webnovel

Before The Dawn

Apa jadinya jika seorang penyidik kepolisian, mendapat telepon dari pria misterius yang memberitahukan tentang kasus pembunuhan yang sedang berlangsung? Hal seperti itulah yang menimpa Arvin Theodore. Seorang penyidik kepolisian nomor satu di unitnya. Entah membawa tujuan apa, seorang pria misterius memberitahukan secara langsung mengenai kasus pembunuhan yang sedang atau akan terjadi. Di satu sisi memang terlihat menguntungkan, tapi di sisi lainnya justru mengundang banyak tanda tanya. Hingga pada akhirnya, melibatkan Arvin dengan pembunuhan berantai yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki julukan The Dawn. Pemburuan sebulan tiga mayat pada tanggal-tanggal tertentu, sudah menjadi ciri khas pembunuh yang satu ini. Dia mengeksekusi korban secara brutal. Pun meninggalkan tanda seolah memberi pesan peringatan. Dalam proses penyelidikan yang Arvin dan rekan-rekannya lakukan, justru menggiring mereka pada kelompok bernama Black Alpha. Sebuah kelompok kejahatan bawah tanah yang ternyata memiliki benang merah dengan apa yang terjadi enam belas tahun silam. Tragedi yang coba Arvin lupakan selama ini, justru kembali menghantuinya. --- Author Note: Cerita ini hanya fiksi. Jika terdapat kesamaan nama tokoh, pangkat, latar tempat dan kejadian/kasus. Itu murni atas ketidaksengajaan penulis. Pun penulis tidak memiliki tujuan tertentu atau hubungannya dengan pekerjaan dari instansi terkait.

Rryuna · Horror
Not enough ratings
248 Chs

Bab 27: Kecurigaan Kino

Kanit Iva duduk di kursinya dengan santai. Tangan kanannya memainkan pulpen yang tadi dia gunakan untuk mencatat setiap keterangan yang dua anak buahnya katakan. Tatapannya tiba-tiba menerawang jauh. Mengabaikan Kino dan  Kyra yang masih setia berdiri di depan meja kerjanya.

Kedua penyidik itu menunduk. Sesekali saling sikut sampai membuat salah satunya meringis kesakitan. Apa yang baru saja mereka katakan pada Kanit Iva adalah, mengenai telepon misterius yang Arvin dapatkan.

Sama halnya dengan Arvin, Kyra merasa sangat tidak setuju dengan keputusan Kasat Reskrim yang mengabaikan hal itu begitu saja. Begitu juga dengan Kino. Dia mengutarakan sesuatu yang sedikit berbeda.

Pada awalnya mereka begitu percaya diri dengan apa yang ingin mereka utarakan itu. Namun, reaksi yang Kanit Iva berikan sangat jauh dari harapan mereka. Wanita dengan rambut sebahu itu memarahi mereka. Mengatakan untuk tidak membahas kasus yang sudah lalu.

Bukannya apa, reaksi yang dia berikan semata-mata adalah bentuk dari kekecewaannya pada Kasat Reskrim. Ketika kasus kedua muncul, dia tampak sangat mendukung Unit II untuk memecahkan kasus itu.

Namun seiring berjalannya proses penyelidikan, dia berpaling muka pada Unit I. Tanpa mempertimbangkan jika Unit-nya yang lebih dahulu menangani kasus yang menggemparkan itu.

Meski tetap mendapat kesempatan untuk memecahkan kasus, tapi sikap Kasat Reskrim jelas lebih memihak Unit I. Membuat Kanit Iva ingin murka rasanya. Pun dia tidak puas dengan hasil penyelidikan yang dilakukan oleh unit itu. Masih banyak celah.

Dia tidak bisa mengabaikan hal sekecil apa pun. Dari sudut pandang Kanit Iva, begitu banyak kejanggalan yang dia temukan dari semua kasus yang ada. Bukti satu biasanya mengarah pada bukti lain. Begitu pun dengan sebuah fakta yang bisa dengan mudah dimanipulasi. Untuk Kanit Iva sendiri, dia merasa bukan Trisna pelakunya. Pun tidak setuju jika itu adalah Daryo.

