webnovel

Beauty And The Beast : Kisah Cinta Dengan Suami Buruk Rupa

Seorang suami yang tampan, cerdas dan kaya raya adalah idaman semua wanita. Jadi kenapa suami Intan begitu jelek dan buruk rupa? Ada banyak desas desus dan kabar miring mengenai Irwan Wijaya, putra ketiga dari keluarga Wijaya itu. Katanya dia seorang pria tua yang buruk rupa, jahat, dan memiliki kelainan seksual. Ternyata memang benar dia buruk rupa! Karena keluarga Intan terlilit hutang besar dan terancam akan dibunuh, Intan dijual ke keluarga Wijaya oleh ayahnya sendiri. Mau tidak mau Intan harus menikahi Irwan, putra keluarga Wijaya yang satu-satunya belum menikah. Menghadapi situasi ini, Intan serasa ingin menggali lubang kuburnya sendiri. Tapi inilah kenyataannya, suami Intan adalah orang yang memiliki wajah begitu jelek, anak kecil akan menangis dan perempuan bisa-bisa pingsan saat melihat wajahnya. Apa yang harus Intan lakukan?

zoccanne · Teen
Not enough ratings
420 Chs

Perebutan Menantu

"Hanya ada satu penerus di keluargaku, dan anakku menyukai gadis itu. Sedangkan lihat dirimu, kamu punya empat anak di keluargamu, meski sekarang tinggal tiga karena yang satunya sudah tidak ada. Kamu bahkan punya cucu, sebentar lagi kau juga punya cicit. Lihat aku, aku belum pernah melihat bagaimana sosok menantu perempuan saya sampai sekarang, padahal saya sudah berusia empat puluhan. Aku ini penuh dengan kesedihan dan rambut beruban. Jika boleh, berikanlah aku gadis ini."

"Waktu itu aku pergi ke kampus untuk melihat-lihat, lalu aku bertemu dengan gadis itu. Gadis itu memiliki perilaku dan hati yang baik, dan juga dia memiliki pantat yang berisi. Dia bisa melahirkan cucu-cucu gemuk di keluargaku nanti!"

"Kamu brengsek, tidak tahu malu. Kamu bahkan memperhatikan pantat menantu perempuanku. Apa kamu bocah mesum? Kau ingin mati?" Pak Wijaya memegang janggutnya dengan satu tangangannya mengepal di atas meja.

Adya menunjuk ke hidung Pak Wijaya sambil berkata dengan marah. "Kamu tua bangka. Ketika suasana hatimu sedang baik, kau memanggilku saudaramu. Tapi ketika suasana hatimu buruk, kau memanggilku seorang bocah! Aku beri tahu kamu, tua bangka. Putraku itu tampan, tinggi, gagah, dan tidak ada masalah dalam keluargaku. Tapi lihatlah keluargamu, semua orang akan tertawa ketika membicarakan masalah keluargamu! Memangnya apa yang dimiliki anak ketigamu itu? Apakah ada kekayaan atau ketampanan? Aku beri saran kepadamu untuk membiarkan gadis keluarga Surya pergi dari rumah ini, tanpa menyakiti hati siapapun."

"Dasar bocah brengsek, pergi! Kalau tidak, aku akan memotong kakimu!"

Melihat Adya yang membicarakan tentang pantat menantunya bahkan merendahkan anak ketiganya, Pak Wijaya langsung mengambil tongkatnya lalu memukul tubuh gemuk Adya tanpa ragu-ragu.

"Dengarkan aku, kamu tua bangka!"

Adya yang berlari melompat-lompat karena pukulan tongkat Pak Wijaya pun akhirnya keluar dan langsung diusir dari kediaman rumah keluarga Wijaya.

"Aku ingin bersaing secara adil dengan keluargamu!" Teriak Adya di depan pintu, tapi langsung diajawab Pak Wijaya dengan satu hentakan keras pintu yang ditutup.

Adya merasa malu.

"Tunggu aku, kamu tua bangka. Aku tidak percaya anakku tidak bisa mengalahkan putramu!"

