webnovel

Beautiful Mate

Warning, 21+ mohon bijak dalam membaca. Avery Selena Dawn, seorang gadis yatim piatu 25 tahun yang baru saja lulus dari jurusan fashion design memutuskan untuk nekat mencoba melamar pekerjaan pada perusahaan fashion kulit dan bulu yang terkenal bernama Anima, karena kesulitan yang sedang melilit panti asuhan tempatnya tinggal dahulu yang menyebabkan anak-anak di sana kelaparan. Ia tentu saja sangat bersemangat ketika pada akhirnya diterima pada perusahaan itu. Perusahaan yang terkenal sangat ketat dan sulit menerima karyawan baru itu, bahkan memberinya kontrak khusus dan pendapatan yang terbilang tinggi untuk karyawan canggung yang tak berpengalaman sepertinya. Awalnya Avery mengira kontrak untuknya hanyalah sekadar kontrak kerja biasa sampai ia mengetahui bahwa kontrak itu adalah kontrak yang dibuat sendiri oleh Dominic Lucius Aiken, sang CEO sekaligus pemilik perusahaan itu ketika ia telah tinggal di mansion tua mewah yang sebelumnya ia kira adalah tempat khusus untuk para karyawan Anima. Tetapi dugaannya salah, ketika sang CEO sendiri ternyata juga bertempat tinggal di sana. Dominic, pria yang begitu tampan, gagah, misterius dan sangat mempesona itu, yang selalu terlihat dikelilingi oleh para wanita kemana pun ia pergi, membuat Avery sedikit muak. Pasalnya, ketika para wanita yang ternyata juga tinggal seatap dengannya, kerap memusuhinya dan selalu mencoba membuatnya tampak buruk ketika mereka mengira ia adalah 'mainan' baru sang Alpha! Tunggu, Alpha? Siapa? Dominic? Siapa ia sebenarnya hingga para wanita menyebutnya Alpha?!

Jasmine_JJ · Fantasy
Not enough ratings
84 Chs

Ramuan Cinta

Avery menatap ke sekelilingnya, ia kemudian berdiri dan meraih sendok dari tangan Dom dan pie yang ada di hadapannya dengan tenang. Setelah itu, ia mengitari meja, melewati salah seorang pelayan pria yang tengah membawa potongan buah ke arah Ariana. Kemudian, ia melakukan hal yang sama pada pie milik Ariana. Menukarnya dengan pie milik Dom, dan kembali ke kursinya semula.

Beberapa detik setelah Avery duduk, ia kemudian menjentikkan jarinya, dan keadaan sekejap berjalan seperti semula. Dom dan Ariana masing-masing menyuap sendok pienya secara bersamaan. Dan ketika itu, pelayan pria yang sebelumnya membawa potongan buah, telah berdiri di samping Ariana sambil sedikit membungkuk untuk meletakkan potongan buah yang ia bawa tersebut di hadapan Ariana.

"Silakan, Nona," ucapnya.

Ariana refleks menatap si pemilik suara dan seketika mematung saat menatap wajahnya. Seperti terhipnotis, ia membeku untuk beberapa saat ketika menatap mata pelayan pria muda itu.

"Y ... ya, terima kasih, kau sungguh tampan," gumamnya tanpa sadar.

Sontak, seluruh perhatian teralih pada Ariana. Keith, Miriam, Dorothy, Lucius, dan Dom sendiri menatap Ariana dengan tatapan sedikit heran sekaligus terkejut.

"Ma ... maksudku, terima kasih ... tam ...." Lagi, Ariana membelalakkan matanya dan menggigit bibirnya untuk menahan ucapan tak masuk akal yang akan keluar lagi dari mulutnya. Bagaimana bisa ia menyebut pria lain tampan sementara ada pria yang dicintainya sedang duduk di hadapannya?

"Te ... terima kasih, Nona," ucap pelayan tersebut yang juga tampak shock dan merona saat Ariana menyebutnya tampan. Dengan kikuk ia kemudian undur diri.

Ariana refleks menutup mulutnya. Ia kembali terbelalak dan merona dengan ucapannya sendiri. Terlebih, saat ia menatap bergantian orang-orang di sekelilingnya dengan tatapan bingung. Semua menatapnya seolah tak percaya karena ia telah melakukan sesuatu yang memalukan. Dan ya, sesuatu yang sebenarnya tak ingin ia lakukan.

