webnovel

Beautiful Mate

Warning, 21+ mohon bijak dalam membaca. Avery Selena Dawn, seorang gadis yatim piatu 25 tahun yang baru saja lulus dari jurusan fashion design memutuskan untuk nekat mencoba melamar pekerjaan pada perusahaan fashion kulit dan bulu yang terkenal bernama Anima, karena kesulitan yang sedang melilit panti asuhan tempatnya tinggal dahulu yang menyebabkan anak-anak di sana kelaparan. Ia tentu saja sangat bersemangat ketika pada akhirnya diterima pada perusahaan itu. Perusahaan yang terkenal sangat ketat dan sulit menerima karyawan baru itu, bahkan memberinya kontrak khusus dan pendapatan yang terbilang tinggi untuk karyawan canggung yang tak berpengalaman sepertinya. Awalnya Avery mengira kontrak untuknya hanyalah sekadar kontrak kerja biasa sampai ia mengetahui bahwa kontrak itu adalah kontrak yang dibuat sendiri oleh Dominic Lucius Aiken, sang CEO sekaligus pemilik perusahaan itu ketika ia telah tinggal di mansion tua mewah yang sebelumnya ia kira adalah tempat khusus untuk para karyawan Anima. Tetapi dugaannya salah, ketika sang CEO sendiri ternyata juga bertempat tinggal di sana. Dominic, pria yang begitu tampan, gagah, misterius dan sangat mempesona itu, yang selalu terlihat dikelilingi oleh para wanita kemana pun ia pergi, membuat Avery sedikit muak. Pasalnya, ketika para wanita yang ternyata juga tinggal seatap dengannya, kerap memusuhinya dan selalu mencoba membuatnya tampak buruk ketika mereka mengira ia adalah 'mainan' baru sang Alpha! Tunggu, Alpha? Siapa? Dominic? Siapa ia sebenarnya hingga para wanita menyebutnya Alpha?!

Jasmine_JJ · Fantasy
Not enough ratings
84 Chs

Tantangan

"Tenanglah, Sayang," bisik Avery menenangkan Dom.

Dom menatap Avery dan mengembuskan napasnya sejenak. Ia mengangguk dan menepuk perlahan punggung tangan Avery yang sedang menggenggam lengannya.

Lalu, ia menatap Maltus dan berkata dengan suara rendahnya. "Tuan, mungkinkah kau tak mengerti situasi yang ada di sini. Apakah ada sesuatu yang kau lewatkan? Avery adalah wanita yang telah memiliki pasangan. Tidak mungkin baginya untuk berpasangan lagi dengan pria mana pun selain aku." Dom menatap tegas Maltus dan menunjukkan kesungguhan ucapannya.

"Satu pasangan satu mate selamanya, itu hanya berlaku pada kaummu saja," ucap Maltus bersikeras. "Jika kau memiliki takdir mate, maka bisa dikatakan kami juga memiliki 'takdir pasangan'. Itu semua dapat terbukti jika sepasang sorcerer memasuki Danau Pasangan dan menentukan takdir mereka di sana."

"Danau Pasangan? Apakah itu semacam cara untuk mengetes kecocokan seseorang dengan lawan jenis? Apakah yang ia maksud adalah pencocokan profil jodoh seperti yang ada di situs biro jodoh di internet atau apa?" tanya Avery tanpa sadar pada Dom.

"Mungkin saja, Sayang," jawab Dom perlahan.

"Oh ya ampun ...," gumam Avery kemudian mengembuskan napasnya. "Paman, aku tak butuh biro jodoh ataupun kencan buta atau semacamnya. Aku adalah wanita yang telah menikah, terikat, berpasangan, entah apapun sebutannya di sini. Dan ... aku tak berniat untuk memiliki lebih dari seorang pria. Apakah aku tampak seperti wanita yang sanggup berpoliandri?" ucapnya seolah lelah.

Maltus mengerjap sejenak. "Po ... poli apa?" tanyanya dengan raut kebingungan.

"Poliandri! Wanita yang memiliki pasangan pria lebih dari satu. Tidakkah itu menggelikan? Dan bukankah itu jelas-jelas tidak mungkin terjadi?" jelas Avery lagi. Ia menatap Maltus dengan tegas.

Dom berdehem kecil. "Sebenarnya ... itu mungkin saja terjadi, Sayang," ucapnya spontan. Sontak Avery menatap Dom dengan heran.

