webnovel

Beautiful Mate

Warning, 21+ mohon bijak dalam membaca. Avery Selena Dawn, seorang gadis yatim piatu 25 tahun yang baru saja lulus dari jurusan fashion design memutuskan untuk nekat mencoba melamar pekerjaan pada perusahaan fashion kulit dan bulu yang terkenal bernama Anima, karena kesulitan yang sedang melilit panti asuhan tempatnya tinggal dahulu yang menyebabkan anak-anak di sana kelaparan. Ia tentu saja sangat bersemangat ketika pada akhirnya diterima pada perusahaan itu. Perusahaan yang terkenal sangat ketat dan sulit menerima karyawan baru itu, bahkan memberinya kontrak khusus dan pendapatan yang terbilang tinggi untuk karyawan canggung yang tak berpengalaman sepertinya. Awalnya Avery mengira kontrak untuknya hanyalah sekadar kontrak kerja biasa sampai ia mengetahui bahwa kontrak itu adalah kontrak yang dibuat sendiri oleh Dominic Lucius Aiken, sang CEO sekaligus pemilik perusahaan itu ketika ia telah tinggal di mansion tua mewah yang sebelumnya ia kira adalah tempat khusus untuk para karyawan Anima. Tetapi dugaannya salah, ketika sang CEO sendiri ternyata juga bertempat tinggal di sana. Dominic, pria yang begitu tampan, gagah, misterius dan sangat mempesona itu, yang selalu terlihat dikelilingi oleh para wanita kemana pun ia pergi, membuat Avery sedikit muak. Pasalnya, ketika para wanita yang ternyata juga tinggal seatap dengannya, kerap memusuhinya dan selalu mencoba membuatnya tampak buruk ketika mereka mengira ia adalah 'mainan' baru sang Alpha! Tunggu, Alpha? Siapa? Dominic? Siapa ia sebenarnya hingga para wanita menyebutnya Alpha?!

Jasmine_JJ · Fantasy
Not enough ratings
84 Chs

Hentikan Pikiranmu!

Hmm ... bagaimana dengan renda ini? Ah ... terlalu lebar.

Oh ya, haruskah aku menyantap sandwich lezat Isabel sekarang? Oooh ... aku rasa ini belum saatnya makan siang.

Hm... dimana Leah? Aku tidak melihatnya hari ini? Gadis itu mengingatkanku pada sebuah lagu ceria anak-anak. La ... la ... la ....

Haruskah aku meminta nomor ponselnya? Ya, tentu saja! Dan oh ... bagaimana aku pulang nanti? Aku bahkan lupa jika aku tak membawa mobilku. Aargh ... semua gara-gara wanita balon air itu! Aku harus beraroma kopi seharian ini.

Ah, benar! Bukankah tadi Si Perayu Dominic mengatakan bahwa aku bau anak anjing!? Mengapa begitu? Ah terserahlah ....

Dominic menggeram dan memejamkan matanya sambil memijat keningnya. Ya! Semua itu adalah pikiran-pikiran Avery dalam hatinya. Dan ia, dapat dengan jelas mendengar itu dari ruangannya sendiri!

"Oh, ya ampun, tidakkah ia lelah terus-menerus mengoceh di dalam pikirannya?" gumam Dominic. Sudah hampir satu jam ini ia merasa frustasi karena ocehan Avery yang 'terdengar' jelas dan terngiang-ngiang di kepalanya itu.

"Ada apa?" tanya Jill heran karena melihat raut suram Dominic.

"Gadis manusia itu sungguh cerewet!" balas Dominic.

"Siapa? Avery?"

"Siapa lagi menurutmu? Berikan laporan itu, aku harus tahu apa yang sebenarnya sedang ia kerjakan." Dominic menyambar laporan yang sedang dipegang Jill dan keluar begitu saja dari ruangannya. Dengan langkah lebar-lebar, ia menuju ke ruangan design.

