3 The Wedding

Hari yang tidak diinginkan oleh Ashila puk akhirnya tiba. Sekarang wanita cantik itu dengan di makeup oleh seseorang penata rias. Kedua temannya, Vita dan Jessie. Mendampingi Ashila selama proses makeup itu berlangsung.

Kedua wanita cantik itu pun langsung menangis ketika Ashila menceritakan tentang pernikahan rahasianya dengan Rivaldo, terutama ketika mereka mengetahui tujuan dari pernikahan itu. Mereka sama-sama tidak menyangka bahwa CEO ditempat mereka bekerja ternyata sangat tega melakukan hal menyedihkan itu kepada temannya.

Sebelum pernikahan harusnya mereka menikmati pesta lajang, bersenang-senang dengan sahabat dekat sebelum keesokan harinya akan menyandang predikat sebagai istri orang. Namun mereka bertiga justru malah menangis semalaman, saling berpelukan erat, tak ingin melepaskan Ashila yang begitu baik menikah dengan Rivaldo dan hanya berstatus istri rahasia bos nya itu.

"Nah sudah selesai, Nyonya." ucap sang penata rias begitu hasil kerjanya sudah selesai. Ashila menatap dirinya didepan cermin. Riasan sederhana yang semakin memancarkan kecantikannya, gaun pengantin yang dipilihkan Rivaldo memang sangat pas di tubuhnya, harganya jangan ditanya. Sangat fantastis! Bahkan lebih mahal dari gaji 5 bulan Ashila bekerja sebagai sekretaris CEO.

Namun ia sama sekali tidak terkesan dengan semua itu, untuk apa makeup cantik dan gaun pengantin yang mahal, tetapi bukan pernikahan impian yang dijalani.

"Ashila ..." Vita dan Jessie memeluk erat sahabatnya, dua wanita cantik itu malah tidak henti-hentinya menangis sedari tadi.

"Kau harusnya menikah dengan Johnny saja." ucap Vita dengan air mata yang masih berlinang.

"Kau sangat cantik, Shila. Sayangnya kau menikah dengan pria yang tidak kau cintai. Kita berdua akan selalu ada jika kau membutuhkan kami." Jessie menghapus air mata yang membasahi pipinya.

"Sudah jangan menangis lagi, kalian harus tersenyum dihari pernikahanku." Ashila mencoba tersenyum walaupun sangat menyakitkan, senyum yang terasa semakin getir.

Tiga wanita cantik itu kembali berpelukan erat sebelum akhirnya Ashila dibawa oleh ayahnya karena prosesi pernikahan akan segera dilangsungkan.

Sebuah acara pernikahan yang sangat private, hanya dihadiri oleh keluarga Ashila, Vita dan Jessie saja. Tidak ada pesta mewah dan meriah, tidak ada tamu-tamu yang memberikan ucapan selamat dan tidak ada dekorasi indah seperti pernikahan pada umumnya.

Pernikahan mereka pun diselenggarakan di gereja kecil di pinggiran kota Jakarta. Sangat jauh dari kediaman Rivaldo dan gedung perkantoran Juniar Corp.

"Apakah kau Rivaldo Januar, bersedia menerima Ashila Aruna sebagai istrimu. Mencintainya, dan menjaganya pada waktu senang maupun susah, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai sampai maut memisahkan kalian?" ucap sang pendeta kepada Rivaldo.

"Ya, saya bersedia." Rivaldo menjawab dengan suara tegasnya.

"Apakah kau Ashila Aruna, bersedia menerima Rivaldo Januar sebagai suamimu. Mencintainya, dan menjaganya pada waktu senang maupun susah, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai sampai maut memisahkan kalian?" ucap sang pendeta kepada Ashila.

"Ya ... saya ... saya bersedia." jawab Ashila dengan hati yang perih, wanita cantik itu langsung menghela nafasnya yang terasa berat. Dan air mata yang kembali menetes begitu saja.

"Selamat. Kalian berdua sudah resmi menjadi sepasang suami istri, kini kalian sudah boleh berciuman." ucap sang pendeta kemudian.

