webnovel

Beautiful Mate

Warning, 21+ mohon bijak dalam membaca. Avery Selena Dawn, seorang gadis yatim piatu 25 tahun yang baru saja lulus dari jurusan fashion design memutuskan untuk nekat mencoba melamar pekerjaan pada perusahaan fashion kulit dan bulu yang terkenal bernama Anima, karena kesulitan yang sedang melilit panti asuhan tempatnya tinggal dahulu yang menyebabkan anak-anak di sana kelaparan. Ia tentu saja sangat bersemangat ketika pada akhirnya diterima pada perusahaan itu. Perusahaan yang terkenal sangat ketat dan sulit menerima karyawan baru itu, bahkan memberinya kontrak khusus dan pendapatan yang terbilang tinggi untuk karyawan canggung yang tak berpengalaman sepertinya. Awalnya Avery mengira kontrak untuknya hanyalah sekadar kontrak kerja biasa sampai ia mengetahui bahwa kontrak itu adalah kontrak yang dibuat sendiri oleh Dominic Lucius Aiken, sang CEO sekaligus pemilik perusahaan itu ketika ia telah tinggal di mansion tua mewah yang sebelumnya ia kira adalah tempat khusus untuk para karyawan Anima. Tetapi dugaannya salah, ketika sang CEO sendiri ternyata juga bertempat tinggal di sana. Dominic, pria yang begitu tampan, gagah, misterius dan sangat mempesona itu, yang selalu terlihat dikelilingi oleh para wanita kemana pun ia pergi, membuat Avery sedikit muak. Pasalnya, ketika para wanita yang ternyata juga tinggal seatap dengannya, kerap memusuhinya dan selalu mencoba membuatnya tampak buruk ketika mereka mengira ia adalah 'mainan' baru sang Alpha! Tunggu, Alpha? Siapa? Dominic? Siapa ia sebenarnya hingga para wanita menyebutnya Alpha?!

Jasmine_JJ · Fantasy
Not enough ratings
84 Chs

Masa 'Rut' Dominic

Dominic melesat ke dalam kamarnya dan bergegas menuju meja kerjanya. Ia membuka lacinya dengan tergesa untuk mengambil sebuah kotak di dalamnya. Kotak kayu yang berisi beberapa obat suppressant itu buru-buru ia suntikkan ke dalam tubuhnya. Ya, ia sedang mengalami rut!! Masa dimana puncak gairahnya sedang mengalahkan akal sehatnya. Dan ia bahkan belum pernah mengalami hal itu sekalipun!!

Tentu, sekali setelah ia mengalami kedewasaan, ia pernah merasakannya. Tetapi karena ia sejatinya adalah Alpha dominan, ia bisa mengendalikan dirinya sendiri. Ia tak pernah mengalami masa-masa sulit karena siklus tersebut.

"Sulit dipercaya ...," gumamnya sambil menyugar rambutnya dengan frustasi setelah ia telah menyuntikkan suppressant ke dalam dirinya sendiri. Obat yang ia suntikkan itu bereaksi cepat ketika masuk ke dalam tubuhnya.

Dom tak habis pikir, mengapa ia bisa mendapatkan rut (ledakan gairah) saat berada di dekat gadis itu. Ia yang tak pernah sekalipun terpengaruh oleh feromon siapa pun, bagaimana bisa ... dengan gadis manusia itu ... ia merasa mabuk dan bergairah bagaikan merasakan candu ketika mencium aroma Avery.

Ia bahkan sesaat telah kehilangan akal sehatnya dan hanya mengikuti insting hewaninya saja. Ia tak tahu apa yang bisa terjadi. Ia tak pernah lepas kontrol sekalipun selama ratusan tahun hidupnya ini. Mungkin jika Avery tidak menghentikannya, ia sudah ...

"Aargh, sial ...," umpatnya kemudian setelah ia merasakan langkah-langkah kaki kecil yang berderap menuju ke kamarnya.

