webnovel

Beautiful Mate

Warning, 21+ mohon bijak dalam membaca. Avery Selena Dawn, seorang gadis yatim piatu 25 tahun yang baru saja lulus dari jurusan fashion design memutuskan untuk nekat mencoba melamar pekerjaan pada perusahaan fashion kulit dan bulu yang terkenal bernama Anima, karena kesulitan yang sedang melilit panti asuhan tempatnya tinggal dahulu yang menyebabkan anak-anak di sana kelaparan. Ia tentu saja sangat bersemangat ketika pada akhirnya diterima pada perusahaan itu. Perusahaan yang terkenal sangat ketat dan sulit menerima karyawan baru itu, bahkan memberinya kontrak khusus dan pendapatan yang terbilang tinggi untuk karyawan canggung yang tak berpengalaman sepertinya. Awalnya Avery mengira kontrak untuknya hanyalah sekadar kontrak kerja biasa sampai ia mengetahui bahwa kontrak itu adalah kontrak yang dibuat sendiri oleh Dominic Lucius Aiken, sang CEO sekaligus pemilik perusahaan itu ketika ia telah tinggal di mansion tua mewah yang sebelumnya ia kira adalah tempat khusus untuk para karyawan Anima. Tetapi dugaannya salah, ketika sang CEO sendiri ternyata juga bertempat tinggal di sana. Dominic, pria yang begitu tampan, gagah, misterius dan sangat mempesona itu, yang selalu terlihat dikelilingi oleh para wanita kemana pun ia pergi, membuat Avery sedikit muak. Pasalnya, ketika para wanita yang ternyata juga tinggal seatap dengannya, kerap memusuhinya dan selalu mencoba membuatnya tampak buruk ketika mereka mengira ia adalah 'mainan' baru sang Alpha! Tunggu, Alpha? Siapa? Dominic? Siapa ia sebenarnya hingga para wanita menyebutnya Alpha?!

Jasmine_JJ · Fantasy
Not enough ratings
84 Chs

Superior

"Superior?!" tanya Dom. "Apa maksudmu, Dad?"

"Ya, superior, karena Avery istimewa. Ia memiliki darah manusia, wolf, dan juga sorcerer sejati. Menurutmu apa lagi sebutan yang tepat untuknya? Sekadar sebutan Hybrid rasanya kurang tepat, karena ia lebih dominan memiliki darah Sorcerer. Maka ia adalah superior, bukan? Bahkan saat kekuatannya masih tersegel, ia sudah dapat masuk ke dalam Anima." Ayah Dom menjelaskan dengan raut serius.

Dorothy mengembuskan napasnya dan duduk dengan mencengkeram lengan kursi sofa marun yang terlihat begitu kontras dengan kulitnya yang sedang memucat.

"Maafkan aku ...," lirih Avery. Karena ia dapat menangkap sinyal yang serius dari raut wajah Dorothy dan Lucius setelah Dom selesai menceritakan segalanya tentang dirinya. Sejujurnya ia khawatir jika kedua orangtua Dom tak menyukainya dan ia akan menyebabkan masalah bagi Dom.

Dom kemudian menatap Avery dengan raut tegasnya. "Kau bukanlah masalah, Sayang. Dan jangan pernah berpikir kalau aku telah salah mendapatkanmu," ucapnya. "Ini sudah ketentuan Selena, dewi bulan kami. Dan aku sangat bersyukur karena kaulah mate-ku," ucap Dom.

"Benarkah ia berpikir begitu?" tanya Dorothy pada Dom saat ia menyadari Dom telah membaca isi hati Avery yang sedang sedikit menunduk. "Oh ... Putri manisku, jangan pernah berpikir jika kau adalah masalah. Kau istimewa. Hanya saja ... memang ada sedikit hal yang harus kukatakan di awal agar kedepannya kau dapat mempersiapkan diri." Dorothy menghampiri Avery dan duduk di sampingnya dengan penuh pengertian.