Ashila dapat merasakan tubuh Rivaldo semakin mendekat ke arahnya, lalu tangan pria Januar itu memeluk pinggang ramping Ashila. Rivaldo semakin semakin mendekat ke arah Ashila untuk mencium wanita cantik yang sudah sah menjadi istrinya itu. Namun Ashila langsung menghindari ciuman Rivaldo ketika bibir pria Januar itu hampir menempel pada bibirnya, ia masih tak rela melepaskan ciuman pertamanya kepada seseorang yang tak ia cintai

"Ashila Januar."  bisik Rivaldo ketika istrinya menolak ciuman pernikahannya.

Dan akhirnya, dengan berat hati Ashila menerima ciuman bibir Rivaldo, hanya beberapa detik saja dua belah bibir itu saling menempel, karena setelah itu Ashila langsung buru-buru melepaskannya.

***

Upacara pernikahan yang dilaksanakan pada sore hari itu akhirnya selesai. Rivaldo membawa istri kecilnya itu menuju sebuah apartemen mewah miliknya, dan mulai sekarang Ashila akan tinggal di sana.

"Kita dimana, Pak?" tanya Ashila pada akhirnya, sedari tadi wanita cantik itu hanya diam menutup mulutnya.

"Shila ... tolong jangan memanggilku dengan sebutan, Pak, ketika kita sedang berduaan seperti ini."

"Lalu, saya harus memanggil Bapak, apa?"

"Panggil aku dengan namaku, aku hanya bos mu ketika di kantor. Namun ketika sedang berdua saja, aku adalah suamimu." ujar Rivaldo menatap mata Ashila.

Apa tadi katanya? Suami? Bahkan Ashila masih sangat asing dengan kata itu.

"Kau akan tinggal di sini mulai sekarang." ucap Rivaldo tersenyum lembut. Mereka berdua memasuki sebuah apartemen yang sangat mewah dan luas, interiornya sangat modern dan berkelas.

"Ngomong-ngomong, di mana istri pertamamu tinggal?" sebenarnya Ashila tak ingin menanyakan hal tersebut. Namun otaknya dipenuhi banyak pertanyaan tentang Rivaldo dan bagaimana rumah tangga pria Januar itu dengan istri pertamanya, maka Ashila pun memberanikan diri untuk bertanya.

"Dia tinggal di Mansion utama, kapan-kapan kau harus kesana untuk berkunjung, Luna mengatakan dia sangat ingin bertemu denganmu. Dia sangat senang ketika mengetahui bahwa yang menjadi istriku adalah sekretarisku." ucap Rivaldo, dan Ashila hanya menanggapinya dengan senyum meremehkan.

"Ini kamarmu, hmm ... maksudku kamar kita." Rivaldo membuka pintu berwarna putih, menunjukkan kepada Ashila sebuah kamar luas dengan sebuah ranjang ukuran king size.

"Baiklah, aku akan beristirahat dahulu, badanku lelah." ucap Ashila melangkahkan kakinya memasuki kamar besar itu.

"Ashila, besok kau masuk kerja seperti biasa. Namun aku mempunyai permintaan padamu."

"Permintaan apa?"

"Ketika di kantor, jadilah sekretarisku seperti biasanya, jangan sampai ada satu orangpun tau bahwa kita sudah menikah. Kau mengerti, 'kan?"

Ucapan Rivaldo lagi-lagi menyadarkan tentang statusnya, Ashila harus selalu ingat bahwa ia hanyalah istri rahasia Rivaldo, tak boleh ada orang lain yang tau. Bahkan mereka harus menyembunyikan pernikahan dari para staf dan karyawan kantor.

Ashila hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Baik. Aku selalu ingat, bahwa aku hanyalah is-tri ra-ha-sia-mu." ucap Ashila menekankan kata-kata diakhirnya.

"Namun tolong jangan ganggu aku jika ada laki-laki lain yang mendekatiku." ucapan Ashila sontak membuat Rivaldo langsung menggenggam kedua bahunya.

"Tidak bisa seperti itu, Shila. Bagaimana pun kau adalah istriku. Tidak boleh ada pria lain yang mendekatimu."

"Kenapa seperti itu, Rivaldo? Para laki-laki di perusahaanmu tak ada yang tau kan kalau kita sudah menikah, mereka hanya tau kalau aku masih wanita single yang tak memiliki pacar." entah keberanian dari mana. Namun Ashila mengatakannya dengan suara yang tegas.