Dari beberapa info yang Kino berikan, Kanit Iva justru semakin curiga pada pria misterius yang pernah Daryo singgung. Entah itu di kasus pencemaran nama baik, maupun di kasus pembunuhan yang baru berlalu itu.

Mira pun menyinggung hal serupa. Hal ini lebih patut didalami. Daripada diabaikan begitu saja. Karena bagaimana pun, bisa saja dua orang itu hanya dijadikan kambing hitam.

Meski kasus sudah dinyatakan berakhir, tapi Kanit Iva sama sekali tidak peduli. Dia meminta Kyra dan Kino untuk pergi menemui Mira dan menanyakan beberapa hal. Namun, yang keduanya dapati ialah perkelahian antar dua kelompok yang sangat tidak seimbang.

Meski Kino mendapat nomor pelat dari salah satu mobil yang dia kejar, tapi hasil penyelidikan masih belum membuahkan hasil. Kendaraan beroda empat itu beberapa kali terekam kamera pengawas, lalu lenyap begitu saja. Petugas yang berpatroli di jalan raya tengah menelusuri kendaraan itu di tempat terakhir kamera merekam jejaknya.

"Kenapa kalian masih di sini?"

Kanit Iva yang sudah tersadar dari lamunannya, menatap kedua penyidik itu dengan datar.

Kyra dan Kino yang sudah gugup sejak tadi, justru semakin dibuat gugup dengan sifat yang Kanit Iva tunjukkan. Keduanya saling menatap satu sama lain. Bahkan Kyra sendiri sampai melotot ke arah pria itu.

"Ka-kami akan pergi ke lokasi terakhir dari kendaraan itu dan melanjutkan penyelidikan." Kino berucap dengan sedikit terbata.

Brakk!

"Itu yang seharusnya kalian lakukan sejak tadi!"

Kanit Iva menggebrak meja kerjanya, dan dengan suara lantang dia memarahi kedua anak buahnya itu. Sebelah tangannya dia gunakan untuk memijat kepalanya yang mulai terasa pening. Kenapa dia mendapat anak buah seceroboh Kyra dan Kino?

Terkejut dengan apa yang Kanit Iva perbuat, kedua penyidik itu secara refleks berlari keluar ruangan. Mereka bahkan sampai tidak ingat untuk memberi hormat pada Ketua Unitnya itu.

Kanit Iva memang selalu bersikap demikian jika sudah mulai merasa stres dengan keadaan. Meski begitu, wanita itu belum pernah kehilangan kendali atas dirinya.

"Kenapa kita memiliki Kanit segalak itu?" Kino bergumam.

Sesampainya di tempat parkir, mereka langsung masuk ke dalam mobil. Kali ini giliran Kino yang mengemudi. Biasanya kedua penyidik itu akan berebut untuk duduk di kursi kemudi, tapi saat ini perselisihan itu sedang tidak berlaku. Kino melajukan kendaraan dengan kecepatan normal. Sementara Kyra sudah mulai sibuk dengan tab di tangannya.

Sepanjang perjalanan, Kino terus mempertanyakan sifat Kanit Iva. Terkadang dia bisa begitu menyeramkan, tapi tidak jarang juga sangat lembut. Desas-desus yang mengatakan jika dia adalah ketua unit paling galak, justru membuat pria itu semakin penasaran. Terlebih lagi, tidak sedikit yang mengatakan jika perubahan pada sifat Kanit Iva didasari oleh pertikaian di masa lalu dengan Kanit Gerdian.

Tidak ada yang menjelaskan pertikaian apa itu, yang nyatanya terlihat begitu fatal sampai membuat sifat seseorang berubah. Hal itu membuat Kino penasaran, dan curiga tentu saja.

Dia memang seperti itu. Selalu ingin tahu. Tidak peduli meski itu menyangkut kehidupan seseorang.

"Apa Kanit Gerdian juga galak seperti Kanit Iva?" Tiba-tiba pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Kino.

Kyra yang sedari tadi fokus pada tablet miliknya, mulai mengalihkan fokus. Kedua manik matanya menatap Kino dengan curiga. Tidak seperti biasanya pria itu menanyakan sesuatu yang melenceng jauh dari kasus yang sedang di selidiki.