"Sayang ... keturunan Hybrid (perkawinan persilangan) memang tak banyak terjadi. Jika dalam beberapa kasus kita biasa menemui persilangan antara manusia dan werewolf, dalam kasusmu sedikit 'berbeda', karena persilangan antara half dan sorcerer setahu kami belum pernah terjadi di mana pun. Dan kau ... merupakan campuran yang begitu 'istimewa'. Kami tidak menentangmu, dan bukan karena kau takdir Dom sehingga kami terpaksa menerimamu. Seandainya kita tak memiliki takdir mate pun, kau akan tetap kami terima jika itu memang pilihan Dom."

"Lihat, Sayang?" bisik Dom menenangkan Avery. Avery yang mulai berkaca-kaca berusaha menahan tangisnya.

"Oh, pengantin kecilku yang malang," ucap Dorothy sambil kemudian memeluk Avery dan menepuk-nepuknya. "Jangan bersedih untuk hal-hal yang tidak perlu. Kau bukanlah suatu 'masalah' bagi kami. Tetapi tidak dipungkiri bahwa memang kalian akan menghadapi masalah yang lain nantinya, yaitu keluargamu, Sayang," ucap Dorothy.

Avery menatap Dorothy setelah melepaskan pelukannya. Ia mengangguk mengerti. "Ya, kakekku," lirihnya mengerti. "Apa yang harus aku lakukan?"

"Tak ada, Sayang. Tak seorang pun dapat menghindari takdir 'mate' di Anima. Begitu pula kakekmu. Suka atau tidak, Dom adalah takdirmu, dan ia harus dapat menerima itu." Dorothy kembali menegaskan pada Avery.

"Aku berencana akan menemui kakekku," ucap Avery.

"Dan aku akan mendampingimu," ucap Dom.

"Dom! Jangan bertindak impulsif." Dorothy sedikit terkejut dan menatap putranya dengan cemas.

"Mom, aku tak bisa membiarkan Avery sendiri. Ia adalah Luna-ku, dan aku tak ingin membiarkan sesuatu terjadi padanya," ucapnya sambil mengerutkan keningnya tanda keseriusan ucapannya.

"Aku tahu, Nak. Kita pikirkan dengan perlahan, oke? Kita harus memiliki rencana sebelum menemui kaum Sorcerer, karena aku pun tak ingin sesuatu yang buruk menimpamu," ucap Dorothy. Ia kemudian mengembuskan napasnya. "Karena kau pun tak dapat membawa kawanan kecil untuk mendampingimu ke sana, maka kita harus memikirkan cara yang aman."

"Aku tahu, aku mengerti yang kau khawatirkan, Mom, aku akan memikirkannya," janji Dom.

"Baiklah, lakukan saja apa yang memang harus kau lakukan sebagai seorang pria sejati, Nak," timpal Lucius kemudian. "Dan untukmu, Avery putriku, selamat datang dan selamat bergabung dalam keluarga Aiken," ucap Lucius tulus sambil tersenyum.

"Terima kasih, Tuan." Avery tersenyum gugup dan mengangguk haru membalas ucapan pria gagah yang mirip Dom itu. Ucapan penyambutan Lucius dengan tatapan dan senyum teduhnya itu mampu membuat hati Avery menghangat. Ia sangat lega bertemu dengan mertua yang sangat baik kepadanya.

"Tuan? Kau keterlaluan, Sayang, belajarlah memanggilku Dad, karena aku sangat senang jika memiliki putri yang memanggilku dengan suara merdunya, haha!" ucap Lucius terang-terangan.

"Oh, ya ampun! Hentikanlah, aku baru tahu jika kau ternyata begitu menggelikan, Dad," ucap Dom sambil menggelengkan kepalanya.

"Kau dapat mengatakan itu karena kau tak pernah merasakan memiliki seorang putra satu-satunya yang begitu menyusahkan, Bocah berandal!" gertak Lucius.

"Aku sudah tak seperti dulu, Dad. Kau pikir berapa umurku? Aku adalah seorang Alpha sekarang, jangan memanggilku bocah lagi," balas Dom seolah tak terima.

Lucius tertawa terbahak-bahak. "Sekali bocah, tetaplah bocah! Aku akan mengakuimu jika kau telah menjadi seorang ayah dan memberikanku cucu-cucu kecil yang menggemaskan," ucap Lucius.

