3 Malam Pertama

Allail menatap wajah Lascrea yang menggigil ketakutan, dia memerhatikannya dari atas hingga ke bawah dengan seksama kemudian dia tersenyum.

"Hup!" Allail menggendong Lascrea dengan perlahan, kala itu wajah Lascrea merona melihat perlakuan pria yang dianggapnya iblis kejam itu berubah menjadi lembut seperti sedang memegang cangkang telur yang dapat pecah kapan saja.

Lascrea menatap wajah Allail dengan instens, tanpa berkedip sekali pun. Namun semua itu hanyalah ilusi semata, saat telah sampai di atas kasurnya, segeralah Allail melempar tubuh wanita yang sedaritadi dia gendong dengan penuh kelembutan dengan sangat kasar.

Buukkk...

"Awww." Lascrea merasakan sakit di tulang ekornya yang langsung bertabrakan dengan tempat tidur kayu kuno ala zaman dahulu itu. Saat Lascrea tengah meringis kesakitan, pria di depannya itu telah selesai melepaskan baju pernikahannya dan menunjukan tubuh sempurnanya.

"Kyaaa! Apa yang kau lakukan?" Lascrea sangat terkejut melihat Allail telah melepaskan busana bagian atasnya dengan sempurna.

"Mau buat apa lagi? Tentu saja menikmati malam pernikahan dengan istriku ini," kata Allail menyermik sambil meremas dagu Lascrea.

"Lepaskan aku!" Lascrea mencoba melarikan diri dari hadapan Allail namun ditahan oleh Allail dalam sekejap.

"Kamu tidak akan bisa lari dari kamar ini, kamu tidak akan pernah bisa lari dari genggamanku, Amone," ucap Allail yang kemdian mencium Lascrea dengan paksa.

Tak tinggal diam, Lascrea yang dipaksa itu pun menggigit bibir Allail hingga sobek. "Aku bukan Amone, aku tidak peduli siapa itu Amone, lepaskan aku!"

"Amone, kamu jangan macam-macam denganku, aku tidak akan pernah tertipu kata-katamu lagi, sebaiknya kamu diam saja dan penuhi kewajibanmu!"

Setelah itu, Allail pun memaksa Lascrea yang sama sekali tidak ingat akan kehidupan sebelumnya itu untuk melayaninya, dengan kasar dia merebut hal pertama dari Lascrea dengan sadis dan penuh rasa sakit, rasa sakit yang belum pernah dirasakan oleh Lascrea sebelumnya seumur hidupnya. Lascrea hanya bisa menangis diperlakukan seperti sampah di hadapan pria yang emosinya terus berubah itu, kadang dia tersenyum, kadang dia marah, semuanya tak bisa diprediksi.

Perlahan Allail pun mengecup sudut mata Lascrea yang masih saja mengeluarkan air matanya dan sudah sangat merah itu, dia mengecup lembut, seperti penuh akan cinta. "Jangan menangis, Amone! Semuanya akan segera berakhir,"

"Kalau benar kau membenciku, kenapa kau menatapku dengan ekspresi seperti itu?" Lascrea bertanya dalam hati kecilnya sambil menatap wajah Allail dan terus menghujaninya dengan kecupan-kecupan kecil hingga rasa sakit yang dia rasakan tidak terlalu terasa lagi.

***

Beberapa saat kemudian Lascrea pun terbangun dari tidurnya.

"Apa yang terjadi? Apa aku pingsan? Shhh," ucap Lascrea saat melihat kamar yang ditempatinya itu telah kosong dan yang tersisa hanyalah dirinya sendiri tanpa busana.

"Aduh pingangku, sakit sekali!" Lascrea mengusap pinggangnya yang terasa sangat sakit seperti dipukuli hingga memar.

Lascrea pun menatap sekitarnya dan mencari di mana ada air minum, tiba-tiba.

Tok, tok!

"Ratu, kami diperintahkan Raja untuk mengurus segala keperluan Ratu," ucap dua orang dayang perempuan yang tengah menanti izin agar dapat memasuki ruangan yang ditempati Lascrea itu.

"Ah? Oh iya silahkan masuk," ucap Lascrea mengizinkan pada mereka berdua, Lascrea sebenarnya tak ingin berkontakan dengan suatu apa pun yang berhubungan dengan Allail, tapi dia benar-benar tak dapat bergerak, bahkan menggerakkan sehelai jari pun rasanya sangat susah.

Setelah diberikan izin, mereka berdua pun masuk ke dalam dengan membawa air hangat, handuk dan pakaian ganti yang terlihat sangat kuno, seperti pakaian dalam dongeng zaman dahulu.

"Ratu, mulai sekarang kami yang akan memenuhi segala keperluan Ratu. Makan, minum, mandi, jalan-jalan, semuanya kami yang akan membantu Ratu," jelas mereka berdua pada Lascrea sambil terus mengelap badan Lascrea perlahan dengan air hangat yang mereka bawa itu.

