2 Kecelakaan Gina Stefani

Selamat Membaca

Sebelum pertemuan dengan Reynand, nasib Gina Stefani selalu di bully oleh Brendra dan kawan-kawan.

"Aku diam bukan berarti lemah. Aku diam karena ingin melihat orang bodoh sedang menunjukkan kebodohannya."

"Huhuhu ... udah ending? Gila, romantis banget!!!"

Pekikan tersebut meluncur bebas saat dirinya berhasil mencapai halaman terakhir. Ia mendekap novelnya bersampul pink itu dengan tersedu-sedu. Masih tak percaya sudah membaca sampai end.

Gina, Gina Stefani Alexander. Nama yang terukir cantik di nametag-nya. Gadis berkacamata itu mulai bersandar pada bangku, cukup pegal karena dari tadi hanya berkutat membaca novel. Berhubung sekarang jam istirahat.

"Hah ... gimana, ya, rasanya punya hidup kayak alur novel?" monolognya, mata menerawang ke langit-langit kelas. Lalu menghela napas. 

"Gak, gak mungkin. Itu cuma fiksi. Ayo, sadar!"

Tubuh Gina kembali tegap. Tidak ingin penyakit halunya kambuh, lebih baik ia membaca lagi buku novelnya yang berjudul 'I'm a Queen' tadi. Hanya pas ending. 

Anggap saja Gina gila karena baper sama tulisan. Memangnya siapa yang tidak tersentuh saat tokoh utama ditembak oleh tokoh pria di bawah kembang api saat malam hari? Terlebih, tokoh-tokohnya cakep semua.

Beda dengan Gina. Lusuh, jerawatan, min, dianggap dekil dan jarang mandi.

"Hai, cupu bau bawang!" 

Seseorang memanggilnya, Gina refleks menutup buku lalu menoleh. Sekitar tiga gadis bejat yang terbalut seragam ketat dan mini, mengerubunginya di meja. Siapa lagi kalau bukan para Ratu sekolah.

Brenda Barbara, Melly Shintia, Vera Nierra.

"Sendirian aja, nih. Kami boleh gabung nggak? Hahaha."

Sang ketua, alias Ratu di atas Ratu, Glenda mulai duduk di atas meja Gina. Menyeringai sambil merampas paksa novel milik gadis kacamata itu.

"B-Brenda! Itu punyaku!" sentak Gina, walau gemetar. Ia bangkit dengan tangan meremas rok.

"Terus? Gue juga tau kali buku murahan ini punya lo," balas Glenda malas.

"B-balikin!"

"Enteng banget minta balikin. Lo pikir lo siapa di sini, hah? Enak aja nyuruh-nyuruh." Glenda semakin menjadi. Gadis angkuh itu melempar novel Gina terhadap kawannya.

"Widihh, buku apaan, nih? Kuno kayak yang punya. Haha," hina Vera begitu menangkap novel tersebut. Dia lempar lagi tepat ke arah gadis berambut sebahu, Melly.

"Aneh banget selera si cupu. Judulnya apa, nih? I'm a Queen? Queen gembel maksudnya?" timpal Melly, tertawa remeh.

Kemudian Brenda mengambil balik novel tebal tersebut dari tangan Melly. Dia meneliti seksama benda itu diselingi kekehan jijik. Jika sudah di tangan mereka, apa boleh buat selain pasrah diolok sana-sini.

"Oh, jadi ini judulnya I'm a Queen?" tanya Brenda, detik berikutnya menjambak rambut ponytail Gina sampai si empu mendongak kesakitan. 

Brenda tersenyum sinis.

 "Udah mah culun, bau, miskin, sok-sokan baca buku beginian lagi. Mau menggeser posisi gue sebagai Queen of SMA Tunas?! Gitu?! Belum puas gue kasih tai ayam, hah?! Mau dikasih lagi?!"

"L-lepasin, Brenda ... s-sa-sakit .... " rintih Gina terisak amatir.

"Kalo sampe gue liat buku ini masih di tangan lo, besok lo pulang tinggal nama!" ancam Brenda, melotot. Gina hanya mengangguk pasrah.

Barulah Brenda menghempaskan kasar rambut Gina, hingga gadis itu ambruk ke lantai dan kacamatanya terpental jauh. Terdengar tawa merendahkan dari tiga Ratu sekolah itu, menonton Gina yang meraba-raba lantai mencari kacamatanya.

Brenda turun dari meja, menjatuhkan buku novel tadi ke keramik, lalu diinjak sampai kotor. Sambil tertawa puas.