Avery sedikit tersenyum samar. Ia bahkan menyuap dengan tenang pie buatan Ariana ke dalam mulutnya. "Hmm ... ini sangat lembut dan manis," komentarnya. "Kau memang pandai membuat pie, Ariana," lanjutnya sambil tersenyum manis pada Ariana.

"A ... apa? Oh, ya ... terima kasih Avery," ucap Ariana sedikit linglung. Ia kemudian mengerutkan alisnya dan menatap pienya sendiri seolah berpikir keras.

"Lalu, Dom ... silakan kau menjawab pertanyaan keluarga Ariana. Semua pasti sudah menunggumu, mereka akan menerima serta mengerti apapun keputusanmu. Begitu juga dengan diriku, Sayang," ucap Avery sambil tersenyum tenang.

Dom sedikit mengangkat salah satu alisnya dan menatap Avery dengan keingintahuannya. Ia bahkan berkomunikasi dengan Avery melalui telepati karena menangkap senyum manis Avery yang terasa 'aneh' baginya. Tapi Avery tak menghiraukan pertanyaan Dom yang ditanyakannya melalui telepati. Ia hanya menyantap lagi pie buatan Ariana.

Dom sedikit berdehem. "Baiklah, aku akan menjawab pertanyaan kalian," ucapnya sambil mengubah mimiknya dengan lebih serius.

"Paman Keith, Bibi Miriam, dan Ariana, maaf aku harus menolak perjanjian pernikahan itu. Aku sudah memiliki Avery dan tak berniat ingin memiliki pendamping selain dirinya. Aku harap kalian bisa mengerti. Aku sudah menganggap kalian maupun Ariana seperti keluargaku sendiri," ucap Dom. Ia kemudian beralih menatap Ariana. "Dan Ariana, inilah jawabanku. Kuharap kau mengerti."

Ariana yang tampak tidak begitu fokus dengan ucapan Dom, masih meneliti pie-nya dengan wajah serius.

"Ariana," panggil Dom kemudian.

"Ya?" ucapnya sedikit tersentak sambil kemudian menatap ke arah Dom. "Aku mendengarmu," jawabnya lagi. "Aku mengerti Dom, sungguh."

Giliran kedua orangtua Ariana yang merasa aneh dengan ucapan dan sikap putrinya. "Kau yakin, Sayang?" tanya Miriam.

"Tentu, Mom. Dom telah memiliki Luna-nya, dan aku mengerti jika ia hanya ingin berpasangan dengannya. Aku dapat menerima keputusannya. Aku sebelumnya hanya ingin mempertanyakan tentang pertunangan itu agar semuanya menjadi jelas untuk kedepannya nanti, itu saja. Karena kita sudah seperti keluarga, aku hanya tak ingin ada perselisihan menyangkut hal itu. Aku dapat sepenuhnya mengerti keputusan Dom, dan aku juga suatu saat pasti akan menemukan pasanganku sendiri."

Kedua orangtua Ariana mengerjap, seolah merasa heran dengan keputusan putrinya. "Ba ... baiklah, jika memang itu yang kau rasakan. Dan, karena semuanya sudah jelas sekarang, aku harap semuanya akan baik-baik saja," ucap Miriam. Ia kemudian menatap Avery. "Dan Avery, maafkan jika kedatangan kami mungkin telah mengejutkanmu," lanjutnya.

"Tak masalah Nyonya Miriam, aku dapat mengerti," jawab Avery manis.

"Dan maafkan kami juga Dom, kami tidak bermaksud untuk tak menghormatimu dan Lunamu, hanya saja ...."

"Sungguh, tak apa, aku sungguh dapat mengerti Bi," potong Dom menenangkan Miriam.

"Terima kasih ... karena semua telah jelas, ada baiknya kami permisi," ucap Miriam. Dom tersenyum dan mengangguk.

Setelah kepergian keluarga Ariana, Avery ikut beranjak dari kursinya dan menuju ke arah taman. Ia memang tak berniat untuk ikut mengantar kepergian keluarga Ariana bersama Dorothy.

"Jadi ... katakan yang sebenarnya, ada apa ini, Sayang?" tanya Dom kemudian yang telah menyusul Avery dan berdiri di belakangnya.

Avery berbalik dengan tenang. Ia kemudian menatap Dom sambil tersenyum kecil dan duduk di salah satu kursi taman. "Apa maksudmu?" tanya Avery polos.