"Brak ... brak .. brak!!"

Gedoran-gedoran kecil terdengar di depan pintu kamarnya. Tanpa bertanya pun ia tahu siapa yang sedang menghampirinya. Ia sudah mendengar umpatan-umpatan dan teriakan dalam pikiran Avery sesaat setelah ia meninggalkan gadis itu di sana sendirian dengan keadaan setengah telanjang.

Ia yang sebelumnya tak menghiraukan apapun dan berlari untuk meraih obatnya, bahkan tak mempertimbangkan posisi Avery di sana. "Yap, habislah aku ...," lirihnya sambil menuju ke arah pintu dan membukanya dengan penuh kesiapan serta kewaspadaan.

"PLAAK!!" Sebuah tamparan mendarat di pipinya ketika ia membuka pintu kamarnya. Avery menatapnya dengan wajah merah padam karena luapan emosinya.

Dominic sengaja membiarkan dirinya ditampar oleh gadis itu karena ia memang pantas mendapatkannya. Bagaimana ia tak dapat mengontrol hormonnya dan hampir mencelakai gadis itu saja sudah membuatnya shock dan cukup kewalahan, apalagi gadis itu sendiri. Entah, bagaimana perasaannya, tapi Dominic sedikit tahu dari bagaimana cara gadis itu mengumpat dan mengatainya di dalam pikirannya. Jelas, Avery pantas murka karena perbuatannya.

"Kau pria berengsek! Jangan pernah kau mendekatiku atau menyentuhku lagi, selamanya!" teriak Avery murka.

Dom menghembuskan napasnya. Sejujurnya ia bahkan tak merasakan efek sakit sedikit pun dari tamparan Avery. Entah mengapa ia mengernyit dan merasakan nyeri di dadanya justru ketika melihat gadis itu yang tampak berantakan akibat perbuatannya.

"Avery ... maafkan aku, aku ...."

"STOP!" potong Avery. "Jangan katakan sepatah kata pun. "Aku muak melihat wajahmu! Aku muak mendengar suaramu! Aku hanya merasa ingin menghajarmu Dom!" geramnya. Avery kemudian berbalik setelah menyemburkan luapan emosinya pada Dom.

Ia kembali ke kamarnya sendiri sambil menghentakkan kakinya karena kesal. Bahkan, ia membanting pintu kamarnya begitu dirinya masuk ke dalam. Dari kejauhan, Dom hanya dapat menghela napasnya lagi. Ia tak mungkin bisa mendekat pada gadis itu untuk sementara waktu.

Dom mengerutkan alisnya ketika ia mendengar geraman-geraman dan bahkan lolongan kecil dari beberapa werewolf jantan (hewolf) dan beberapa omega werewolf wanita (shewolf) yang terdengar disekitar kediamannya. Ia kemudian menatap ke arah jendelanya dan melihat juga beberapa jelmaan serigala-serigala kecil dan bahkan rubah serta anjing hutan yang sedang berkeliling mengitari mansionnya dengan gelisah. Walau begitu, mereka tak dapat masuk ke dalam mansionnya karena barier pelindung menghalangi mereka untuk masuk ke kediamannya.

Beberapa saat kemudian, John terlihat tergesa dan masuk ke dalam kamar Dominic setelah ia mengetuknya.

"Tuan ...," ucapnya penuh arti.

"Ya, John, aku tahu," jawab Dominic yang masih mengamati keadaan mansionnya dari jendela kamarnya.

"Tuan, saya telah mengeluarkan Lex dan Jessi, serta beberapa pelayan untuk sementara waktu karena mereka mulai bertingkah dan beraksi ketika ...," jawab John. Dom mengangguk mengerti.

"Tapi Tuan, ada beberapa hewolf yang juga mengitari mansion. Setahu saya, Omega pria sudah sangat jarang keberadaannya dan bahkan tak ada sejak terakhir kali ...."

