webnovel

BAB 1 Dipindahkan

Jakarta, SCB, Indonesia. 0.30 Dini Hari.

Disebuah gedung bertingkat, seorang pemuda sedang mengetik sesuatu di komputer kantornya, di sebelahnya ada tumpukan dokumen yang menggunung yang harus dia selesaikan hari ini juga. Dia adalah Andra, seorang pekerja kantoran biasa.

Karena tindakan rekan kontol kerjanya yang memilih resign dari pekerjaan, dia terpaksa mengambil lembur untuk menyelesaikan tugas yang sebenarnya bukan miliknya. Selain mengerjakan tugas kantornya, dia juga menyelinginya dengan menonton Anime agar tidak bosan. Andra sesekali melirik antara tugasnya dan Anime yang dia tonton.

" Temen Kontol, kenapa sih harus resign setelah Lebaran? Bukan masalah, hanya saja selesaikan dulu tugas - tugasnya BARU RESIGN KONTLO!!*BRAK*." gumam Andra kesal dengan temen kontolnya, saking kesalnya dia lalu menggebrak meja.

"Sshhh!." sebuah suara desissan terdengar, Andra sempat merinding ketika dia berbalik dia melihat bahwa ada rekan lain yang senasib dengannya.

"Maaf, aku lagi gak mood." Andra menggaruk kepalanya sambil meminta maaf dengan senyum canggung.

"...." Rekannya hanya diam menatap Andra dengan mata bosan dimana ada kantung mata yang tebal disana, lalu dia melanjutkan tugasnya tanpa memperhatikan Andra.

.....

5 jam kemudian. 5.30 pagi.

Butuh beberapa jam bagi Andra untuk menyelesaikan tugasnya, tapi sebelum pulang dia menyelesaikan Animenya yang dia tonton. Dia saat ini sedang menonton klimaks dari Anime Fate Stay Night dimana seorang Hero Wannabe dengan plot armor super, sedang berhadapan dengan karakter favoritnya Gilgamesh yang dikenal sebagai Raja Pahlawan, Raja tanah Uruk.

"Lah?! Kok mati bangsad! Kok kalah sama pahlawan Wannabe sih?! Wah.... kontol sekali plot armornya." Andra melihat bahwa karakter favoritnya mati ditusuk oleh dua belati oleh Emiya Shirou.

Setelah monolog omong kosong Emiya, dan Gilgamesh hanya tersenyum puas. Andra lalu mematikan HPnya dan mulai bersih - bersi, dia akhirnya bisa pulang dan beruntungnya dia mendapat cuti dua hari sebagai kompensasi bosnya.

"Ahh~ akhirnya bisa pulang! Untung Pak Johan pengertian, jarang punya atasan kek gini..." Gumam Andra setelah menguap karena mengantuk sambil memasukan barang - barang ke tasnya.

Tapi ketika dia dan beberapa karyawan lainnya yang lembur akan pulang, tiba - tiba mereka merasakan bahwa gedung agak goyang.

"Goyang? Cepat turun!!." Teriak salah seorang karyawan setelah merasakan ada yang tidak beres dengan gedung yang dia pijak, dimana dia sudah lari duluan.

Lalu dia diikuti oleh yang lain, termasuk Andra yang meninggalkan tasnya. Yah, dia selalu mengedepankan nyawa lebih utama dari barangnya.

Tapi naasnya, setelah teriakan karyawan tersebut, Gedung mulai runtuh dimana pondasinya tidak kuat lagi menahan goyangan dan guncangan.

(Andra : ck, pake Tisu Magic dong...)

(Author : *plak* )

(Andra : Aduh! kok nampar sih ashu?!.)

*Gemuruh* *Gemuruh*

Gedung mulai Rumbling dimana plafon mulai berjatuhan, pilar beton mulai retak. Andra melihat sekeliling dengan panik, dia mencoba yang terbaik keluar dari gedung ini secepat mungkin. Tapi dia tidak menyadari bahwa detik berikutnya, pondasi yang berada di basement dan lantai dasar sudah runtuh, lalu gedung mulai runtuh dengan cepat.

Andra dan beberapa karyawan yang melarikan diri tidak selamat dari musibah ini, tubuh mereka tertimpa beton dengan bobot beberapa ratus kilogram hingga ton.

.....

Tahun 1991,Di Inggris, sebuah manor kecil di Crawley, Sussex Barat, Inggris Raya.

Seorang bocah berusia 11 tahun dimana memiliki wajah tampan dan rambut pirang emas, membuka matanya tiba - tiba. Anehnya matanya tidak seperti orang normal lainnya, itu berwarna merah ruby. Dia adalah Gilgamesh Rostam Urukh, yang mempunyai nama yang aneh bagi orang lain.

"AAaaah!!! Hah hah hah huh? Dimana ini?!." Gil menjerit, lalu nafasnya memburu seperti baru saja lari sprint. Dia tiba - tiba menyadari sesuatu, ini tidak gedung yang runtuh melainkan kamar mewah yang biasanya dimiliki anak orang kaya.

"Hm! suaraku berubah, tanganku mengecil??. A- Aku bertransmigrasi?! tidak bercanda kan??." Ucap Gil terkejut lalu meraba - raba wajahnya.