"Permisi, aku ingin bertanya, apakah kalian ini.... han-tu?" tanya Lascrea sambil menatap tajam pada kaki para dayang itu yang sama sekali tidak menyentuh lantai.

"Kami bisa dibilang hantu, bisa juga tidak. Kami adalah roh yang telah diselamatkan oleh Raja Allail saat dilemparkan ke dalam neraka. Ratu adalah wanita yang sangat beruntung dapat menjadi istri Raja Allail, dia bahkan belum pernah menikah sampai sekarang, dan dia juga tidak pernah menjalin hubungan dengan wanita manapun selama seribu tahun lamanya karen-"

"Hussh!" Dayang yang satunya lagi segera memukul tangan dayang satunya, seperti ingin mengisyaratkan bahwa jangan katakan itu pada Lascrea.

"Ada apa? Karena apa?" Lascrea bingung karena mereka tak melanjutkan cerita mereka lagi dan hanya saling menatap satu sama lain.

"Maaf Ratu, kami undur diri dulu. Selamat beristirahat, Yang mulia." Kedua dayang itu pun segera pergi keluar dari kamar Lascrea setelah selesai memakaikan baju pada Lascrea yang entah dia juga tidak tahu bagaimana mereka bisa memakaikannya baju itu tanpa dia rasakan sedikitpun.

"Yausdahlah, aduh!" Lascrea menepuk jidatnya karena dia lupa menanyakan di mana air minum pada kedua dayang itu.

Tak lama kemudian, Allail pun masuk kembali ke kamar Lascrea bak pangeran, kulit sawo matangnya yang berkilau tanpa ada noda sedikitpun, rambut panjang yang diikat seperti pendekar dalam film-film aksi, dan baju yang membuktikan bahwa dia adalah raja dengan tanda teratai merah di jidatnya.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Allail sambil duduk di pinggiran tempat tidur.

"Aku.. baik," jawab Lascrea melihat ke arah lain, dia tiba-tiba saja menjadi malu karena memikirkan hal yang telah mereka lakukan semalam.

Allail tersenyum, "bagaimana kalau aku memeriksanya?" Allail berusaha menggapai tubuh Lascrea dan mendekatkannya pada tubuhnya.

"Lepaskan aku!" teriak Lascrea dengan wajah yang pucat dan tangan yang gemetaran.

"Maafkan aku, Amone!" Allail tiba-tiba saja meminta maaf dan memeluk erat tubuh Lascrea sambil memejamkan matanya seperti orang yang menyesal.

"Kenapa kamu meminta maaf? Apa lagi rencanamu kali ini?" bentak Lascrea sambil menjauhkan tubuh Allail yang tengah mendekap erat tubuhnya itu.

"Amon-"

Plakk...

Lascrea yang sudah tidak tahan dipanggil Amone, Amone, dan Amone itu tanpa sadar langsung menampar dengan keras wajah tampan Allail hingga dia memegang pipinya.

"Sama sekali tidak sakit, kau mau memukulku berapa kali pun tidak akan terasa sakit, karena aku sangat membencimu," ucap Allail sambil tangannya mulai menjambak rambut Lascrea lagi seperti saat mereka pertama bertemu.

"Sebenarnya apa maumu? Pertama kau jahat, terus kau berubah menjadi orang yang hangat, sekarang kau berubah lagi. Apa maumu? Siapa kamu sebenarnya? Siapa aku? Kenapa aku harus berurusan denga pria yang bahkan aku tidak tahu hudup atau mati, hah!" Lascrea melepaskan segala emosi dalam hatinya dalam sekali ucapan yang kemudian makin membuat Allail murka akan kelakuannya itu.

"Kau tidak akan pernah tahu, hatimu ini, hati busukmu yang mengkhianati orang ini tidak akan pernah tahu!" Tujuk Allail tepat diatas jantung Lascrea dengan wajah yang kelihatan seperti sangat terluka, tiba-tiba saja mata Lascrea berubah menjadi seperti saat seribu tahun yang lalu. Sontak Lascrea menyentuh pipi Allail dengan lembut, rasa hangat menyelimuti tangan Lascrea saat bersentuhan dengan kulit Allail, Allail pun terlena dalam sentuhan Lascrea yang tengah berubah itu.

"Allail, ini aku Amone," ucap Lascrea dengan wajah sedih yang memilukan.

"Amon, tunggu-" belum sempat Allail berbicara lebih banyak, mata Lascrea pun berubah kembali menjadi mata manusia biasa.

"Amone? Amone?" Allail mengguncang-guncangkan tubuh Lascrea dengan kencang.

"Lepaskan aku!" bentak Lascrea dengan pandangan yang sangat jauh berbeda dengan Amon saat memandangnya barusan.

"Kau... kau bukan dia," ucap Allail menggelangkan kepalanya.

Sontak Allail melepaskan tubuh Lascrea yang didekapnya kemudian berjalan keluar meninggalkannya sambil membanting pintu kamar itu.

Bersambung...

avataravatar
Next chapter