webnovel

Bab 2

Medina Washington : ( New York City )_

Jalanan kota New York yang selalu ramai dengan kendaraan kini lebih ramai lagi saat deretan mobil serba hitam dengan satu mobil berwarna silver di depannya melewati panjangnya jembatan Brooklyn New York City.

Indahnya kota New York dapat dilihat dari atas jembatan. Gedung-gedung menjulang tinggi dengan lampu-lampu di setiap gedung membuat keindahan malam di kota New York semakin menakjubkan. Sungai luas yang berada di bawah jembatan terlihat berkilauan karena pantulan cahaya dari lampu gedung di sekitarnya. Bahkan di pinggir jembatan dapat terlihat banyaknya orang yang sedang duduk di tempat yang telah di sediakan hanya untuk sekedar melihat pemandangan kota New York dari jembatan itu.

Mobil-mobil hitam yang kini melewati jembatan telah mengikis semua kendaraan ke tepi jalan dan memberi ruang bagi mobil-mobil itu untuk lewat lebih dulu. Melihat lambang terkenal yang menempel di setiap mobil hitam itu tentu membuat semua orang tahu siapa orang yang sedang melewati mereka saat ini. Tentu saja, ialah Max Wingston Grace. Perhatian semua orang yang sedang relax menikmati indahnya kota pun kini tertuju pada mobil-mobil yang tengah melewati mereka.

Mobil hitam yang mengawal sebuah mobil silver bermerk Koenigsegg CCXR Trevita itu adalah mobil milik Max. Sedangkan mobil hitam yang mengawalnya dari sisi kanan dan kirinya itu adalah para bodyguard pribadi miliknya yang berjumlah lebih dari 10 mobil. Dan salah satu mobil itu membawa Tiffany Heatner, perempuan yang baru saja ia beli dari club.

Mobil Max melaju dengan kecepatan diatas standar guna mempersingkat waktunya di jalan. Dan diikuti oleh para mobil bodyguardnya yang sama cepatnya dengan mobil Max. Setelah lamanya menyita banyak perhatian seluruh orang di kota, Max akhirnya sampai di tempat kediamannya. Yaitu The Wingston, Mansion yang diberi nama tengah Max itu adalah Mansion terluas dan juga termegah yang berletak di Medina Washington tempat para miliader Amerika tinggal.

Gerbang besar bercatkan putih itu terbuka secara otomatis saat mobil Max sudah terdeteksi dengan type sensor dan menampakkan betapa luasnya halaman Mansion miliknya. Air mancur besar dengan monumen di tengahnya menjadi penghias utama di halaman depan Mansion.

Dan mobil silver milik Max terhenti sempurna di depan Mansion. Pintu mobil silver itu terbuka menampakkan pria gagah itu keluar. Kemudian pria tampan itu menghampiri mobil hitam di belakangnya.

"Tuan dia tidak mau turun." Ujar Lorando supir kepercayaan Max.

Max tidak menjawabnya melainkan langsung menggeser pintu mobil hitam itu dengan cepat membuat gadis yang berada di dalamnya itu terkejut melihat Max. Max tersenyum padanya dan dalam waktu bersamaan gadis bernama Tiffany Heatner itu terpana melihat ketampanan Max yang lebih terlihat jelas sekarang di bandingkan saat di dalam club tadi.

"Kenapa? Kau masih betah di dalam mobil?"

Mendengar ucapan Max, Tiffany lantas memalingkan wajahnya jengah. Ia merasa muak pada laki-laki yang baru saja membelinya itu.

"Wajahmu terlihat pucat. Apakau ingin aku menggendongmu sayang?"

Jijik! Itulah yang ingin Tiffany ucapkan saat ini. Namun hal itu ia ganti dengan pelotottannya pada Max.

"Dengar, sampai kapan pun aku tidak akan sudi ikut denganmu apalagi di gendong oleh mu. Menjijikan!"

Max kembali menyunggingkan senyumannya, ia benar-benar semakin tertarik pada wanita di hadapannya itu. Ini adalah yang pertama kalinya tawaran Max yang sudah semanis itu ditolak mentah-mentah oleh seorang perempuan. Sungguh menarik.

"Baiklah, kalau begitu jangan salahkan aku untuk memaksamu."

Max tahu usaha membujuknya itu tidak akan berhasil, maka dari itu Max langsung mengambil tindakkan dengan cara meraih tubuh mungil Tiffany dan membopongnya ke pundak kekarnya membuat jeritan melengking dari Tiffany memenuhi gendang telinga pria itu.

"Apa yang kau lakukan?! Turunkan aku brengsek!" Umpat Tiffany, ia meronta-ronta dengan cara memukul-mukul punggung kekar Max berharap pria itu akan kesakitan lalu menurunkannya. Kedua kakinya yang menggantung pun tidak henti bergerak membuat benturan-benturan keras ke dada Max. Namun Max sama sekali tidak mempedulikan hal itu, bahkan rasanya pukulan Tiffany bagaikan sebuah pijitan lembut baginya.

