1 Awalan Pagi

Kicauan burung menyambut pagi yang cerah ini. Dikala sebagian dari seisi rumah masih terlelap. Matahari masih malu-malu menampakkan dirinya. Angin berhembus halus tak menampik siapapun yang terkena hembusannya akan kembali terlena.

"Eungh" suara lenguhan Jeongyeon terdengar jelas. Selimut yang dikenakannya selama tidur pun telah hilang dari tubuhnya. Begitulah cara tidurnya yang tidak sadar akan apapun jika tubuhnya sudah bersentuhan dengan kasur empuk itu.

Tangannya kembali meraba-raba ke nakas yang ada di sampingnya, mencari sebuah benda yang berbentuk persegi panjang. Nihil rasanya saat tangannya itu tidak mendapati benda yang menjadi favoritnya, lalu dengan terpaksa Jeongyeon membuka matanya dan mencari smartphonenya.

Setelah berhasil mendapatkan smartphonenya, Jeongyeon langsung membuka layar kuncinya dan melihat agenda yang harus dilakukan untuk hari ini. Melihat ada mata kuliah pagi, Jeongyeon langsung bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Setelah berpakaian rapi, tak lama kemudian Jeongyeon langsung keluar.

Segera Jeongyeon menuruni anak tangga dan langsung menuju dapur. Memasak makanan apa adanya setidaknya Jeongyeon tidak akan lapar setelah ada di kampusnya nanti —itu pikirnya.

Tinggal di rumah mewah menjadi dambaan semua orang. Pasti menyenangkan menjadi orang kaya, tidak susah harus kepanasan karena pekerjaan. Tidak merasa susah jika menginginkan sesuatu. Ada maid yang melakukan pekerjaan rumah. Jadi si Tuan Rumah tak perlu repot-repot lagi membuang tenaganya hanya untuk bersih-bersih. Semuanya terkendalikan dengan baik.

Tapi bagi Jeongyeon, dia tidak merasa seperti itu. Dia tidak terlalu mementingkan hal yang membuatnya menjadi manja. Menjadi seseorang yang sederhana membuatnya lebih mandiri. Ya walaupun dia tidak mengerjakan pekerjaan rumah setidaknya dia bisa membiasakan diri untuk memasak masakannya sendiri walaupun lumayan enak. Yang terpenting lambungnya terisi dan perutnya menerima makanan itu tanpa penolakan.

"Loh, kenapa tidak membangunkan Imo saja Jeongyeon" suara sang ketua maid menginterupsi kegiatan Jeongyeon yang sedang memasak. Bibi Kim —wanita yang sudah mengabdikan diri kepada keluarga Jung hampir separuh hidupnya.

"Hehehe, tidak apa-apa Imo, ini sudah hampir selesai" jawab Jeongyeon dengan senyuman manis. Bibi Kim atau yang lebih dikenal sebagai sebutan Imo itu hanya menggeleng kepala saat melihat si bungsu Jung ini memasak.

Bagaimana tidak, sekarang kondisi dapur sudah bisa dikatakan berantakan dengan potongan daun seledri dan daun bawang yang akan ditaburkan untuk nasi goreng itu. Belum lagi tumpahan kecap dan bumbu lainnya serta beberapa peralatan dapur.

Melihat itu bibi Kim langsung mengambil alih masakan yang sudah jadi itu dan langsung meletakkannya di piring, "Sudah biar bibi saja, Jeongyeon bisa duduk di meja makan sekarang" ucapnya dengan tersenyum.

Jeongyeon pun langsung menurut dan memberi anggukan. Setelahnya dia duduk di kursi minimalis yang biasa ia duduki. Tak butuh waktu lama bibi Kim langsung memberikan nasi goreng itu dengan taburan bawang goreng dan seledri diatasnya.

"Imo ayo makan bersama" ujar Jeongyeon. Dan langsung mendapat anggukan dari sang bibi. "Baiklah, sebentar ya" jawab bibi Kim lalu ia ke dapur mengambil nasi goreng dan kembali ke meja makan, duduk di samping Jeongyeon.

"Bagaimana?" Tanya Jeongyeon dengan mata berbinarnya. Menunggu jawaban dari mulut bibi Kim membuatnya deg-degan. "Tidak asin dan lezat" jawab bibi Kim dengan mengangkat kedua jari jempolnya. Jeongyeon yang merasa senang langsung menepuk tangannya dengan semangat.

