webnovel

Beautiful Mate

Warning, 21+ mohon bijak dalam membaca. Avery Selena Dawn, seorang gadis yatim piatu 25 tahun yang baru saja lulus dari jurusan fashion design memutuskan untuk nekat mencoba melamar pekerjaan pada perusahaan fashion kulit dan bulu yang terkenal bernama Anima, karena kesulitan yang sedang melilit panti asuhan tempatnya tinggal dahulu yang menyebabkan anak-anak di sana kelaparan. Ia tentu saja sangat bersemangat ketika pada akhirnya diterima pada perusahaan itu. Perusahaan yang terkenal sangat ketat dan sulit menerima karyawan baru itu, bahkan memberinya kontrak khusus dan pendapatan yang terbilang tinggi untuk karyawan canggung yang tak berpengalaman sepertinya. Awalnya Avery mengira kontrak untuknya hanyalah sekadar kontrak kerja biasa sampai ia mengetahui bahwa kontrak itu adalah kontrak yang dibuat sendiri oleh Dominic Lucius Aiken, sang CEO sekaligus pemilik perusahaan itu ketika ia telah tinggal di mansion tua mewah yang sebelumnya ia kira adalah tempat khusus untuk para karyawan Anima. Tetapi dugaannya salah, ketika sang CEO sendiri ternyata juga bertempat tinggal di sana. Dominic, pria yang begitu tampan, gagah, misterius dan sangat mempesona itu, yang selalu terlihat dikelilingi oleh para wanita kemana pun ia pergi, membuat Avery sedikit muak. Pasalnya, ketika para wanita yang ternyata juga tinggal seatap dengannya, kerap memusuhinya dan selalu mencoba membuatnya tampak buruk ketika mereka mengira ia adalah 'mainan' baru sang Alpha! Tunggu, Alpha? Siapa? Dominic? Siapa ia sebenarnya hingga para wanita menyebutnya Alpha?!

Jasmine_JJ · Fantasy
Not enough ratings
84 Chs

Kediaman Alastor

"Tutuplah mulutmu, Sayang, aku takut kau akan meneteskan air liur," komentar Dom ketika mereka telah berhenti di depan sebuah mansion yang menyerupai kastil bergaya klasik itu. Mereka telah sampai di kediaman Alastor.

Dom kemudian turun dari kursi pengemudi dan mengitari mobil untuk berada di sisi pintu penumpang. Ia kemudian membukakan Avery pintu dan mengulurkan tangannya. "Apa kau sudah siap turun, Sayang?"

Avery menelan ludahnya dan memgangguk gugup. Ia kemudian menerima uluran tangan Dom dan menguatkan dirinya sendiri untuk beranjak turun.

Baru beberapa saat setelah kakinya menginjak tumpukan salju yang berkilauan, Avery dikejutkan oleh kedatangan seorang wanita berambut cokelat keemasan dengan gaun ringan halusnya yang berwarna hijau mint yang berhambur dan menyongsong ke arahnya dengan mata berkaca-kaca.

"Putri cantik Serenity, cucuku," lirihnya saat ia menatap Avery. Bulir halus air mata jatuh dari kedua mata cokelat terangnya dengan haru. "Oh, Sayangku ...," ucapnya pilu sambil seketika memeluk Avery.

Avery yang tak sempat bereaksi banyak, hanya membeku ketika wanita itu memeluknya. Ia menatap Dom dengan penuh tanya. Dom mengangguk dan bertelepati padanya. Ia berkata dengan pikirannya dan menjelaskan bahwa wanita yang sedang memeluknya adalah neneknya.

"Ne ... nenek," ucapnya terbata.

Wanita itu kemudian melepaskan pelukannya dan menatap Avery dengan haru dan wajah sembabnya. Ia menangkup wajah Avery penuh takjub. "Ya, ya ... aku adalah nenekmu, Sayang," ucapnya. "Siapa namamu, Sayang?" tanyanya kemudian.

"A ... Avery," balas Avery sedikit gugup. Wanita yang merupakan meneknya itu memiliki rambut dan wajah yang mirip dengan ibunya. Ia sangat cantik untuk seorang wanita paruh baya yang menyandang status sebagai seorang nenek.

