webnovel

Beautiful Mate

Warning, 21+ mohon bijak dalam membaca. Avery Selena Dawn, seorang gadis yatim piatu 25 tahun yang baru saja lulus dari jurusan fashion design memutuskan untuk nekat mencoba melamar pekerjaan pada perusahaan fashion kulit dan bulu yang terkenal bernama Anima, karena kesulitan yang sedang melilit panti asuhan tempatnya tinggal dahulu yang menyebabkan anak-anak di sana kelaparan. Ia tentu saja sangat bersemangat ketika pada akhirnya diterima pada perusahaan itu. Perusahaan yang terkenal sangat ketat dan sulit menerima karyawan baru itu, bahkan memberinya kontrak khusus dan pendapatan yang terbilang tinggi untuk karyawan canggung yang tak berpengalaman sepertinya. Awalnya Avery mengira kontrak untuknya hanyalah sekadar kontrak kerja biasa sampai ia mengetahui bahwa kontrak itu adalah kontrak yang dibuat sendiri oleh Dominic Lucius Aiken, sang CEO sekaligus pemilik perusahaan itu ketika ia telah tinggal di mansion tua mewah yang sebelumnya ia kira adalah tempat khusus untuk para karyawan Anima. Tetapi dugaannya salah, ketika sang CEO sendiri ternyata juga bertempat tinggal di sana. Dominic, pria yang begitu tampan, gagah, misterius dan sangat mempesona itu, yang selalu terlihat dikelilingi oleh para wanita kemana pun ia pergi, membuat Avery sedikit muak. Pasalnya, ketika para wanita yang ternyata juga tinggal seatap dengannya, kerap memusuhinya dan selalu mencoba membuatnya tampak buruk ketika mereka mengira ia adalah 'mainan' baru sang Alpha! Tunggu, Alpha? Siapa? Dominic? Siapa ia sebenarnya hingga para wanita menyebutnya Alpha?!

Jasmine_JJ · Fantasy
Not enough ratings
84 Chs

Orangtua Avery

"Akhirnya kau kemari, Avery. Bagaimana kabarmu? Aku tahu, kali ini kau tidak hanya sekadar untuk menjengukku, bukan, Sayang?" ucap pria tua yang kemudian meletakkan alat tulisnya ketika Avery masuk ke dalam ruangannya.

Siang itu Avery memutuskan mengunjungi Arthur, sahabat ayahnya yang juga merupakan sosok penolong dan penjaganya. Avery mengunjungi Arthur di universitas tempatnya mengajar. Ia sebelumnya telah menelepon pria itu dan membuat janji untuk bertemu dengannya.

"Paman Arthur, bagaimana kabarmu?" sapa Avery. Ia mendekati Arthur yang kemudian menyambutnya dengan berdiri dan memeluknya.

Arthur sedikit terkesiap saat memeluk Avery. Ia mengerutkan alisnya karena menangkap sesuatu yang berbeda darinya. "Sayang, aku menangkap ada sesuatu yang ... 'berbeda' darimu," ucap Arthur sedikit waspada. Ia seolah memikirkan kata yang paling tepat untuk mengungkapkan perasaannya pada Avery.

"Mungkin itu karena bauku?" tanya Dom yang kemudian menyusul Avery masuk dari arah belakangnya.

Arthur sejenak membelalakkan matanya dan terpaku menatap Dom. Ia kemudian tampak sedikit mengangguk dan membungkuk. "Oh ... Tu ... Tuan ...," sapanya spontan.

"Apa kau mengenal Dominic, Paman Arthur?" tanya Avery keheranan.

"Tak ada yang tak mengenal seorang Alpha begitu ia melihat dan mencium baunya, Avery. Baik itu seorang werewolf maupun 'Half' (separuh manusia serigala). Bukan begitu, Tuan ... Arthur?" terang Dom. Ia kemudian tersenyum tipis dan merujuk pada Arthur.

Avery menatap Arthur dengan sedikit terbelalak. "Benarkah, Paman?" Avery bertanya seolah menuntut penjelasan dari Arthur. "Apakah kau juga ...."

Arthur berdehem dan melepas kacamatanya sebelum kembali berkata, "Benar, Sayang, aku adalah Half," ucapnya kemudian. "Lain aku, lain ayahmu. Kami serupa tetapi tak sama, karena ayahmu adalah seorang WEREWOLF."