"Jangan macam-macam, Ashila Januar! Atau aku akan memecat para pria sialan yang mencoba mendekatimu." Rivaldo menaikkan oktaf suaranya, cengkraman tangan pada bahu Ashila semakin menguat.

"Jangan egois, Rivaldo Januar! Kau saja punya istri lain, lalu mengapa aku tidak?!"

"Ashila Januar!" suara Rivaldo semakin meninggi mendengar setiap kalimat yang diucapkan Ashila.

"Apa?! Kau keberatan? Kalau begitu ceraikan saja aku, gampang 'kan?"

"Terserah kau saja, aku akan keluar sebentar. Kau bersiaplah karena aku akan menjadikanmu istriku seutuhnya malam ini." ucap Rivaldo melepas cengkraman tangannya, pira tampan itu melangkah keluar dari apartemen.

Setelah Rivaldo pergi, Ashila langsung mendudukkan dirinya di sisi ranjang. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannyaㅡ mulai menangis sekencang-kencangnya, meluapkan segala sesak yang selama ini ia pendam.

Pernikahan yang tak pernah Ashila inginkan akhirnya harus ia rasakan.

***

Rivaldo mengendarai mobilnya dengan kecepatan yang tinggi, suasana hatinya tidak sedang baik-baik saja. Rivaldo tak menyangka bahwa Ashila sudah mulai berani kepadanya.

Mobil berwarna hitam mengkilap itu memasuki halaman luas Mansionya, ia bermaksud untuk menemui Luna, karena Rivaldo sudah meninggalkan istri pertamanya itu dari pagi.

Langkahnya tergesa menuju kamar Luna, dengan perlahan tangan Rivaldo memutar gagang pintu. Dilihatnya sang istri sudah tertidur pulas, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, Luna biasanya sudah tidur di jam delapan malam.

Rivaldo duduk di sebelah istrinya, mengusap lembut rambut sang istri yang semakin tipis karena efek dari kemoteraphi, kemudian ia kecup lama dahi istrinya.

Tiba-tiba saja Luna terbangun saat merasakan kecupan bibir Rivaldo pada dahinya, wanita berwajah kelinci itu membuka matanya perlahan.

"Engh? Rivaldo?" ucap Luna dengan suara serak khas bangun tidur, ia sangat heran mengapa Rivaldo ada di dalam kamarnya? Seharusnya pria tampan itu sedang menikmati malam pertama dengan Ashila.

"Maafkan aku membangunkanmu." Rivaldo tersenyum lembut.

"Kenapa kau ke sini? Harusnya kau sedang bersama, Ashila."

Tentu saja Lunaㅡ istri pertama dari Rivaldo itu tau bahwa suaminya ini sudah menikah dengan sekretarisnya. Itu adalah saran darinya, ia tidak bisa memberikan keturunan bagi Rivaldo sebagai penerus untuk perusahaan kelak. Dan sang kakek terus menerus menanyakan hal itu.

Luna tau bahwa dirinya tidak akan bisa mempunyai anak, penyakit kanker yang dideritanya menyebabkan ia tidak bisa mempunyai keturunan. Akhirnya Luna memberikan saran agar suaminya menikah lagi dengan perempuan lain. Dan perempuan itu adalah pilihan Luna, sekretaris suaminya di kantor, Ashila Aruna. Atau bahkan sekarang sudah bisa dipanggil Ashila Januar.

"Aku ingin bertemu denganmu sebentar, aku merindukanmu." Rivaldo kembali mengusap rambut Luna.

"Bagaimana upacara pernikahan kalian? Berjalan lancar?" sebuah senyuman terukir di wajah Luna.

"Ya, semua berjalan lancar. Ashila juga sudah pindah ke apartemen yang baru."

"Syukurlah, aku sangat senang mendengarnya. Kapan-kapan jangan lupa ajak Ashila kemari, aku sangat ingin bertemu dengannya."

"Kau tidurlah kembali, biar aku temani sampai kau tertidur." Rivaldo kembali mengecup kening Luna, dan tak lama kemudian wanita berwajah kelinci itu pun kembali memasuki alam mimpinya.

avataravatar
Next chapter