"Kau memiliki rambut dan mata Serenity," ucapnya sambil mengamati Avery. "Aku Elena, nenekmu," ucapnya lagi dengan tersenyum lembut dan penuh sayang.

"ELENAAA!!!!"

Gelegar suara yang tampak tak bersahabat, tiba-tiba memecah keharuan diantara keduanya ketika Weasley kemudian keluar dari kediamannya dengan wajah gusarnya.

Ia menatap murka pada rombongan yang sedang berkumpul di depan rumahnya dengan amarah yang seketika meledak. Terlebih ketika beberapa rombongan beast tampak sedang bersiaga di sana. Serta-merta, ia kemudian mengarahkan telapak tangannya ke arah rombongan tersebut dan ....

"BLAAAARRRR!!!"

Ledakan keras menggema seketika saat Weasley mengarahkan sihirnya untuk para 'tamu' tak diundangnya. Tak kalah terkejut dengan suara menggelegar itu, ia kemudian membelalakkan kedua matanya saat melihat sesosok wanita dengan rambut yang berkibaran karena sisa ledakan sihirnya tadi, sudah berdiri dan berada tepat di hadapannya. Rupanya wanita muda itu telah menangkis serangan sihirnya tepat ketika ia melayangkan serangannya tadi. Ia dengan kemampuannya, berhasil membentuk perisai pelindung di sekelilingnya hingga serangannya meledak sia-sia.

"Beginikah penyambutanmu pada cucu dan tamumu sendiri, Kek?" ucap Avery tak gentar. Walau sangat terkejut dengan serangan pria berambut keperakan itu, Avery berhasil menguasai dirinya.

Weasley sendiri terhenyak, terlebih ketika ia menatap wajah wanita itu secara keseluruhan. Sedetik setelah menatap wanita yang mirip dengan putrinya itu, ia kemudian membelalak murka. Tak perlu disebutkan pun ia sudah tahu siapa sebenarnya sosok wanita muda di hadapannya itu.

"Pergi dari kediamanku!!" gertaknya.

Avery mengerutkan alisnya untuk meredam keterkejutannya lagi. "Apakah memang seperti itu penyambutanmu? Kau sudah menyerang kami dengan semena-mena tanpa berbicara terlebih dahulu?" tanya Avery. Rombongan serigala Dom dan beberapa anak buahnya yang telah bersiaga, mulai memasang tubuh mereka untuk bersiap-siap dengan serangan berikutnya.

"Elenaaa!!! Berikan penjelasanmu!" teriak Weasley. Ia bahkan tak perlu repot-repot untuk menatap dan menjawab wanita muda itu karena ia tak ingin sedetik pun membuang waktunya.

Elena bergegas mendekati Weasley dengan memicingkan kedua matanya. "Aku yang mengundangnya kemari, Weasley! Ia adalah cucuku sekaligus tamuku. Jangan berani-beraninya kau menyentuh lagi semua tamuku!" ungkapnya penuh kekesalan. "Sungguh perilaku yang sangat memalukan bagi seorang pemimpin sepertimu."

Weasley mengepalkan kedua tangannya dan menggeram rendah. "Kau melakukan sesuatu tanpa sepengetahuanku!"

"Ya, sesuatu yang seharusnya telah kulakukan bertahun-tahun lalu. Tolong ... tenangkan dirimu sekarang," ucap Elena. Ia sendiri kemudian menurunkan nada suaranya dan berbicara lebih tenang untuk meredam emosinya sendiri.

Weasley bergetar karena emosinya. "Tenang?!! Wanita dengan darah campuran beast rendahan itu sekarang sedang berdiri di hadapanku dan kau memintaku untuk tenang?!!" ucap Weasley tak percaya. "Bawa ia pergi! SEKARANG!!"

"NO!" balas Elena tak kalah sengit. "Tidak, Weasley! Ia cucuku, disinilah tempatnya!" Elena bersikeras.