"Yeyyy" ucapnya. "Akhirnya aku bisa memamerkan ini pada Kun nanti" lanjut Jeongyeon dengan menunjuk ke arah piringnya. "Masih ada kan Imo?" Tanyanya lagi dan dibalas anggukan oleh bibi Kim. "Baiklah, tolong di kemas ya Imo. Aku akan membawanya nanti" kata Jeongyeon.

Bibi Kim langsung bangkit dari duduknya dan berjalan menuju dapur untuk menyiapkan makanan Jeongyeon yang akan dibawakan untuk Kun nantinya. Sedangkan Jeongyeon kembali melahap makanannya sendiri dengan semangat, ia penasaran bagaimana reaksi teman kecilnya itu saat tau perkembangan memasaknya nanti.

"Eoh... Kau sudah bangun Jeongyeon?" Tanya sang kakak yang sedang menuruni tangga melihat ke arah ruang makan, Jeongyeon yang mendengar suara Sowon langsung menoleh mendapati kakaknya sudah berada di dekatnya.

"Tentu saja Eonnie, aku kan sudah terbiasa bangun pagi" jawab Jeongyeon kembali memakan makanannya. "Kau memasak apa?" Tanya Sowon sambil melihat piring Jeongyeon. Senyum terpatri dari sudut bibir Jeongyeon mendapati pertanyaan dari sang kakak, "Hehe, aku mencoba membuat nasi goreng lagi" jawab Jeongyeon. "Apa Eonnie mau mencobanya?" Tanyanya sambil tersenyum.

"Apa makanan itu lebih baik dari pada yang kemarin?" Tanya Sowon dengan nada yang terdengar seperti meremehkan. Mendengar pertanyaan seperti itu membuat mood Jeongyeon menurun. Kenapa juga kakaknya, menanyakan hal itu. Apa salahnya mencoba saja tanpa harus meremehkan, lagi pula kan kemarin itu karena Jeongyeon dadakan memasak makanya makanan yang ia buat terlalu aneh rasanya karena kecerobohan yang Jeongyeon perbuat.

"Jika Eonnie tidak mau mencobanya yasudah kan aku tidak memaksa mu memakannya. Lagi pula aku hanya bertanya kalau Eonnie tidak mau mencicipinya maka aku akan membawa semuanya. Aku akan memberikannya kepada Kun nanti" jawab Jeongyeon panjang dengan menundukkan kepalanya.

"Loh loh loh kenapa kau jadi marah. Kan aku cuma bertanya tadi!" Ujar Sowon dengan nada yang tidak bersahabat. Apa apaan itu tadi, mendengar perkataan adiknya yang panjang tadi membuat dirinya terpojokkan. Sowon kan hanya bertanya, kenapa pula adiknya seperti tidak senang begitu. Ada apa dengan Jeongyeon, pagi-pagi sudah membuatnya kesal.

Mendengar perkataan sang kakak membuat Jeongyeon berpikir bahwa kakaknya ini sudah kesal, maka itu tandanya dia harus mengakhirinya lebih dulu sebelum orang tuanya turun dan mendengar keributan mereka. "Aku tidak marah Eonnie, kau salah paham" ucap Jeongyeon.

"Salah paham bagaimana?! Aku kan hanya bertanya tadi tentang makananmu itu. Ya aku tidak mau kejadian 2 hari yang lalu terulang lagi. Kau harus tahu itu perutku sangat sakit setelah memakan masakanmu" ujar Sowon sambil meraih kursinya.

"Baiklah baiklah aku minta maaf Eonnie" dan pada akhirnya Jeongyeon mengalah saja dari pada keributan ini tak akan berakhir hingga orang tuanya tiba. Lagi pula apa yang harus ia katakan nanti ketika orang tuanya bertanya penyebab terjadinya percecokan ini hanyalah karena nasi goreng yang Jeongyeon buat.

Terdengar tidak masuk akal bukan? Keributan terjadi hanya karena makanan yang telah Jeongyeon masak. Dan berakhir orang tuanya memarahinya hanya karena makanan yang ia buat tidak dapat dikonsumsi —pernyataan mutlak orang tuanya.

"Kau memaafkanku kan Eonnie?" Tanya Jeongyeon sekali lagi, melihat ke arah Sowon yang sedang mengambil buah pir untuk dia makan. "Ah baiklah" jawab Sowon singkat, ia sudah malas berbicara dengan Jeongyeon.

"Kau bawa saja makananmu itu untuk kekasihmu" final Sowon langsung beranjak dari duduknya sambil membawa buah kesukaannya itu tanpa menoleh ke arah Jeongyeon yang menatap kepergian sang kakak dengan wajah sedih.

avataravatar
Next chapter