"Hei apa kau tuli hah!? Cepat turunkan aku!" Teriak Tiffany semakin keras dari sebelumnya. Max tetap tidak mengidahkannya ia tetap berjalan menuju pintu Mansion. Dan saat pintu besar itu terbuka, sederet para pelayan Mansion Max sudah berjejer rapih menyambut tuannya dengan membungkuk hormat kepadanya.

"Selamat datang tuan…" Ucap serempak seluruh pelayan Max.

Sudah menjadi kebiasaan bagi mereka, ketika Max baru keluar dari luar kota mereka akan langsung melakukan penyambutan yang istimewa saat tuannya itu pulang. Dan kebetulan hari ini Max memang baru pulang dari Spanyol untuk urusan bisnis.

Tiffany yang masih berada di pundak Max pun sejenak terdiam. Bagaimana tidak? Saat ini Max masih membopongnya sambil berjalan melewati deretan pelayannya yang kini memandang heran pada Tiffany. Tentu hal itu membuat Tiffany harus menyembunyikan wajahnya sendiri dibalik punggung Max. Tatapan para pelayan yang entah ada berapa jumlahnya itu membuat Tiffany semakin menggerutukki Max karena telah menggendongnya seperti itu tanpa seiizinnya. Mau tak mau Tiffany harus menahan malu di depan semua orang sekarang.

"Selamat datang tuan, senang melihat anda kembali." Ucap seorang wanita paruh baya dengan setelan formal pelayan menghampiri Max. Wanita itu berdiri di depan Max dengan sedikit membungkuk hormat.

Max pun mengangguk meresponnya. "Apa semuanya sudah siap?"

"Sudah tuan, semuanya sudah siap sesuai dengan perintah tuan."

"Bagus."

Max kembali berjalan menjauhi wanita itu dan para pelayan lainnya menuju lift.

Saat Max sudah menjauh dari keramaian orang, Tiffany sudah siap dengan berbagai teriakkan mautnya lagi.

"Turunkan aku!" Tiffany memukul punggung Max dan pukulan kali ini berhasil membuat Max meringis kecil. Namun tidak sampai terdengar oleh Tiffany.

Max merasa semakin geram. Bahkan saat di dalam lift pun Tiffany tidak bisa diam, untung saja sekarang pintu lift itu sudah terbuka maka Max pun bisa kembali melanjutkan langkahnya.

"Turunkan aku!"

"Turunkan!"

"Turunkan bodoh!"

"Diam!" Bentak Max. Namun tidak sedikitpun digubris oleh perempuan itu.

"Dasar pria kurang ajar! Turunkan aku sekarang juga! Aku tidak mau melayanimu! Lebih baik aku mati daripada harus melayani pria bejat sepertimu! Turunkan akuuuuu!"

PLAK!

Seketika teriakkan dan ocehan Tiffany yang melengking itu terhenti karena sebuah pukulan keras dan nyaring tepat di bokongnya yang empuk.

Dalam persekian detik terdiam, Tiffany baru menyadari karena rasa panas di bokongnya mulai terasa. "A-apa kau baru saja memukul bo-bokongku dengan tanganmu?" Tanya Tiffany terbata antara percaya dan tidak percaya.

Beda halnya dengan Max. Seringaian liciknya mulai terlihat mendengar perkataan Tiffany barusan.

"Memangnya dengan apa lagi?" Ucap Max seolah tindakannya itu bukanlah hal yang masalah.

Mendengar pengakuan Max tanpa dosa barusan dalam seketika bulatan sempurna di mata Tiffany pun terlihat seiring rasa perih mulai menjalar di area bokongnya. Alhasil ia pun  menjerit sejert-jeritnya seraya menghantam tangannya lebih kuat ke punggung Max.

"DASAR MESUM KURANG AJAR! BERANINYA KAU MEMUKUL BOKONGKU DENGAN TANGAN KOTORMU! KAU LIHAT SAJA, AKU PASTI AKAN MEMBALAS PERBUATANMU ITU!"

Max lagi-lagi tidak mempedulikannya. Ia mengeratkan rahang kokohnya sebelum kemudian melempar Tiffany ke atas ranjang empuk di kamar besar yang sudah ia siapkan.

Tiffany meringis sebelum kembali menatap sinis Max. "Kau-"

"DIAM!"

Bentakkan Max barusan bukan hanya membuat Tiffany bungkam. Melainkan membuat jantungnya berdegub kencang. Tatapan tajam Max padanya kali ini entah mengapa membuatnya mulai merasakan takut.

Max tiba-tiba mencengkram kedua pipi Tiffany dengan satu tangannya. Hal itu membuat tangan Tiffany reflex ikut memeganggi tangan Max berusaha melepaskan cengkraman pria itu.

"Dengar baik-baik. Mulai hari ini, dan di detik ini.. kau adalah milikku. Hanya milikku."

Tiffany menautkan kedua alisnya tajam. "Milikmu? Memangnya siapa kau? Kau tidak berhak atas diriku!"