"Carlita, siapa model pria muda yang menurutmu pantas untuk memakai design ini?" ucap Avery sambil mengangkat sketsa yang sedang dikerjakannya.

Dominic sendiri menghentikan langkahnya saat ia mendengar suara Avery dari balik pintu. Bukan suara dari pikirannya, melainkan suara asli gadis itu yang sedang bertanya pada Carlita.

"Mengapa kau tanyakan itu? Anima setiap tahun selalu menyeleksi model fashion mereka agar selalu mengalami perubahan dan membawa wajah baru yang segar dan ceria. Jadi, selama ini hanya ada beberapa model saja yang bisa menjadi model tetap kami."

"Tok ... tok ... tok ...."

Ketukan halus memberitahukan kedatangan Dominic ke ruang design. Carlita yang kemudian terlonjak, segera menyambut Dominic. "Tuan, apakah ada yang Tuan perlukan?" tanyanya sedikit terkejut.

"Periksa ini," ucapnya sambil menyerahkan berkas pada Carlita.

Dominic kemudian sedikit berdehem dan melirik ke arah meja Avery sekilas. Gadis itu bahkan masih asik dan berfokus mengerjakan design-nya sendiri sehingga tak menyadari kedatangannya. Ia kemudian berdehem lagi dengan sedikit lebih keras, hingga kali ini menarik perhatian Avery.

Avery mendongak dan menatap Dominic sekilas. Ia hanya mengangguk dan tersenyum simpul saat matanya bertatapan dengan Dominic. Setelahnya, ia kembali pada pekerjaannya.

Ah ... ternyata Tuan Perayu! Batin Avery.

Dominic mengerutkan alisnya sejenak karena mendengar isi hati Avery. Ia sedikit tertawa seolah tak percaya. Bisa-bisanya gadis itu mengabaikan kedatangannya dan bahkan mengatainya di dalam pikirannya!?

Sampai mana aku tadi? Aah ya ... model pria muda yang cerah dan segar. Kira-kira siapa yang dapat kubayangkan saat membuat design ini ya? Lagi-lagi Avery bergumam dalam pikirannya.

Dominic sedikit mengangkat alisnya dan mulai mendekati meja Avery. Jika beberapa karyawan di sana menjadi sungkan karena kedatangannya, lain halnya dengan Avery yang masih tampak serius berpikir keras sambil menatap sketsanya.

Fokus Avery sedikit terpecah ketika Dominic beberapa kali mengetuk meja kerjanya. Ia menatap Dominic penuh tanya. "Adakah yang kau perlukan, Tuan?" tanyanya.

"Tak ada, silakan lanjutkan pekerjaanmu. Aku hanya sekadar ingin melihat dan menilai saja," ucapnya.

"Baiklah ...," jawab Avery sedikit heran.

Dominic tersenyum dan mengangguk. Ia mempersilakan Avery dengan isyarat tangannya. Tentu saja, Avery kembali berfokus pada sketsanya. Ia meraih kuas kecilnya lagi untuk mempertegas warna di sekitar design-nya.

Oke, sampai mana tadi? Hm ... ya, model pria! Batin Avery lagi sambil meneruskan pekerjaannya.

Dominic mengangguk perlahan sambil memperhatikan Avery. Ia tak menyangka jika Avery adalah gadis pekerja keras. Ia dapat menyimpulkan itu karena gadis itu bahkan tak terganggu sedikitpun saat ada seorang pria tampan yang sedang memperhatikannya di hadapannya.

Oh ya, LEX! Lagi-lagi Avery berteriak menyuarakan isi hatinya. Ia tiba-tiba teringat Lex saat menatap Dominic. Ya, karena berkat wanita balon air Dominic, Lex harus mengantarkannya.

Ya! Lex adalah pria muda dan ceria, bukankah ia sangat pas dengan karakter design-ku ini? Ia seperti anak anjing imut yang manis dan ceria. Gumam Avery dalam hati dengan girang.

