webnovel

Beautiful Mate

Warning, 21+ mohon bijak dalam membaca. Avery Selena Dawn, seorang gadis yatim piatu 25 tahun yang baru saja lulus dari jurusan fashion design memutuskan untuk nekat mencoba melamar pekerjaan pada perusahaan fashion kulit dan bulu yang terkenal bernama Anima, karena kesulitan yang sedang melilit panti asuhan tempatnya tinggal dahulu yang menyebabkan anak-anak di sana kelaparan. Ia tentu saja sangat bersemangat ketika pada akhirnya diterima pada perusahaan itu. Perusahaan yang terkenal sangat ketat dan sulit menerima karyawan baru itu, bahkan memberinya kontrak khusus dan pendapatan yang terbilang tinggi untuk karyawan canggung yang tak berpengalaman sepertinya. Awalnya Avery mengira kontrak untuknya hanyalah sekadar kontrak kerja biasa sampai ia mengetahui bahwa kontrak itu adalah kontrak yang dibuat sendiri oleh Dominic Lucius Aiken, sang CEO sekaligus pemilik perusahaan itu ketika ia telah tinggal di mansion tua mewah yang sebelumnya ia kira adalah tempat khusus untuk para karyawan Anima. Tetapi dugaannya salah, ketika sang CEO sendiri ternyata juga bertempat tinggal di sana. Dominic, pria yang begitu tampan, gagah, misterius dan sangat mempesona itu, yang selalu terlihat dikelilingi oleh para wanita kemana pun ia pergi, membuat Avery sedikit muak. Pasalnya, ketika para wanita yang ternyata juga tinggal seatap dengannya, kerap memusuhinya dan selalu mencoba membuatnya tampak buruk ketika mereka mengira ia adalah 'mainan' baru sang Alpha! Tunggu, Alpha? Siapa? Dominic? Siapa ia sebenarnya hingga para wanita menyebutnya Alpha?!

Jasmine_JJ · Fantasy
Not enough ratings
84 Chs

Mansion Aiken

Avery berdiri mematung dan menatap takjub bangunan di hadapannya. Ia sekarang sedang berdiri di depan pagar besi hitam yang menjulang tinggi yang memisahkannya dari bangunan megah klasik sekaligus terkesan elegan dan modern yang membuatnya menganga itu.

Avery sudah turun dari mobil sederhananya untuk memastikan ia tak salah alamat. Ia sedang mengumpulkan keberaniannya untuk menekan bel interkom di dinding berbatu di samping pagar itu.

Sebelumnya, ia sempat sedikit ragu dengan alamat yang tertera di emailnya karena alamat itu membawanya pada bangunan di lahan pribadi yang letaknya sedikit jauh dari pemukiman, dan dikelilingi oleh hutan serta danau kecil yang masih terkesan alami. Walau begitu, ia akhirnya memberanikan diri untuk menekan bel tersebut.

"Selamat sore," jawab seorang pria beberapa saat setelah ia menekan bel tersebut.

"Se ... selamat sore," balas Avery sedikit gugup. "Maaf, aku hanya ingin bertanya, apakah aku sudah menuju ke tempat yang benar karena perusahaan tempatku bekerja mengirimku pada alamat ini. Mereka mengatakan kediaman yang bernama Aiken ini adalah tempat tinggal untuk para karyawan Anima."

Ada jeda sejenak sebelum pria tersebut kembali berkata, "Nona Avery Selena Dawn?"

"Y ... ya! Itu aku," jawabnya spontan. Ia sedikit tersentak ketika namanya disebut.

"Memang benar ini adalah tempat yang Anda tuju, Nona. Mansion ini memang milik Tuan Aiken, pemilik Anima. Silakan Anda masuk, saya akan membuka gerbang untuk Anda," ucapnya.

"Baik, terima kasih," jawab Avery. Ia segera bergegas untuk kembali ke mobil kecilnya.

Avery kembali menganga takjub saat ia memasuki halaman mansion yang luas itu. Walau terlihat klasik, bangunan itu cukup elegan dan terang dengan adanya design modern pada pintu masuk utamanya dan ornamen-ornamen minimalis yang menghiasi sekitarnya.