"Oh benarkah? Kita lihat saja nanti, pada saatnya tiba kau sendiri yang akan mengakui kalau kau adalah milikku. Lagi pula.. aku sudah membeli mu sangat mahal."

Mengingat itu, emosi Tiffany seakan kembali tersulut. "Dasar gila! Kau pikir aku ini barang yang bisa kau beli sesukamu hah?"

Max terkekeh sesaat sebelum kemudian tangan kanannya mengusap bibir bawah Tiffany dengan ibu jarinya. "Tapi buktinya aku sudah membelimu. Jadi sekarang kau adalah milikku." Tegas Max. Tak terbantahkan lagi.

Tiffany kembali berontak hingga ia berhasil melepaskan tangan Max dari pipinya dengan satu dorongan kuat di dadanya.

"Aku bukan milik mu! Dan sampai kapanpun aku tidak akan pernah menjadi milikmu! Aku ingin pulang!"

Max mendorong tubuh Tiffany hingga berada di bawahnya. Tangan bebasnya meraih kedua lengan Tiffany dan menguncinya di atas kepala Tiffany. Wajah tampannya berhadapan dengannya dan kedua matanya tersorot api gairah yang tidak mampu ia tahan lagi.

"Tidak akan ada yang bisa memilikimu selain aku. Dan kau... harus mengakui bahwa kau adalah milikku. Sekali kau adalah miliku, maka selamanya kau akan tetap milikku. Kemana pun kau mencoba untuk pergi, aku pasti akan mengejarmu. Bahkan sampai ke ujung dunia sekalipun. Apa kau mengerti?"

Tiffany meringis saat Max semakin mencengkram kuat kedua lengannya. Namun hal yang paling membuat Tiffany terkejut saat Max tiba-tiba mendekatkan wajahnya. Membuat pasokan udara Tiffany mengurang. Sedangkan hembusan nafas berat Max menyapu wajahnya hangat.

"Aku menginginkanmu."

Tiffany membulatkan matanya lebar. "Dasar psycopat gila! Jangan coba-coba menyentuhku!"

"Benarkah?"

Suara serak Max terdengar sangat seksi di telinga Tiffany. Ia menelan ludahnya sendiri saat menangkap kedua tatapan Max yang tertuju pada leher jenjang putihnya.

Max mengusap perlahan leher Tiffany lembut. Dan Tiffany mampu merasakan tangan dingin Max di lehernya dengan perasaan merinding. Hingga hembusan nafas hangat Max mulai menerpa lehernya.

"Hentikan!" Tiffany berteriak di samping telinga Max namun tidak sedikitpun di dengar olehnya. Ia masih saja menjalankan aksinya dengan kini mencium  sekali leher Tiffany lembut.

"Bajingan! Hentikan!"

PLAK!

Satu tamparan kuat melayang di pipi Max. Membuat aksinya terhenti dan beralih menatap Tiffany.

Isak tangis dari Tiffany mulai terdengar di telinga Max. Dan entah kenapa melihat Tiffany gemetar ketakutan membuatnya tidak bergairah lagi. Max memutuskan untuk beranjak dari tubuh Tiffany.

Ia menghela nafasnya gusar dan memandang Tiffany datar. Melihat Tiffany tidak juga membuka matanya Max bergerak meraih kembali kedua tangan Tiffany dengan cekatan ia memaksa Tiffany untuk bangun dan kembali duduk.

Tiffany menghempaskan kasar lengan Max dan menatapnya tajam. Ia merasa sangat lelah, bahkan ingin marah pun ia tidak sanggup lagi. Padahal masih begitu banyak umpatan yang ingin ia keluarkan pada laki-laki brengsek yang telah mengaku bahwa dia adalah miliknya itu. Persetan dengan ancaman dia. Jika ada kesempatan Tiffany pasti akan pergi darinya.

Max mengadahkan wajah Tiffany dengan meraih dagunya kasar. Sebelum itu ia juga menyingkirkan beberapa helai rambut Tiffany yang menghalangi wajah cantiknya.

"Malam ini aku melepaskanmu, tapi bukan berarti aku akan membiarkanmu pergi. Tetaplah di sini, karena mulai dari sekarang ini adalah kamar mu. Jangan pernah mencoba untuk kabur, karena aku akan selalu mengawasimu."

Setelah mengatakan itu Max berjalan ke arah pintu dan keluar dari kamar. Kemudian mengunci pintu itu dengan cepat sebelum Tiffany berusaha untuk kabur.

"Apa yang!? Hei tunggu!" Tiffany berusaha memutar tuas pintu secara brutal. "Apa yang kau lakukan!? Jangan kunci pintunya!!!"

Max tidak mengidahkan teriakkan keras Tiffany dan justru berbicara pada lima pengawalnya yang sudah siap berada di depan pintu kamar Tiffany.

"Awasi dia. Jangan sampai dia kabur." Ucap Max yang dianggukki kelima pengawalnya sebelum melangkah pergi dari sana.

"""""""""""""""""""

See in the next chept"""