Sebelah telapak tangan Kyra terulur menuju dahi Kino. Dia mengecek suhu tubuh pria itu. Begitu juga dengan suhu tubuhnya, yang menurutnya terasa normal.

"Suhu tubuhmu tidak panas. Tapi ada apa dengan pertanyaanmu tadi?" Kyra bergumam sendiri. Telapak tangannya masih di dahi penyidik itu.

"Apa-apaan kau ini." Kino menyingkirkan lengan Kyra, "aku hanya penasaran saja."

Melihat reaksi Kino, Kyra hanya terkekeh geli. Lalu, kembali fokus pada tab miliknya. Matanya dengan jeli melihat setiap video yang dia dapat dari Sat Lantas.

"Jadi, bagaimana menurutmu?" Kyra bertanya.

"Apanya? Kanit Iva?"

Kino masih fokus pada jalan. Lokasi terakhir dari mobil itu sudah tidak jauh lagi. Cukup berbelok di depan sana dan mereka akan sampai.

"Sepertinya di otakmu hanya ada Kanit Iva." Kyra berdecak kesal.

Penyidik dengan tinggi seratus delapan puluh dua itu tertawa menanggapi ucapan Kyra. Dia paham ke mana pertanyaan yang dilontarkan gadis itu. Dia hanya ingin menggodanya.

"Aku curiga pada dua lelaki yang kabur dengan mobil sport," ucap Kino pada akhirnya.

Kyra mengangguk antusias. Dia membenarkan posisi duduknya. Gadis itu selalu suka jika Kino mulai mencurigai sesuatu. Intuisinya bagus, tapi ceroboh. Memang tidak bisa disamakan dengan Arvin, tapi cara keduanya memecahkan kasus selalu membuat siapa pun kagum.

"Dilihat dari mobilnya, sudah jelas mereka bukan orang sembarangan." Kyra menimpali.

Kino mengangguk, "Aku curiga jika kedua lelaki itu adalah orang yang Daryo maksud."

"Aku setuju dengan kecurigaanmu. Dan jika tidak salah, Daryo pernah memberi gambaran tentang salah satunya, 'kan? Kita bisa meminta sketsa wajah pria itu untuk dianalisis."

"Itu sudah enam tahun yang lalu. Kau yakin sketsanya masih ada? Bisa saja sudah dimusnahkan."

Kyra merengut. Benar juga. Tidak mengubah kemungkinan jika wajah orang yang Daryo maksud sudah berbeda sekarang. Enam tahun bukanlah waktu yang sedikit untuk terus tumbuh tua.

Tidak terasa, mereka sudah hampir sampai di tempat tujuan. Tidak ada siapa pun di sana. Kino menghentikan laju kendaraannya, dan turun dari mobil. Mengecek lokasi sekitar. Tidak ada info yang berguna di sana.

Lantas, keduanya kembali masuk. Kali ini tanpa di sadari Kyra yang mengemudi. Gadis itu menjalankan mobil mereka dengan kecepatan yang sedikit lebih lambat dari Kino. Matanya fokus pada jalan di depan.

Kemudian, ponsel Kino tiba-tiba berdering. Penyidik itu langsung mengangkatnya. Dari seberang, terdengar suara seorang pria mengabarkan jika mobil dengan nomor pelat yang Kino berikan, telah ditemukan. Pria itu juga mengirimkan lokasinya.

Kyra yang mendengar informasi itu, segera memacu kendaraannya dengan kecepatan di atas rata-rata. Kino bahkan mengomporinya agar lebih cepat lagi. Sudah bukan hal aneh jika Kyra bisa mengebut seperti ini, salahkan Arvin yang mengajarinya mengemudi ketika mereka masih di Akpol.

Halo, ketemu lagi sama Ryu

Maaf lama tidak update bab baru.

Semoga bab ini bisa mengobati rindu kalian sama cerita ini, ya.

Terima kasih sudah membaca ^^

Silakan vote, review dan beri tanggapannya mengenai chapter ini di kolom komentar, ya

Rryunacreators' thoughts