Setelah Avery memarkirkan mobilnya, tampak dua orang pria bersetelan pelayan menghampirinya. Oke, mereka memang berseragam pelayan! Dan itu sekali lagi membuat Avery takjub.

"Selamat sore, Nona Avery, saya John, kepala pelayan di sini. Izinkan kami membantu membawa barang-barang Anda," ucapnya sopan sambil sedikit membungkuk. Pria tua berambut keabuan dan rapi itu berkata dengan tenang.

Avery tersenyum kikuk karena penyambutan formal John. "Selamat sore, Tuan John. Aku rasa aku baik-baik saja. Aku hanya membawa sedikit barang saja dan tak ingin merepotkan kalian ...."

"Tak perlu sungkan, Nona. Itu memang tugas kami. Tolong berikan kunci mobil Anda, kami akan membawa mobil Anda ke dalam garasi." John membalas ucapan Avery dengan sopan.

"Oh, ya ... baiklah, terima kasih." Avery mengulurkan kunci mobilnya pada pelayan muda yang dengan sigap menghampirinya.

"Lex, antarkan kunci dan barang-barang Nona Avery setelah kau membawa masuk mobilnya," perintah John pada pelayan pria yang jauh lebih muda darinya itu.

"Baik, Tuan," ucapnya patuh. "Selamat datang, Nona. Aku Lex, siap membantumu," sapa Lex sambil tersenyum manis.

"Terima kasih, Lex," jawab Avery.

"Mari, silakan ikuti saya, Nona," ucap John lagi sambil mengarahkan Avery ke dalam. Avery mengangguk dan mengikuti John.

Seperti penampakan luarnya yang megah, bagian dalam mansion itupun tak kalah menakjubkannya. Avery disambut dengan ruangan yang luas yang tampak seperti ruang tamu. Lantai kayu yang cerah dan berkesan hangat itu membuat keseluruhan mansion tampak begitu elegan. Terlebih, warna dominan putih pada dinding dan perabotannya semakin menonjolkan keindahan setiap sudutnya.

John membawa Avery untuk naik ke lantai atas yang masih didominasi oleh warna senada yang elegan. Ia tak henti-hentinya mengagumi setiap sudut dari mansion itu. Begitu banyak ruangan yang berderet saat ia melewati lorong berkarpet marun itu dengan pajangan-pajangan klasik yang menghiasi setiap bagian dindingnya. Dengan jendela kaca lebar yang memanjang di salah satu sisinya, ia dapat melihat halaman luas dan bahkan area sekitar mansion dengan ketinggian yang tepat.

Pemandangan matahari yang mulai terbenam itu tampak sangat menakjubkan ketika John membawanya berbelok dan menaiki lagi satu anak tangga untuk menuju ke lantai atas. Karena begitu terpesona dengan penampakan matahari sore yang menakjubkan diantara pepohonan hutan, Avery tanpa sadar berhenti sejenak di sisi jendela kaca dan membeku seolah terhipnotis dengan pemandangan tersebut.

"Mari, Nona," ucap John kemudian membuyarkan dirinya yang sedang terlena.

"Ah, ya ... maaf, aku hanya takjub dengan pemandangan di belakang hutan itu. Matahari yang hampir terbenam terlihat sangat menakjubkan," balasnya sedikit tersipu.

John hanya mengangguk menanggapi ucapan Avery. Ia kemudian mempersilakan Avery lagi dengan isyarat tangannya agar mengikutinya menaiki anak tangga landai yang ada dihadapannya.

"Kamar Nona ada di lantai atas, mari," ucapnya formal. Walau terdengar ramah, tapi wajahnya tetap beraut datar.

"Ya, baiklah ...," jawab Avery. Ia sedikit malu dengan tingkahnya yang terlampau bersemangat saat menatap pemandangan sekitar itu. Setelahnya, ia kemudian mengikuti John lagi.

Lantai tiga sedikit berbeda dengan lantai dua yang ia lewati tadi. Di sana terlihat lebih luas dan lapang dan tampak hanya ada dua kamar yang bersebelahan. Di sepanjang balkon yang mengitari lantai itu, terdapat jembatan kecil sejenis lorong penghubung yang menghubungkan bangunan itu dengan bangunan di sebelahnya. Entah bangunan apa, tapi tampak seperti sebuah kamar yang luas dengan dinding kaca yang terang dan dikelilingi oleh berbagai macam tanaman hias yang berada di teras luasnya.