Adya pergi dengan terengah-engah.

Pak Wijaya juga cemas, karena kata-kata Adya bisa saja benar.

Ada begitu banyak masalah dalam keluarganya, pertengkaran keluarga, dan putranya terlihat jelek ...

Pak Wijaya sudah sangat menyukai menantu perempuannya. Dia tidak akan membiarkan orang lain merebut menantu perempuannya itu.

"Di mana Irwan Wijaya?" Orang tua itu terus menerus mengetuk lantai dengan tongkatnya begitu cemas.

"Tuan muda baru kembali dari Jerman hari ini, Tuan. Diperkirakan mereka akan tiba di Jakarta dalam satu jam."

"Siapkan mobilnya, aku akan pergi ke rumahnya dan menunggu. Aku akan melihat kesalahan bajingan itu yang membuat marah menantu perempuanku! Beri aku tongkat yang kuat, aku akan memukul kaki bajingan itu!" Orang tua itu sangat marah sehingga dia meniup kumisnya dan bernafas dengan berat.

...

Selama tujuh hari libur nasional, hampir semua orang pergi. Meskipun lampu jalan cukup terang, tapi tidak ada orang yang lewat selain bayangan Intan. Dia terlihat sangat kesepian.

Intan selalu khawatir jika ada seseorang yang tiba-tiba muncul di belakangnya. Membayangkan itu, dia kembali gemetar sepanjang jalan. Sesampainya di kamar asrama, dia langsung bersembunyi di bawah selimut dan meringkuk di atas tempat tidur.

Intan adalah satu-satunya orang yang masih ada di asrama. Dia menyalakan ketiga lampu untuk menerangi ruangan kamarnya.

Intan tidak takut lagi, tapi ... dia merasa sangat tidak nyaman di hatinya.

Rasanya seperti ada yang menindihnya dengan batu besar hingga dia sulit bernapas.

Pada akhirnya, tubuh kecilnya meringkuk seperti bola. Tidak lama kemudian, air matanya jatuh membasahi kasur dan selimutnya.

Awalnya, Intan mengira bahwa dirinya bisa kuat. Dia berpikir bahwa bajingan seperti Irwan tidak pantas untuk ditangisi sama sekali. Tetapi sekarang semua kemarahannya telah hilang, hanya kesedihan yang tersisa. Semua potongan-potongan kenangan mereka berdua muncul di benaknya.

Ternyata Intan dan Irwan tidak mengenal satu sama lain selama beberapa bulan ini. Tapi, mengapa Intan merasa bahwa dia telah menghabiskan begitu banyak waktu bersama Irwan?

Mereka makan, tidur, dan mengobrol bersama.

Irwan selalu mengantar dan menjemputnya dari kampus, mengajarinya mengerjakan tugas-tugas kuliah, bahkan memberikan kartu gajinya.

Mengapa pasangan yang baik berakhir seperti ini?

Terlebih lagi, Intan merasa seperti seorang anak kecil dibandingkan dengan Nona Alicia. Intan jelas mendengar bahwa hubungan Nona Alicia dengan Irwan sudah berlangsung bertahun-tahun.

Lalu dirinya siapa?

Irwan seharusnya tidak menghancurkan perasaan orang lain!

...

Tidak lama kemudian, Irwan dalam perjalanan pulang.

Saat ini hari libur nasional, Irwan pikir bahwa Intan pasti akan senang melihat dia sudah kembali.

Tetapi ketika Irwan membuka pintu, Irwan tidak melihat wajah kecil yang lembut, tetapi melihat wajah galak lelaki tua itu.

Irwan mengernyitkan alisnya, "Mengapa Ayah ada di sini?"

"Kau masih punya wajah untuk bertanya kepadaku? Lihat perbuatan apa yang sudah kau lakukan. Mengapa kau tidak minta maaf atas kelakuanmu?"

Orang tua itu meletakkan gelang giok di atas meja lalu menatap anaknya dengan marah.