"Apaa?!" Avery membulatkan kedua matanya karena terkejut.

"Duduklah, Sayang, dan aku yakin Arthur akan menjelaskan semuanya padamu," ucap Dom yang ikut mengerutkan alisnya karena terkejut. Avery kemudian duduk di salah satu kursi yang ada di ruangan Arthur diikuti oleh Dom di sampingnya.

"Jelaskan semuanya padaku, Paman. Siapakah sebenarnya kedua orangtuaku dan aku, karena kemarin aku telah mengalami hal yang tak biasa pada diriku. Dan aku juga mendapati kemunculan tanda semacam tatoo berwarna silver yang bersinar di pergelangan tanganku, sesaat sebelum aku keluar dari rumah tadi," ucap Avery kemudian.

Arthur mengangguk mengerti. "Sayang, aku bisa menjelaskan semuanya, hanya saja ... mungkin aku tak dapat berbuat banyak untukmu karena ... itu agak rumit, Sayang," ucap Arthur.

"Katakan saja yang kau ketahui dan apa yang bisa Avery lakukan, karena seperti yang kau tahu, Avery adalah mate-ku, Arthur. Dan kau tentu tahu siapa aku, bukan begitu, Nak?!" ucap Dom.

Walau penampakan fisik Dom jauh terlihat lebih muda dari Arthur, namun Arthur tahu benar bahwa usia Dom jauh berada diatasnya. "Baik, Tuan," jawabnya sopan. Sejenak Arthur tertegun saat Dom menyebutkan Avery sebagai mate-nya.

"Aku tahu suatu saat aku harus mengatakan kebenarannya padamu, Avery. Dan mungkin memang inilah saatnya." Arthur memghembuskan napasnya sejenak. Ia kemudian menuju ke salah satu lemari rak bukunya dan menekan salah satu sisi rak hingga sebuah bilik rahasia kecil terbuka diantara buku-bukunya.

Arthur meraih sebuah kotak kecil dan membawanya pada Avery. "Avery, ayahmu adalah Lone Wolf (serigala tunggal) dari keluarga Dawn. Ia tak masuk ke dalam kelompok manapun. Ia bertemu ibumu, Serenity saat kami sedang dalam penelitian di dalam Ancient Forest. Saat itu di dalam hutan yang lebat itu, ayahmu tanpa sengaja masuk ke dalam portal dunia Anima, dan di sanalah ia bertemu dengan ibumu. Hingga ibumu akhirnya menolongnya keluar."

"Sedang simbol ukiran semacam tatoo yang kau lihat itu adalah simbol keluarga Alastor. Setiap putri dari keluarga Alastor memiliki itu. Semakin banyak kemampuan dan kekuatannya, semakin banyak simbol itu nantinya terpancar dari tubuhnya. Simbol tak kasat mata itu hanya akan muncul pada saat-saat tertentu. Dan hanya para penyihir kuatlah yang dapat melihatnya. Aku tak tahu pasti bagaimana, tapi ... mungkin kau dapat melihat beberapa barang peninggalan orangtuamu sebelum mereka tewas."

Arthur menyerahkan kotak itu pada Avery. Avery menerima kotak itu dengan penuh tanya. "Apa maksudmu ibuku adalah seorang ... penyihir?" tanya Avery. Arthur mengangguk.

"Jadi, ia keturunan Alastor?" tanya Dom seolah tak percaya. "Dan ayahnya adalah seorang Lone Wolf? Luar biasa, beruntungnya aku." Dom terkekeh seolah tak percaya. Dom kemudian menatap Avery seolah sambil berpikir. "Ternyata sungguh menarik dirimu, Sayang. Bagaimana mungkin putri mereka tak terdeteksi oleh siapa pun, bahkan kami mengira ia hanyalah gadis biasa."

"Mu ... mungkin itu karena kekuatan sihir Serenity. Yang aku tahu, itulah yang memang diinginkan oleh Jack dan Seren sebagai orangtua Avery, mereka selalu berpesan padaku agar membiarkanmu tumbuh selayaknya manusia biasa. Dan ... sebelum kematian mereka, Seren memberiku beberapa benda yang harus kuserahkan padamu, selain baju ibumu dulu, ada kotak ini," jelas Arthur.