"Tak ada tempat bagi darah campuran sepertinya! Bawa ia pergi Elena, sebelum aku ... uuurghh!!" ucapan murka Weasley terhenti ketika ia kemudian sedikit terhuyung dan menekan dadanya sendiri. Napasnya yang tak beraturan menandakan ia sedang menahan kesakitan yang menghimpit dadanya.

Elena sedikit terkejut dan refleks mendekati Weasley. "Tolong tenangkan dirimu, kau tidak berada dalam kondisi yang ...."

"Haaaargh!!!" teriak Weasley memotong ucapan Elena. Ia menghempaskan tangan Elena ketika wanita itu hendak menopangnya.

Weasley kemudian berbalik dan masuk ke dalam kediamannya dengan terengah-engah dan langkah yang sedikit tertatih. Emosi yang telah menguasai hatinya rupanya telah berdampak pada fisiknya.

Elena mengangguk pada dua pelayan yang sedari tadi berjaga di belakang Weasley. Seolah mengerti, mereka kemudian mengikuti tuannya yang berjalan sedikit tertatih dengan jarak aman itu.

Elena mengembuskan napasnya sejenak mengamati kepergian Weasley sebelum kembali menghampiri Avery. "Oh ... maafkan kakekmu, Sayang, ia sedang dalam kondisi yang tidak baik hingga sangat mempengaruhi emosinya. Sudah sejak beberapa tahun terakhir ini, emosinya tidak begitu baik. Masuklah," ucap Elena.

Avery mengangguk. "Aku tidak tahu jika kedatanganku benar-benar membuatnya begitu murka. Apakah tidak sebaiknya aku pergi dan ...."

"Omong kosong!" potong Elena. "Kau tak akan pergi kemana-mana, setidaknya ... setelah semua kerinduan dan penjelasan telah kau dapatkan. Inilah rumahmu sesungguhnya, dan aku tak akan membiarkan lagi anggota keluargaku terpisah jauh," ucap Elena penuh tekad. "Aku adalah nenekmu, dan kau adalah ... keluarga kami yang tersisa, keturunan Serenity-ku. Aku tak akan membiarkanmu pergi begitu saja." Elena menatap Avery dengan mata berkacanya lagi.

"Nek," panggil Avery kemudian dengan nada lembut. "Aku mengerti dan sangat senang bertemu denganmu. Seperti yang kau dan aku tahu, Nek, aku memiliki darah beast dari ayahku yang sangat kakek benci. Dan sekarang ... aku ingin memberitahumu sesuatu lagi mengenai hal itu. Tidak hanya ayahku, pasanganku pun adalah kaum beast. Perkenalkan, Nek, ini adalah Dominic, pria beast yang menjadi mate-ku. Ia Alpha dari pack Aiken." Avery meraih lengan Dom ketika memperkenalkan prianya kepada neneknya.

"Selamat sore, Nyonya. Aku adalah Dominic Lucius Aiken," sapa Dom ramah dan sopan.

"Oh!" lirih Elena sambil menutup mulutnya karena terkejut. Mata cokelatnya sedikit bergetar setelah menerima berita itu.

****

Di sebuah kamar di dalam kediaman Alastor ...

"Sungguh luar biasa," gumam Dom kembali menggeleng.

"Ada apa?" tanya Avery.

Dom tersenyum kecil. "Kakekmu sungguh luar biasa, Sayang. Baru kali ini aku merasa benar-benar hina karena tak diterima di suatu tempat."

Avery menghampiri Dom yang sedang berdiri di dekat jendela besar di kamar luas itu. Kamar dimana Elena membawa mereka untuk beristirahat dan melepas lelah setelah perjalanan yang panjang.

"Oh ... maafkan aku, Dom," ucap Avery. Ia tahu dengan jelas bagaimana perasaan Dom, karena ia pun merasakan hal yang sama.

"Tak perlu meminta maaf, aku sudah bisa memprediksi ini. Aku hanya masih tak percaya bahwa ia benar-benar bisa menyerang cucunya sendiri tanpa ragu seperti tadi," ungkap Dom.

Avery mengangguk. "Kurasa ... ia memang benar-benar membenciku, bukan?" balas Avery.

"SANGAT," jawab Dom.

____****____