memaksakan senyumannya dan bertanya dengan malu,"Apa yang kalian lakukan di sini?"

"Tuan Rayn San baru saja menghadiri pesta makan malam dan kebetulan melewati jalan ini. Tuan melihat nona berdiri di pinggir jalan, dia memerintahkanku untuk berhenti."

Kemudian, Kevin tersenyum dan membukakan pintu untuknya, membungkuk dengan hormat. "Nona Berlian, silahkan."

Berlian ragu-ragu. Dia menatap pria yang duduk di dalam mobil. Duduk diam dengan satu sikunya bertumpu pada jendela, memandang ke luar, tidak tahu apa yang sedang dilihatnya. Dia tampak lesu. Bahkan, dalam gelap malam, wajahnya yang tampan terliha sangat jelas. Aura dinginnya terpancar.

Dia berhenti selama beberapa detik, tetapi akhirnya masuk ke dalam mobil. Begitu dia duduk, dia mencium aroma alkohol yang menyengat. Dia tertegun dan bertanya, "Apakah kamu habis minum?"

Rayn San menoleh dan menatap Berlian. Gadis muda yang menggunakan gaun biru tampak menawan, tetapi tampaknya ada sedikit kesedihan di kedalaman matanya. Rayn San menangkap kesedihan Berlian dari sorotan matanya. Dia tidak mengatakan apa-apa, hanya mengangguk sedikit.

"Iya, sedikit."

Berlian nyaris tidak tersenyum. Tentu saja dia telah minum banyak. Tapi dia tidak punya hak untuk melarang Rayn San sehingga dia memilih untuk diam saja.

Kevin menoleh dan tersenyum saat bertanya padanya, "Nona Berlian, kamu tinggal di mana?"

Berlian memberi alamat pada Kevin. Lalu dia memasuki alamat itu pada navigasi sebelum mengembudi.

Mobil iu diselimuti dengan keheningan, Berlian mengaitkan jarinya di atas pahanya dan menyandarkan kepalanya untuk melihat ke luar jendela. Mungkin itu karena aura pria di sampingnya terlalu kuat, tetapi Berlian merasa tertutup secara misterius. Seluruh tulang punggungnya menjadi kaku.

Rayn San mengangkat sudut bibirnya dan membuka pembicaraannya.

"Apakah kamu baru saja keluar dari Zein Vila?"

Berlian tercegang dan merespon, "Oh, iya."

Mengapa tiba-tiba kau ada di sini? Setauku kau tidak pernah datang ke sini?"

Berlian sudah menduga, jika Rayn San akan menyelidiki latar belakangnya. Jadi respon Berlian biasa saja. Dia terdiam sejenak sebelum berbicara. "Ada urusan pribadi yang belum aku selesaikan."

Urusan pribadi?

Rayn San mengangkat alisnya dan wajah yang tampan tampak tersenyum ringan. Dia mengetuk jarinya ke jendela mobil.

"Aku pikir kita adalah suami istri jadi aku berhak tau urusan pribadimu."

Rayn San mengatakan ini sambil tersenyum, dan jika yang mengatakan itu adalah orang lain, mereka akan mengira itu bercanda. Tapi Berlian tahu dia tidak bercanda. Meskipun bibirnya tersenyum, tetapi matanya serius, seolah-olah dia sedang diperingatkan untuk lebih baik jujur ​​pada dirinya dari pada membuat Rayn San menyelidikinya sendiri.

Berlian tersenyum tak berdaya dan dia tidak berani melawan, jadi dia harus mengatakan dengan jujur apa yang terjadi. Diam-diam menantikannya.

Lagi pula, namanya sudah tercetak jelas di buku nikah itu. Tentu saja Rayn San tidak akan membiarkan orang lain menganggu istrinya. Mungkin segera membalikkan mobil dan bergegas kembali ke rumah Zein untuk membantunya melampiaskan amarahnya!

"Jadi, kamu menangisi bajingan itu?"

Berlian Zein."???"

Berlian menghela nafasnya, sepertinya ada yang salah tangkap. Berlian tersenyum canggung dan berkata, "Tidak, aku tidak menangisinya! Siapa bilang aku menangisinya?"

Senyuman di bibir Rayn San menjadi sedikit mengejek.

Berlian mengerutkan bibir, merasa sedikit bersalah. Matanya mengembara sejenak, tapi akhirnya dia merendahkan suaranya dan bergumam, "Aku hanya tidak suka dengan cara mereka menjadikanku sebagai batu loncatan hubungan mereka."

Rayn San memandangi ekspresi tertekan di matanya dan merenung. "Jadi apa yang akan kamu lakukan?"

Rayn San tidak yakin, jika Berlian akan mengikuti permintaan keluarganya.

Benar saja, wanita yang sempat frustasi sedetik lalu langsung menunjukkan ekspresi masam.

"Aku punya ide. Jadi aku tidak akan memberitahumu, jangan sampai kamu membocorkan rahasia ini."

Rayn San mengaitkan bibirnya dan dia berhenti bertanya. "Baiklah, kalau begitu aku akan menunggu untuk melihat rencanamu yang brilian.

Mobil tersebut segera sampai di kediaman Berlian. Dia tinggal di sebuah apartemen di pusat kota. Kevin menepi mobil dan Berlian turun dari mobil. Dia melambaikan tangan kepada pria yang duduk di kursi belakang.

"Tuan San, terima kasih sudah mengantarkanku pulang. Selamat malam."

Rayn San berhenti merapikan lengan bajunya dan menatap Berlian. Dia mengoreksi ucapan Berlian dengan keras, "Kau itu Nyonya San jadi kau harus terbiasa mengunakan kata itu."

Berlian tertegun, wajahnya memerah. Dari sudut matanya, dia melirik ke kursi pengemudi dan menatap ke arah Kevin, yang tersenyum dengan senyum tipis.

Bersambung…