"Yuk, guys. Capcus! Gue udah kenyang dapet asupan enak. Hahaha."

Selepas ketiganya hilang dari pandangan Gina, gadis itu lekas berdiri usai menemukan kacamata. Tak lupa memungut novelnya yang sudah mirip barang bekas. Padahal ini novel pertama satu-satunya yang membuat Gina lupa dunia nyata.

Andai saja Gina seperti Cherry, si tokoh utama dalam novel I'm a Queen, pasti sekarang Brenda bertekuk lutut di depannya.

"Dasar cabe-cabean! Jahat!"

***

"Minggir, dekil!"

"Ah, ma-maaf!" Gina membungkuk takut, kemudian menyingkir tanpa keberanian.

Sedangkan Yuta, gadis yang barusan mendorong Gina karena menghalangi jalan, berdecak malas dihiasi tatapan jengkel. Berjalan lurus entah ke mana.

Ngomong-ngomong, bel pulang sudah berkumandang dua menit lalu. Lalu lalang siswa-siswi berhamburan keluar hingga akhirnya parkiran dan halaman depan ramai. Gina yang saat ini berdiri menunggu angkot di depan gerbang, malah menjadi objek senggolan dari orang-orang.

Selagi menunggu angkot datang, ia menyibukkan diri dengan membaca ulang novel favoritnya. Saking tak bisa move on dari cerita romance itu.

"Cieee, nunggu siapa di sini? Nunggu ayang, ya? Hahaha."

Terjadi lagi, suara Brenda mendadak muncul. Gina terpaksa menutup bukunya, mendongak kesal saat sosok sexy Brenda tepat di hadapannya. Dengan cengiran jail. 

Gina mendengus, mana mungkin ia mengusir Brenda. Sama saja menantang maut. Lagi pula, siapa yang berani melawan Ratu sekolah tercantik dan fenomenal. 

Brenda itu terkenal antagonis sesungguhnya. Pembully, Ratu sekolah paling bejat, sering menindas yang lebih lemah. Terutama pada Gina Stefani, gadis lusuh berkacamata, jerawatan, jelek, yang suka baca novel.Kenapa Brenda selalu membully Gina? Dimanakah hati nuraninya?

"Tunggu, lo masih nyimpen buku itu?!" bentak Brenda, menunjuk novel di tangan Gina. 

"Bukannya tadi gue udah bilang buat jangan sampe masih lo bawa?! Kenapa gak nurut?!"

"I-ini novel aku satu-satunya, aku nggak mungkin buang novel ini .... "

"Halah, bullshit! Biar gue yang buang!" Brenda mengambil paksa novel Gina lalu berlari ke tengah jalan.

"B- Brendra! Jangan! Jangan dibuang!!!"

Tentu orang di sekitar menyaksikan, sebagian ada yang merekam ketika Gina berlari tertatih-tatih menyusul Brenda yang lari-lari di jalanan. Sembari mengangkat sebuah novel pink yang tampak rusak.

"Wlee! Ambil kalo bisa! Hahaha!"

"B-Brenda!!! Tolong, jangan dibuang! A-aku mau novel itu!" Gina semakin menangis histeris.

Tawa Brenda mengeras.

 "Hahaha! Cemen banget jadi cewek! Gini doang kok nangis. Sini ambil!"

"Berhenti, Brenda!"

"Kalo gue gak mau berhenti gimana? Ayo ambil, cupu! Hahaha!"

"Brendra awas!!!" Kini giliran Vera dan Melly yang tiba-tiba berteriak, mereka penonton di trotoar sana.

"Apaan, sih? Ngapa pada ribut," gumam Brendamengernyit. Semua orang terlihat bersorak.

Tin..

Tin..

Langkah Brendra berhenti tepat di tengah jalan, begitu juga dengan Gina yang mematung di dekatnya. Kedua gadis itu saling pandang, sontak menengok ke samping kanan yang di mana asal suara klakson tadi.

"Brakkk!"

"Brenda!!!"

Samar-samar orang meneriaki namanya, sesaat setelah tubuh Brendra maupun Gina tertabrak angkot yang ugal-ugalan. Keduanya terbanting keras sampai menubruk tiang listrik. 

Brenda sudah tak sadarkan diri dengan kondisi tengkurap berlumuran darah pekat. Sementara Gina, terlentang dengan mata berkunang-kunang. Kepalanya serasa pecah dan cairan merah berserakan.

"T-tolong .... "

'Aku nggak mau mati.'

Bersambung

avataravatar
Next chapter