Saat Irwan melihat gelang giok itu, pupil matanya menyipit. Irwan melangkah maju dengan hati-hati lalu mengambil gelang dari atas meja.

"Bagaimana ini ada sini?"

Orang tua itu bertanya kepada anaknya lagi.

"Aku ingin penjelasan dan biarkan aku bertanya padamu, apa kamu telah melakukan kesalahan?"

Irwan mengerutkan kening dalam-dalam. Apakah karena Irwan tidak menghubungi Intan begitu lama?

"Ayah, serahkan masalah ini padaku. Nanti aku akan memberitahumu."

"Aku tidak ingin omong kosongmu! Aku hanya ingin menantu perempuanku!"

Plak!

Orang tua itu menampar anaknya begitu saja. Pak Wijaya pikir, anaknya akan menghindari tamparannya, tetapi dia tidak menyangka Irwan hanya berdiri dan menerima tamparan itu.

Alis Irwan sedikit mengernyit, tapi tidak ada geraman yang teredam.

Hati lelaki tua itu bergetar melihat putranya yang tidak bergeming setelah dipukul, kemudian amarahnya hilang dengan cepat.

"Ini peringatan buatmu. Jika kamu tidak bersikap baik pada menantu perempuanku, aku benar-benar akan memotong kakimu."

"Jangan khawatir, ayah. Jika aku tidak bisa membawa Intan kembali, aku juga tidak akan kembali."

"Ya, seharusnya seperti ini! Keluarga kita tidak memperhatikan seorang laki-laki, tapi memperhatikan seorang istri. Cepat dapatkan menantu perempuanku kembali. Aku akan menunggu di sini!"

Orang tua itu sangat cemas sehingga dia ingin segera keluar mencari menantunya.

Pak Wijaya adalah seorang veteran penakluk cinta, tapi bagaimana dia bisa punya seorang anak lelaki yang begitu bodoh?

Irwan dengan hati-hati meletakkan gelang itu di atas meja, lalu berbalik dan pergi.

Irwan langsung menuju asrama kampus. Seorang bibi yang menjaga asrama itu melihat kedatangan seorang laki-laki. Dia berkata bahwa seorang laki-laki tidak boleh masuk ke asrama perempuan.

Irwan tidak memiliki kesabaran untuk menjelaskan masalahnya sama sekali, jadi dia meminta Sekretaris Hamdani untuk menghentikan bibi itu lalu bergegas ke kamar Intan.

Ketika Irwan baru saja memasuki halaman asrama, dia tidak menyangka semua lampu asrama dimatikan.

"Mengapa begini?"

"Generator listrik di kawasan asrama ini sudah tua, sehingga ada beberapa tempat yang listriknya sengaja dipadamkan saat hari-hari mahasiswa sedang libur. Diperkirakan listrik akan tersedia besok."

"Sial!"

Irwan tahu Intan takut pada kegelapan, jadi dia mempercepat langkahnya.

Intan sudah menangis terlalu lama hingga kelelahan. Dia ingin segera mandi lalu istirahat.

Intan tidak menyangkan lampu asrama akan dimatikan saat dia mencuci pakaiannya.

Intan keluar kamar mandi dalam kegelapan dengan handuknya lalu mencoba menemukan ponselnya.

Intan terus menarik napas dalam-dalam, mengingatkan dirinya untuk tidak takut. Dia berkali-kali meyakinkan dirinya sendiri bahwa tidak ada hantu di dunia ini.

Intan keluar dari kamar mandi dengan gemetar, matanya masih belum bisa beradaptasi dengan kegelapan.

Dia menabrak sudut meja dan langsung membuat lututnya sakit. Intan meringis kesakitan.

Intan berjongkok karena malu, tapi tiba-tiba dia merasa bahwa dirinya sangat menyedihkan.

Intan mulai berpikir, jika dia meninggal di sini, pasti tidak akan ada yang menemukannya di sini. Ruangan ini benar-benar gelap di malam hari dan Intan baru saja menabrak meja karena kakinya tergelincir lantai yang basah. Intan benar-benar berharap bahwa Tuhan masih menyayanginya.