"Mereka bukan Omega, John," potong Dominic. "Mereka hanya Alpha biasa dan Alpha resesif yang tidak terlalu kuat. Mereka seharusnya mundur ketika merasakan tekanan feromonku yang telah menguar."

"Lalu ... bagaimana bisa mereka ...." lirih John.

"Mereka bisa mendekati mansion karena tekanan feromonku sudah tertutupi oleh feromon lain, John. Walau belum sepenuhnya itu menguar, feromon itu berhasil mengimbangi milikku. Itulah mengapa beberapa shewolf omega masih dapat merasakannya. Tapi, kurasa ... itu akan menghilang seiring dengan obat suppressant yang telah kupakai tadi. Dan setelahnya ... entahlah, mungkin feromon miliknyalah yang akan semakin menguat setelah siklus 'heat' miliknya mengambil alih sepenuhnya."

"Miliknya? Tuan, siapa yang Anda maksudkan?" tanya John tak mengerti.

"Avery," jawab Dominic singkat.

John membulatkan matanya. "Ta ... tapi ...," ucap John sedikit bingung.

"Ya, John. Avery adalah manusia. Ia bukanlah shewolf atau jelmaan apapun, seharusnya ia tak mengalami itu. Entah apa dan bagaimana ia bisa mengalami siklus itu dan mempengaruhiku juga, itulah yang akan kucari tahu." Dominic menatap John dengan serius.

Ia kemudian meraih ponselnya di atas meja dan menghubungi sebuah nomor. Beberapa saat setelah telepon tersambung, si penerima akhirnya menjawab panggilan Dom.

"Halo, Jill, datanglah," ucap Dom pada Jill.

"Apa yang terjadi? Mengapa aku mendapat laporan bahwa mansionmu tengah menjadi magnet para serigala? Benarkah itu?" tanya Jill di seberang sana.

"Aku mengalami rut, Jill," tegas Dom.

"Benarkah? Maka dari itu para serigala mengitari mansion?" Terdengar nada keterkejutan di dalam suara Jill.

"Bukan hanya serigala," gumam Dom. "Datanglah dan bawalah beberapa suppressant lagi. Beritahukan pada Leah untuk kembali menguatkan barier di sekitar mansionku."

"Suppressant? Mengapa? Apa kau membutuhkannya? Cukup jangan keluar selama kau mengalami itu. Aku akan memberitahukan Leah."

"Bawa saja persediaan suppressant yang kau miliki. Aku sudah menggunakan yang kupunya, dan itu sedang bekerja. Aku yakin aku akan membutuhkan lebih banyak lagi untuknya."

"Untuknya? Siapa?" tanya Jill tak mengerti.

"Avery," jawab Dom.

"Avery?? Apa? Bukankah ia adalah ...."

"Akan kujelaskan nanti, datanglah sekarang juga." Setelah memutuskan sambungan telepon begitu saja, Dom segera bergegas keluar ruangannya. Ia melesat karena mendengar langkah kaki Avery dari kejauhan dan isi hatinya.

"BERHENTI!!" teriak Dom. Ia mendapati Avery sedang menyeret sebuah koper miliknya dan hendak menuruni tangga.

Avery yang terkejut, menghentikan langkahnya seketika. Ia menatap Dom dengan tajam ketika pria itu mulai berjalan mendekatinya.

"Apa yang akan kau lakukan?" tanya Dom.

"Kurasa kau tak perlu bertanya lagi," ucap Avery dingin. Ia hendak menuruni tangga sampai Dom kemudian berhasil meraih lengannya dan menahannya.

"Kembali ke kamarmu sekarang juga!" geramnya. Ia menatap Avery dengan serius. Napasnya mulai terengah ketika kedekatannya dengan gadis itu mulai mempengaruhi akal sehatnya lagi.

"Lepaskan aku sekarang juga, Dom!" geram Avery sambil mendekatinya dengan tatapan menantang.