"Sungguh tak masuk akal, Pak tua ini!" gumam Dom. "Kami akan menghasilkan keturunan kami sendiri sesuai keinginan kami sendiri. Jangan memerintahku untuk hal pribadiku, oke?" jelas Dom.

"Ck!" cibir Lucius kesal.

"Sudah hentikan dan jangan mengganggunya, Lucius! Beristirahatlah kalian, dan antarkan Avery berkeliling setelah ia cukup beristirahat, Dom," ucap Dorothy merujuk pada Dom.

"Tentu, ayo Sayang akan kutunjukkan kamar kita." Dom segera menarik tangan Avery dengan bersemangat.

Avery sedikit mengerjap. "Se ... sekarang? Baiklah, kami permisi Mom, Dad!" ucap Avery terburu-buru.

"Jangan hanya mengajaknya ke dalam kamar saja tanpa melakukan sesuatu! Segera tandai ia, Bocah!" timpal Dorothy yang seketika membuat Avery merona.

"Jangan ikut-ikutan dan membuat istriku canggung, Mom!" seru Dom.

Ia kemudian tersenyum menatap Avery. "Tak usah kau hiraukan ia, Sayang." Dom berucap santai dan memang tak menghiraukan Dorothy walau ibunya bersuara keras sebelum kepergiannya. Ia masih menarik Avery dengan tak sabaran agar dapat segera membawanya ke dalam kamar mereka.

"Perlahan-lahan," gumam Avery geli. Mereka telah berada di lantai dua dalam kediaman keluarga Aiken setelah Dom menuntun Avery menaiki tangga lebar berkarpet marun dan besar yang begitu menawan.

"Satu lantai lagi dan kujanjikan pemandangan yang menakjubkan untukmu sebelum kita masuk ke dalam kamar," ucap Dom antusias.

"Naik lagi? Kamar kita berada di lantai tiga?" ucap Avery seolah tak percaya. "Oh, bisakah kau menjelaskan tentang kau dan obsesimu pada lantai atas? Mengapa selalu menempatkanku di lantai atas?"

Dom tergelak. "Karena dari sana kita dapat menikmati pemandangan yang menakjubkan, Sayang. Kau tak akan protes jika telah melihat ini," ucap Dom sambil menarik Avery lagi ke sebuah pintu kaca besar yang menghubungkannya dengan sebuah balkon luas.

Avery menganga saat Dom membuka pintu tersebut dan menuntunnya untuk melangkah keluar, menapaki balkon dengan pemandangan menakjubkan yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

Pemandangan berkelip dan hamparan salju putih yang menyilaukan di beberapa titik, menjadi hal utama yang dapat Avery tangkap dari sekeliling mansion besar itu. Setelahnya, terlihat banyak pemukiman yang tertata indah dan klasik di bawah mereka.

Cerobong asap mengepul di beberapa kediaman mungil yang berselang-seling dengan bangunan-bangunan semi modern. "Ini sangat indah, seperti kau seolah sedang berada di suatu desa yang menawan," gumam Avery takjub.

"Pemandangan ini belum dapat sepenuhnya kau nikmati. Kami masih memiliki sebuah vila di atas gunung itu untuk dapat mengamati keseluruhan kediaman pack bagian selatan. Suatu saat aku akan membawamu ke sana," balas Dom puas. "Tentu saja mungkin setelah kau berkenalan dengan Warick, Sayang. Ia akan dengan senang hati membawamu naik dan turun kapan pun kau inginkan."

"Warick? Siapa ia?"

"Hanya ... penjaga vila kami," ucap Dom sambil tersenyum penuh arti.

"Apa ia pria yang ramah? Jika aku harus menyapa dan berkenalan dengannya, maka setidaknya kau dapat memberikan petunjuk tentang ...."

"Ia bukan 'seorang pria', Sayang," potong Dom. Avery mengerutkan alisnya tanda tak mengerti. Ia adalah seekor NAGA," lanjut Dom.

Ada jeda sejenak sebelum Avery kembali mengerjap. "Na ... na ... naga?! Ap ... apa? Apa aku tak salah mendengarmu?" ucapnya masih belum yakin.

"Tidak, Sayang. Warick adalah seekor Naga." Dom mengulum senyumnya dan mengangguk-angguk puas setelah melihat Avery yang menganga.

____****____