"Apa maksudmu?" tanyanya.

"Well ... di dunia Anima, di sini ... sebenarnya tak ada peraturan atau larangan untuk memiliki lebih dari satu pasangan, baik itu pria maupun wanita," jelasnya. "Kau tahu sendiri bukan? Saat Ariana menginginkan menjadi pasanganku, selama aku memiliki ikatan feromon, batin, atau apapun padanya, dan jiwa beast-ku tidak menolak itu, maka ... itu tidaklah melanggar peraturan apapun. Semua dapat terjadi diluar takdir mate atau takdir apapun itu. Bahkan beberapa takdir dari Moon Goddess sendiri ... sebenarnya begitu unik dan kita tak pernah tahu pasti."

"What the h*ll are you talking about?!" ucapnya tak percaya. Avery membelalakkan kedua matanya menatap Dom. "Apa kau mencoba mengatakan padaku bahwa kebebasan berpasangan di sini adalah sesuatu yang mungkin saja terjadi?! Jika seandainya kau merasakan hormon atau feromon sialan itu atau semacamnya pada wanita lain maka kau juga akan berpasangan dengan mereka? Itukah yang ingin kau tekankan, Tuan Dom?!" teriaknya seketika karena begitu terkejut.

Dom mengerjap gugup. Butuh beberapa detik untuknya pulih dari keterkejutannya sendiri. "Oh, ya ampun, Sayang ... bu ... bukan begitu, aku hanya menjelaskan dan ...."

"Dan membuatku sebal! Apa kau ingin mengetes pasanganmu dengan pria lain? Dan jika hasil tes tersebut mengatakan aku cocok dengannya maka kau ingin berbagi wanitamu dengan yang lain? Apa kau akan bersorak hore ... wanitaku memiliki pasangan lagi! Maka kita dapat melakukan thre*some atau melakukan fou*some atau pada seratus pria lainnya?! Begitukah!? Sebenarnya kau berpihak pada siapa?!" potong Avery dengan kesal.

Dom menganga dan membelalakkan kedua matanya. "Ba ... bahasamu Sayang ...," ucapnya sambil tertegun. Ia tak menyangka bahwa dari mulut mungil Avery akan keluar beberapa kata vulgar yang membuatnya tercengang.

"Persetan, kau tahu benar bukan jika aku suka mengumpat jika kesal? Dan terima kasih telah membuatku melakukan itu!" balasnya masih dengan nada kesal.

Dom menelan ludahnya karena tiba-tiba merasa tenggorokannya begitu kering. "O ... oke ... maafkan aku, oke? Aku tak bermaksud apapun, aku hanya menjelaskan saja," ucap Dom.

"Hentikan ucapanmu sekarang juga, Dominic. Semakin kau menjelaskan ... semakin aku merasa kesal," ucap Avery sambil menatap Dom dengan pandangan penuh peringatan.

"Baik, Sayang ... aku mengerti," balas Dom cepat sambil mengangguk. Ia seketika menutup mulutnya rapat-rapat.

Melihat perdebatan Avery dan Dom, Elena seketika tak kuasa menahan tawanya. Ia sedikit terbahak seolah telah menonton adegan yang lucu. "Oh, kalian ... betapa lucunya!" gelaknya. Beberapa saat setelah tawanya mereda, Elena mengusap sudut matanya dan menatap Maltus dengan tenang.

"Bukankah cucuku mirip dengan ibunya, Maltus?" ucapnya. "Aku tak yakin Maveric maupun pria lainnya mampu mengalahkannya dalam hal keras kepala dan pendiriannya itu," lanjutnya lagi.

"Kau benar Elena, wajah lembutnya begitu berbanding terbalik dengan sisi antagonisnya," jawab Dom spontan. Elena mengulum senyumnya untuk menahan tawanya lagi.

Avery refleks memukul bahu Dom. "Ma ... maafkan aku Nek, aku tanpa sadar telah membuat keributan," ucapnya kemudian menatap neneknya sambil menggigit bibir bawahnya.

"Tidak ... Sayang. Ini sungguh menyegarkan. Sudah begitu lama aku tak pernah tertawa seperti ini," ucap Elena dengan wajah cerah.

"Tetapi Elena ... tetap saja ...."