Dom berdehem dan mengerutkan alisnya ketika feromon Avery mulai menyeruak ke dalam indra penciumannya. Ia tak mengerti mengapa aroma Avery sekarang menjadi berlipat-lipat lebih kuat dibanding sebelumnya? Bukankah ia sedang dalam siklus bulanannya? Apa karena itu?

"Tolong, ma ... masuklah ke dalam kamarmu Avery," pinta Dom. Ia menatap Avery dengan tatapan memohon. Ia sendiri tampak seperti sedang menahan sesuatu. Wajahnya yang memerah dan keringatnya yang mulai keluar membuat Avery bertanya-tanya. Avery sedikit mengerutkan alisnya.

"Please jangan ...," gumam Dom. Ia baru saja mendengar suara isi hati Avery. "Jangan lakukan itu. Jangan pergi dan kabur dari sini begitu saja. Aku memiliki alasan tersendiri Avery ... aku hanya ukh ... mencoba untuk melimdungimu ...." Dom tiba-tiba membungkuk dan mencengkeram pegangan tangga dengan salah satu tangannya.

"Johnn!!!" teriak Dom kemudian.

John yang dengan sigap muncul di belakang Dominic segera menghampiri Avery dan tanpa diduga-duga, ia kemudian menyuntikkan sebuah obat pada lengan Avery.

Avery membulatkan kedua bola matanya. "John! Apa yang kau lakukan?!" teriak Avery. Ia tak dapat mencegah itu karena Dom kemudian dengan sigap mencekal tangan satunya lagi dan menariknya, serta menahannya dalam pelukannya.

Beberapa saat setelah John berhasil menyuntikkan obat itu, Avery perlahan-lahan mulai tampak lemas dan terkulai di dada Dom. Dom dengan cekatan membopong Avery yang masih sedikit sadar. "Maafkan aku, Sayang. Aku tidak bermaksud buruk padamu," ucapnya sambil menatap Avery.

Dom kemudian membawa Avery kembali masuk ke dalam kamarnya sendiri. Ia merebahkan Avery di atas ranjangnya. "Me ... mengapa?" lirih Avery sebelum akhirnya ia memejamkan matanya karena obat bius yang John berikan tadi.

"Semua ini demi kebaikanmu sendiri, Sayang. Dan kebaikanku ...," bisik Dom. Ia membelai wajah dan rambut Avery sesaat. Ia kemudian beranjak menuju ke jendala kamar gadis itu.

"Tuan, bagaimana sekarang?" ucap John yang kemudian muncul di ambang pintu.

"Kita harus mengurung Avery di sini untuk sementara waktu sampai semuanya mereda, John," ucap Dominic sambil berdiri di ambang jendela kamar Avery dan mengawasi area halaman bawah mansion yang mulai dikelilingi oleh serigala-serigala baru dari segala arah. Mereka tampak gelisah karena aroma manis dan memabukkan yang feromon Avery keluarkan yang semakin menguar dengan kuat itu.

Dom kembali ke sisi ranjang Avery dan menatap gadis itu dengan raut yang tak dapat terbaca. "Beri tahu Isabel agar mempersiapkan segala kebutuhan Avery di sini."

"Baik, Tuan," jawab John mengerti. Ia mengangguk dan kemudian undur diri.

Sekepergian John, Dominic kembali duduk di sisi ranjang Avery. "Hampir saja aku mencelakaimu," gumamnya. "Maafkan aku Avery, aku akan menjelaskan semuanya padamu setelah aku selesai mengalami masa rut-ku. Aku tak dapat terlalu lama berada di dekatmu dan menahan ... ukh ... hasratku," rintihnya frustasi. Ia memejamkan matanya dan bangkit dari ranjang Avery.

Dom mencabut kunci pintu Avery dan mengunci kamar itu dari luar. Setelahnya, ia meninggalkan kamar Avery dan kembali ke dalam kamarnya sendiri. Ia akan berjuang mengatasi siklus kegilaan yang sedang dialaminya itu.

____****____