Dominic yang sedikit terkejut dengan isi hati Avery kemudian mengerutkan alisnya. Bisa-bisanya gadis itu terpikirkan pria lain saat ada pria sempurna di hadapannya?!

Ah ... ya benar! Jika kuingat-ingat lagi, Lex juga memiliki tubuh yang cukup proporsional. Tak terlalu kurus tetapi juga padat. Aku bahkan bisa sedikit merasakan otot perutnya saat memeluknya tadi. Mmmm ... haruskah kuminta ia berpose saat aku kembali nanti?

"Hentikan!!" hardik Dominic kemudian. Ia bahkan refleks menggebrak meja Avery.

Tak hanya Avery, tetapi juga seluruh karyawan tim design yang ada di ruangan itu secara otomatis terlonjak dan menghentikan aktivitas mereka saat mendengar teriakan Dominic.

Avery mengerjap dan menganga. "Me ... menghentikan apa?" tanya Avery bingung. Ia masih begitu terkejut dengan aksi Dominic tadi.

"Hentikan pikiranmu sekarang juga! Apapun itu!" jawab Dominic sambil sedikit menggeram.

Avery semakin mengerutkan alisnya tanda tak mengerti. "Apa aku telah berbuat salah?" tanyanya was-was.

"Ya! Pergilah dan makan saja sandwichmu! Beristirahatlah lalu buat dirimu kenyang. Setelah itu, aku harap kau menghentikan apapun yang sedang kau pikirkan. Ingat, bekerjalah dengan pikiran kosong! Dan hei, taukah kau ... mengapa kau bau anak anjing? Ingat-ingat lagi, mungkin pagi ini kau sudah memeluk sesuatu yang imut, manis, dan ceria bagaikan anak anjing?! Jadi baumu menjadi seperti dia!" sindir Dom.

Ada jeda sejenak ketika Avery berpikir tentang ucapan Dominic. "Maksudmu, Lex??!" ucapnya spontan. Ia dengan polosnya malah menyuarakan isi hatinya saat itu juga.

"Oh, bagus ...." Dominic mengangguk-angguk kesal. "Sekarang kau bahkan menyebutkannya secara terang-terangan," gumam Dominic sambil menyipitkan matanya. Ia kemudian berbalik dan berteriak lagi pada semua. "Waktunya istirahat!"

Langkah kakinya yang lebar membuatnya menghilang dan melesat keluar dari ruang design dengan secepat kilat, menyisakan seluruh anggota tim yang masih mematung.

****

Malam itu Avery merasa sedikit gelisah di dalam kamarnya. Pasalnya setelah ia kembali pulang, John sudah menahannya dengan memberinya info tentang makan malam yang Dominic persiapkan untuknya. Tentu saja ia tak mungkin menolaknya, bukan?

Avery mendesah kecil saat melihat pantulan dirinya di cermin. Ia telah mengenakan terusan rok semi formalnya yang tertutup untuk undangan makan malam Dominic. Sejujurnya ia sedikit merasa enggan untuk menghadiri makan malam itu. Ia hanya tak ingin menghadapi perlakuan sinis ketiga saudara kembar itu lagi padanya.

"Tok ... tok ... tok ..."

Ketukan halus membuyarkan lamunan Avery. Ia segera beranjak dari kursi rias dan membuka pintu kamarnya.

"Nona Avery, makan malam telah siap. Tuan telah menanti Anda," lapor John.

"Baiklah, terima kasih," ucap Avery. Ia kemudian keluar dari kamar dan mengikuti John.

Ia sedikit terkejut ketika John membimbingnya untuk menyeberang melewati jembatan lorong penghubung ke bangunan di sebelah kamarnya. "Tidak di bawah?" tanyanya sedikit heran.

"Tidak, Nona, Tuan menunggu Anda di sana," ucap John memberi isyarat sopan dengan tangannya.