"Maltus ... tolong, hentikan," potong Elena sebelum Maltus sempat berkata-kata lagi.

Kemudian, tanpa diduga-duga, Weasley datang dan bergabung dengan raut tenangnya.

"Ka ... kakek," gumam Avery spontan. Elena kemudian menghampiri Weasley dan menemaninya hingga ia mengambil tempat duduk di salah satu kursi di sana.

Dengan wajah datarnya, Weasley menatap Avery dan Dom secara bergantian. Suasana sedikit tegang terasa menguar setelah Weasley bergabung bersama mereka.

"Selamat pagi, Kakek," sapa Avery.

Weasley sedikit mendengus dan berpaling dari tatapan Avery. Avery hanya mengembuskan napasnya dan mengerutkan alisnya menerima perlakuan Weasley.

"Baiklah, Nenek, kami telah selesai sarapan. Mungkin kami akan undur diri dulu dan berjalan-jalan di sekitar sini," ucap Avery kemudian dengan wajah cerah seolah tak terganggu dengan perlakuan Weasley sebelumnya.

"Baik, Sayang, berjalan-jalanlah dan kau akan menemukan banyak hal menarik di sini," jawab Elena.

Weasley kembali mendengus. "Apa ia pikir ia adalah anggota kaum kita atau semacamnya?" gumam Weasley seolah mencemooh Avery.

Avery yang telah berdiri dengan Dom kembali berbalik dan menatap Weasley. Ia mengerucutkan bibirnya dan menatap Weasley secara terang-terangan. "Apa maksudnya? Aku tahu kau mungkin tak menginginkanku berada di sini, tetapi aku menghormati nenek karena berkatnya aku dapat menemui anggota keluargaku yang masih ada. Jika kau tak suka, bukan berarti kau bebas bersikap sinis padaku," balas Avery tak terima.

Weasley membelalakkan matanya tanda kesal. "Kau berani menjawabku!? Sungguh tak sopan, kau jauh berbeda dari ibumu! Ia tak akan berbuat seperti itu pada orang yang lebih tua!" cecarnya.

Avery memicingkan kedua matanya seolah menahan emosinya. "Oh ya? Benarkah? Aku rasa sifat Mom menurun padaku. Jika ia adalah anak baik yang menurut dan manis walau diperlakukan tidak adil, maka ia tak akan mungkin melarikan diri darimu. Dan please ... Kek, berhentilah bersikap kekanak-kanakan. Dengan menyerang rombongan cucumu sendiri saat ia datang, bukanlah tindakan yang bijak bagi seorang pemimpin sepertimu," balas Avery tanpa mengenal rasa takut. Elena sendiri mengulum senyumnya.

"KAAUU!!!" teriak Weasley geram.

"Apa?! Aku hanya mengungkapkan kenyataan yang ada. Bukan berarti jika kau memiliki ilmu sihir yang lebih tinggi dariku, maka kau berhak bertindak sewenang-wenang padaku. Tak adil bagimu untuk menyerangku yang masih pemula seperti kemarin. Jika saja kekuatanku seperti Mom, mungkin kau akan berpikir dua kali untuk melakukannya. Dan sungguh benar-benar sikap yang kekanak-kanakan sekali!" balas Avery tak mau kalah.

Ada jeda sejenak setelah Avery mengungkapkan isi hatinya. Tanpa diduga, Weasley tertawa mengejek kepada cucunya itu. "Buktikanlah! Kau hanya gadis kecil yang bermulut besar! Jika kemampuanmu mendekati separuh dari kekuatan Serenity dalam sebulan ini, maka aku akan mengakuimu!" cemooh Weasley.

Avery mengatupkam bibirnya dengan kesal. "Baik! Apa yang harus kulakukan? Jika aku berhasil membuktikannya padamu, maka bukan hanya harus mengakuiku, aku ingin kau meminta maaf padaku dan Dom pasanganku. Serta ... buang semua sikap konyolmu yang menyebalkan itu!" tantang Avery.

Weasley menatap tajam pada cucunya dengan raut yang jelas-jelas menahan amarah. "Elena! Panggil Ramus dan beri tanggung jawab padanya untuk mengurus bocah menyebalkan yang kurang ajar ini!" perintahnya tegas. Ia menyambut tantangan dari gadis kurang ajar yang menurutnya tak sopan itu.

____****____