Tidak lama berselang, otaknya tiba - tiba dihantam oleh gelombang memori yang membuat Gilgamesh mengerang kesakitan. Karena erangannya yang keras, sepertinya keluarganya mendengar jeritan kesakitannya.

Gilgamesh mendengar langkah kaki menuju kamar dia bangun, lalu pintu terbuka dan dua sosok menghampiri Gilgamesh dengan panik.

"Gil!." "Sayangku!." Teriak mereka bersamaan dengan panik.

Karena rasanya seperti ditabrak mobil, Gilgamesh yang tidak kuat menahan rasa sakit akhirnya pingsan.

....

[POV Gilgamesh]

Beberapa jam kemudian.

Setelah mengalami apa yang disebut transfer memori di novel fanfiksi atau isekaied, aku akhirnya bangun dari pingsanku. Aku merasa bahwa tubuhku kurang responsif sekarang, dimana aku hanya bisa menggerakan jemariku.

'Sial! rasanya seperti dihantam mobil!.' umpatku dalam pikiran, ketika aku membayangkannya lagi aku tiba - tiba merinding.

'Yah, mari kita susun dulu memoriku....' tambahku lalu memejamkan mata, aku lalu menyusun memori yang berantakan di kepalaku.

Ini sebenarnya susah - susah gampang, ini seperti kamu menyusun video klip acak yang sebenarnya masih berkaitan satu sama lain dan cobalah untuk menyusunnya menjadi rapi.

Aku lalu menonton memoriku dengan seksama dan mencoba memahami situasi tubuhku, aku terkejut bahwa nama tubuh ini bernama Gilgamesh Rostam Urukh dan aku dapat mencium bau - bau persia di namaku.

Aku menonton hingga selesai, lalu aku membuatnya dalam satu paket. Aku mengetahui bahwa aku bukan orang sembarangan, ayahku adalah seorang Majus Persia bernama Erhazed Rostam Urukh yang masih keturunan dari Raja Uruk Gilgamesh dan Ibuku adalah seorang setengah Veela dan masih kerabat dari Delacour atau lebih tepatnya sepupu dari Apolline Delacour yang masih menjadi bibiku, ibuku bernama Géraldine Favre Dieulafoy.

Ngomong - ngomong orang tuaku lulusan dari sekolah terbaik di Dunia Sihir, ayahku lulusan dari Durmstrang, Bulgaria dan ibuku lulusan dari Beauxbaton, Prancis. Itu menurut ingatan yang aku baca.

Selain itu, aku juga diajarkan oleh mereka berbagai mantra dasar seperti Occulmency dan Legilimency. Juga, bahwa keluargaku ini agak aneh dari keluarga penyihir yang lain.

Bagaimana tidak? keluargaku memilih untuk berbaur dengan manusia non sihir disini, bahkan rumah kami adalah rumah modern yang sama dengan yang dimiliki manusia non sihir.

Menurut ingatanku, ibu juga jarang menggunakan sihirnya, dia bahkan memasak dan menyapu layaknya manusia non sihir lainnya. Ayahku sendiri, dia sering menggunakan mobil atau angkutan umum jika pergi keluar rumah. Dan yang aku tahu bahwa keluargaku memiliki sebuah toko emas dan berlian.

Asal kalian tahu ya! toko berlian dan emas milik ayahku adalah yang teraman didunia! bagaimana tidak? toko emas dan berlian tersebut dipasangi perangkap magis yang akan mendeteksi orang yang berpikiran jahat, aku menduga bahwa itu adalah sebuah jimat yang ayah buat di Durmstrang untuk mengacaukan musuh.

Tentu saja itu sudah terverifikasi oleh Kementerian Sihir Inggris, dimana hanya keluargaku yang diperbolehkan menggunakan perangkap magis untuk menjaring penjahat non magis. Yah, asalakan tidak membunuhnya itu masih legal.

Setelah selesai menyusun ingatanku, aku membuka mataku dimana itu adalah kamarku lagi. Aku lalu merasakan bahwa tanganku digenggam sesuatu, aku kemudian menoleh dan melihat ibuku yang tertidur sambil menggenggam jemariku.

"Ibu?." Bisikku pelan, tapi sepertinya ibuku bisa mendengar suaraku.

Dengan panggilanku, ibu terbangun dan mendongak, aku bisa melihat bahwa matanya agak merah karena menangis. Dia lalu tersenyum lega kepadaku dan memeluk diriku yang masih lemah.

"Sayang.... Syukurlah kamu bangun!." Ucap ibu sambil bersyukur dengan logat prancisnya yang kental, dia menyebut Maria, Yesus, Allah, Odin, Zeus, Jupiter, Ahuramazda dan lain sebagainya.

"Ibu, cukup. kamu terlalu banyak menyebut dewa!*batuk*." Erangku tak berdaya lalu terbatuk karena tenggorokanku kering.

"Maaf, ini! Minumlah air." Ibu meminta maaf, lalu mengambil seteko air putih yang dia tuang ke gelas. Dia lalu menyuapiku perlahan.

"Terima kasih, ibu." aku dengan lemah mulai meminum air, dimana itu menyegarkan tenggorokanku. Rasanya seperti seminggu belum minum...

Next chapter