"Apa maksudmu, Paman? Bukankah mereka tewas karena kecelakaan? Mengapa mereka bisa menyerahkan semua ini? Lagipula kau mengatakan bahwa sebelum mereka tewas, ada musibah lainnya yang terjadi yang mengharuskanku akhirnya tinggal di panti Bibi Marry. Karena rumah kami terbakar sebelumnya, karena itulah ayahku kehilangan semua hartanya, benar begitu?" tanya Avery.

Arthur kembali menghembuskan napasnya. "Sayang, ayah dan ibumu bukan tidak memiliki apapun. Mereka hanya sengaja menghilangkan semuanya, menghilangkan semua jejak yang bisa mengarahkan padamu, Nak," jawab Arthur.

"Apa maksudnya, Paman?"

"Avery, kedua orangtuamu hidup dalam pelarian. Seorang sorcerer hebat akhirnya memilih hidup dengan seorang werewolf, apakah menurutmu keluarga ibumu akan tinggal diam begitu saja? Lagipula, mereka adalah pasangan yang belum pernah ada sebelumnya."

"Cih! Para penyihir sombong itu masih menganggap dirinya yang paling mulia, rupanya," komentar Dom sinis. "Mengapa aku bilang sungguh 'beruntung' aku bertemu dirimu, Avery, karena setahuku Alastor, kakekmu adalah pria tersombong sekaligus penyihir terkuat di Anima. Ia juga sama menyebalkannya dengan kekuatannya. Tak heran ia akan mengejar werewolf yang memiliki darah beast di dalam dirinya hingga ke ujung dunia sekalipun karena telah mencuri hati putrinya. Dan terutama, karena ia sangat membenci kaum kami."

Avery mengerjap dan menatap Dom dengan khawatir. "Mengapa begitu?" tanyanya. Ia melihat raut wajah Dom yang berubah serius.

"Avery, kami kaum Beast selalu dipandang sebelah mata oleh para Sorcerer (penyihir alami). Menurut mereka, kaum kami hanyalah sekumpulan hewan bodoh yang tak berotak, hingga mereka memanipulasi manusia untuk memusnahkan kami," jelas Dom. Walau pembawaannya tenang, Avery masih dapat menangkap amarah dalam nada bicara Dom. Avery bahkan dapat merasakan nyeri dan kesedihan pria itu. Mungkin itulah ikatan batinnya sebagai mate.

"Tu ... Tuan, saya tak berani berkomentar banyak tentang itu. Saya hanya menyampaikan apa yang saya ketahui. Saya tidak tahu siapa yang telah mengejar-ngejar Jack dan Seren, hingga mereka selalu bersembunyi. Hanya saja, saya rasa mungkin sudah saatnya Avery bertemu dengan kakeknya." Arthur menatap Avery dan Dom secara bergantian.

"Hhrgh, dan membiarkan ia akan membunuhnya sama seperti ia melenyapkan kedua orangtuanya!?" balas Dom geram.

"Dom! Jangan berkata seperti itu. Jangan berprasangka buruk pada sesuatu yang belum pasti kita ketahui," ucap Avery terkejut. Ia menatap Dom dengan perasaan yang bercampur aduk.

Dom tampak sedang menghembuskan napasnya untuk mengontrol emosinya. "Andai kau tahu apa yang pernah terjadi, Avery. Kau belum tahu seberapa besar kebencian dan kekejaman kakekmu itu," ucapnya mengeras. "Jika pembicaraan kalian selesai, segera masuklah ke dalam mobil. Aku akan menunggumu di sana."

Dom pergi meninggalkan ruangan Arthur dengan rahang terkatup rapat. Ia bahkan tak menengok sedikit pun saat keluar dari sana. Avery hanya dapat melihat kepergiannya dengan prihatin.

"Jangan menganggap Tuan Dom keterlaluan, Avery. Yang dikatakannya memang benar, kaum Beast memang selalu teraniaya. Pada masa kelam Anima, kaum Beast-lah yang banyak menjadi korban."

Avery mengerutkan alisnya. "Aku akan mengejar Dom. Terima kasih atas semua penjelasanmu, Paman. Tolong hubungi aku jika ada sesuatu yng terlewat untuk kau ceritakan."

"Tentu saja, pergilah," jawab Arthur.

____****____