Dom tersenyum. "Oh, ayolah aku tahu apa yang telah kau lakukan pada Ariana. Mengapa ia tiba-tiba begitu aneh tadi? Ia bahkan sedikit linglung dan seolah tak tahu apa yang telah dikatakannya. Apa kau sudah melakukan 'sesuatu' padanya, Sayang?" selidiknya ingin tahu sambil duduk di samping Avery.

"Ya," jawab Avery puas.

"Oke, Sayang ... apa yang sebenarnya terjadi?" tanyanya.

"Aku melakukannya karena ia hampir melakukan 'sesuatu' itu padamu. Menurutmu, apa yang terjadi pada Ariana? Linglung, tak mengerti apa yang dibicarakannya, dan ... ia begitu terpesona pada lawan jenis yang ditatapnya?"

Dom mengerutkan alisnya seolah berpikir. Beberapa detik kemudian ia membulatkan bola matanya dan menatap Avery. "Tak mungkin ... jangan-jangan ...," ucapnya menduga-duga.

Avery mengangguk menanggapi reaksi Dom. Ia yakin Dom telah mengetahui apa yang sedang terjadi. "Katakanlah ...," ucapnya kemudian.

"Ramuan Cinta ...," lirihnya.

Avery menatap Dom dengan tenang dan mengembuskan napasnya perlahan. Dom kemudian mengerjap untuk menguasai keterkejutannya. "Ba ... bagaimana kau tahu itu, Sayang? Lalu ... benarkah Ariana hendak melakukan itu padaku?" ucapnya seolah masih tak percaya.

Avery menunjuk pada salah satu bunga di tengah taman. "Aku melihat sekilas jejak bunga 'Blue Night' pada pie-mu dan aroma samar darinya," jelasnya. "Aku ingat jika itu adalah bunga ilusi yang merupakan bunga sihir untuk campuran beberapa mantra, selain mantra ilusi, halusinasi, dan bunga itu yang paling sering digunakan untuk mantra cinta. Aku hanya kebetulan mengingatnya di dalam buku tanaman sihir Anima yang telah kau berikan padaku."

Dom mengembuskan napasnya seolah lega. "Wow ... aku tak mengerti mengapa Ariana bisa melakukan itu," gumamnya tak percaya.

"Jangan terlalu terkejut, itulah wanita, sebagian bisa melakukan apa saja tanpa berpikir panjang jika menyangkut pria yang ia cintai. Dan sebagian lagi ... bisa melakukan hal yang sama dan membalas dengan cara apapun jika ia telah diprovokasi. Apa kau pikir aku hanya akan diam saja jika ada wanita lain yang berani mengganggu milikku?"

Dom menggigit bibirnya dan tersenyum gemas. Ia menatap Avery dengan mata melembut. "Jadi ... sekarang aku memang sudah dalam perangkapmu, benar? Tak ada seorang pun yang boleh mendekatiku atau kau akan menggigitnya?" godanya.

"Jelas, bukankah kau juga akan melakukan hal yang sama padaku? Satu wanita jal*ng tak akan membuatku gentar. Jadi katakan, memang begitukah sifat wanita yang telah kau anggap keluargamu sendiri? Tak adakah satu pun yang tahu dengan sikap buruknya itu? Ariana benar-benar bermuka dua, tersenyum manis di hadapan kalian, dan di belakangnya ternyata licik. Serius, jika bukan karena masih memikirkanmu dan keluarganya, aku pasti sudah akan mempermalukannya lebih dari ini. Ini bukan apa-apa baginya jika mengingat apa yang hendak ia coba lakukan padamu," ucap Avery dengan sedikit geram.

Dom kembali tersenyum. "Oh, Sayang ... yang kau lakukan memang sudah tepat. Aku tak tahu apa jadinya jika aku masuk ke dalam rencananya. Aku baru tahu dengan sisi Ariana yang seperti itu. Terima kasih telah mencegahnya melakukan itu padaku, Sayang" ucapnya sambil tersenyum lega. "Lalu, sekarang katakan dengan cara apa kau menghentikan Ariana dan mencegah agar aku tak memakan ramuan itu?" ucap Dom.

Avery menatap Dom dengan serius. "Dengan 'Mantra Penghenti Waktu'," jawabnya.

____****____