Avery sedikit takjub dengan penataan meja makan di tengah-tengah teras yang berhiaskan berbagai macam tanaman di sana. Itu adalah makan malam di luar ruangan yang cukup indah. Dengan cahaya temaram yang menghiasi area teras itu, membuat suasana malam tampak semakin romantis.

Tunggu! Romantis? Tentu saja tidak. Ini hanya makan malam karena pekerjaan biasa. Walau meja makan terlihat begitu romantis dengan seorang pria tampan yang sedang duduk di sana, bukan berarti ini makan malam romantis, Avery! Batinnya dalam hati.

Sejujurnya, ia sedikit terpesona dengan penampilan Dominic yang telah duduk dan menantinya di sana. Pria itu bahkan berdiri dan menghampirinya setelah John membimbingnya ke area makan malam itu.

"Mulai dari sini, biar aku yang mengurusnya, John," ucap Dominic pada John. John hanya mengangguk dan undur diri.

Tunggu! Mengurus apa?! Apa maksudnya mengurusku? Se ... seperti melakukan sesuatu padaku atau semacamnya? Batin Avery mulai panik. Tunggu ... tunggu! Di mana ketiga balon air itu?! Oh please ... jangan katakan aku harus makan malam berdua saja dengan Tuan Perayu yang Pemarah dan Moody ini?!

Dominic berusaha menahan senyumnya dengan geli. Sesungguhnya, ia begitu menikmati teriakan kepanikan-kepanikan Avery di dalam hatinya. "Duduklah, Avery," ucapnya sembari menarik kursi untuknya.

Avery membasahi bibirnya. "Te ... terima kasih," balasnya gugup.

Dominic sendiri kemudian duduk di hadapannya dan mengangkat gelas wine miliknya ke arah Avery, bermaksud untuk bersulang dengannya. "Minumlah agar kau merasa tenang," ucapnya. Avery seketika membelalak tanpa ia sadari.

Tenang?! Mengapa aku harus tenang? Apakah ia sudah memasukkan obat penenang atau semacamnya di dalam sini?! Oh ya Tuhan, bagaimana caranya aku dapat pergi dari sini?! Haruskah aku berpura-pura menjatuhkan gelasku?! Atau berpura-pura merasa tak sehat?! Pikirnya lagi.

"Oh ... please, hentikan itu, Avery," gumam Dominic lagi sambil tertawa geli.

"He ... hentikan apa?" tanya Avery heran. Ia juga tak mengerti mengapa pria itu seolah sedang menahan diri untuk tak menertawainya.

"Hentikan pikiranmu, konyol!" balasnya. "Aku hanya ingin mengajakmu bersulang agar kau tak terlalu panik. Ini hanya makan malam biasa, tak perlu panik, tak perlu berpura-pura menjatuhkan gelasmu atau apapun itu. Aku juga tak mencampur obat penenang atau semacamnya di dalam minumanmu."

Ah, sial! Apakah ia dapat membaca pikiranku? Apakah itu terlihat jelas di wajahku?! Oh, aku ingin menghilang! Batinnya merana.

"Baiklah, mari bersulang," ucap Avery kemudian. Ia sedikit merona karena merasa malu dan konyol.

Setelah bersulang, Avery meneguk habis minuman di dalam gelasnya. Ia begitu gugup hingga tak sadar telah meneguk sekaligus minumannya. Ia kemudian menatap Dominic lekat-lekat seolah telah siap untuk menghadapi pria menawan itu.

"Oke ... sekarang katakan saja, sebenarnya apa maumu, Tuan?" tanya Avery akhirnya memberanikan diri. Entah karena pengaruh wine atau memang keberaniannya sendiri, yang pasti ia ingin mengetahui semua maksud Dominic yang sebenarnya.

"Wah, sekarang kau bahkan mengutarakan langsung apa yang ada di dalam pikiranmu, ya?" balas Dominic sambil tersenyum.

----****----