Lantai tiga jadi tampak seperti lantai yang menghubungkan dua bangunan ruangan yang luas yang terhubung dengan jembatan lorong di keduanya. Dengan design bangunan yang sedikit asimetris itu, semakin menonjolkan sisi modern mansion ini.

"Ini kamar Anda, Nona," ucap John sambil membuka salah satu kamar di sana dan mempersilakan Avery masuk.

"Wow ... ini sangat besar. Apa benar ini kamarku?" ucapnya takjub.

"Ya, Nona, Tuan memerintahkan kami untuk mempersiapkan kamar ini untuk Anda."

Belum sempat Avery bertanya lagi, Lex tiba-tiba muncul dengan dua koper besarnya dan tersenyum sambil memamerkan sederet gigi putihnya dengan ceria. Lex yang terlihat lebih muda darinya itu tampak bersemangat.

"Ini barang-barangmu, Nona!" ucapnya sambil menenteng kedua koper Avery dan membawanya masuk ke dalam kamarnya dengan mudah.

"Kau kuat sekali," gumam Avery takjub saat melihat Lex membawa kedua koper besarnya dengan mudah. Bagaimana tidak, Lex mengangkat kedua kopernya dengan enteng seolah beban berat keduanya tak berpengaruh banyak padanya.

"Dua kardus lainnya akan segera menyusul," ucapnya kemudian keluar dari kamar Avery.

"Terima kasih!" balas Avery.

"Silakan Anda beristirahat, Nona. Jika ingin menata barang-barang Anda, silakan gunakan lemari atau apapun di sini. Dan kamar mandi ada di sudut," ucap John sambil menunjuk sudut ruangan kamar yang terbilang luas.

"Baik, terima kasih. Mm ... bisakah aku bertanya?" ucap Avery lagi. John menatap Avery dengan atensi penuh. "Kapan teman sekamarku datang?" tanyanya.

John sedikit mengerutkan alisnya. "Teman?" tanya John sedikit heran.

"Ya, aku memiliki teman yang sama sepertiku. Ia juga baru saja diterima bekerja hari ini. Apa mungkin aku akan sekamar dengannya di kamar khusus pekerja Anima dan tinggal dengannya di sini?"

"Saya ... tidak mengerti yang Anda katakan, tapi ... sepertinya kamar ini hanya dipersiapkan untuk Anda, Nona," jawab John.

Avery mengangguk. "Hmm ... baiklah, terima kasih," ucapnya. "Lagipula ... ia juga bukan seperti tipe wanita yang mungkin akan berbagi kamar dengan orang lain. Bahkan ia mungkin hanya mencari kesibukan saat melamar bekerja, karena tampaknya ia tak memiliki kekurangan dan alasan hingga membuatnya bekerja dan mencari uang," gumam Avery.

"Baiklah, satu jam lagi makan malam akan segera kami persiapkan, Nona. Anda dapat turun dan menuju ke ruang makan untuk bergabung di bawah," ucap John sambil undur diri.

"Oh, ya, terima kasih, Tuan John."

"Tolong, panggil saya John, Nona," ralatnya.

"Baiklah, John," balas Avery sambil tersenyum.

"Daan ... ini adalah barang bawaan Anda yang terakhir, Nona." Lex tiba-tiba saja sudah masuk lagi ke dalam kamar Avery dan memanggul dua kardus Avery dengan mudah.

"Kau cepat sekali?!" Avery spontan berkomentar karena keterkejutannya. Terlebih ketika ia melihat dua kardus super beratnya dapat Lex panggul dengan mudah. "Itu berisi buku-buku designku, dan keduanya sangat berat! Ba ... bagaimana bisa kau ... wah, kau sungguh kuat!"

"Terima kasih untuk pujiannya, Nona. Selamat beristirahat," balasnya lalu undur diri dan mengikuti John. Sedang Avery masih mengangguk kagum.

____****____