webnovel

Beautiful Mate

Warning, 21+ mohon bijak dalam membaca. Avery Selena Dawn, seorang gadis yatim piatu 25 tahun yang baru saja lulus dari jurusan fashion design memutuskan untuk nekat mencoba melamar pekerjaan pada perusahaan fashion kulit dan bulu yang terkenal bernama Anima, karena kesulitan yang sedang melilit panti asuhan tempatnya tinggal dahulu yang menyebabkan anak-anak di sana kelaparan. Ia tentu saja sangat bersemangat ketika pada akhirnya diterima pada perusahaan itu. Perusahaan yang terkenal sangat ketat dan sulit menerima karyawan baru itu, bahkan memberinya kontrak khusus dan pendapatan yang terbilang tinggi untuk karyawan canggung yang tak berpengalaman sepertinya. Awalnya Avery mengira kontrak untuknya hanyalah sekadar kontrak kerja biasa sampai ia mengetahui bahwa kontrak itu adalah kontrak yang dibuat sendiri oleh Dominic Lucius Aiken, sang CEO sekaligus pemilik perusahaan itu ketika ia telah tinggal di mansion tua mewah yang sebelumnya ia kira adalah tempat khusus untuk para karyawan Anima. Tetapi dugaannya salah, ketika sang CEO sendiri ternyata juga bertempat tinggal di sana. Dominic, pria yang begitu tampan, gagah, misterius dan sangat mempesona itu, yang selalu terlihat dikelilingi oleh para wanita kemana pun ia pergi, membuat Avery sedikit muak. Pasalnya, ketika para wanita yang ternyata juga tinggal seatap dengannya, kerap memusuhinya dan selalu mencoba membuatnya tampak buruk ketika mereka mengira ia adalah 'mainan' baru sang Alpha! Tunggu, Alpha? Siapa? Dominic? Siapa ia sebenarnya hingga para wanita menyebutnya Alpha?!

Jasmine_JJ · Fantasy
Not enough ratings
84 Chs

Energi Serenity

Avery membuka kotak kecil pemberian Arthur ketika ia sampai di kamarnya. Di dalamnya terdapat sebuah kalung, buku kecil, dan sebuah cincin yang ia tahu adalah milik ibunya. Ia masih samar-samar ingat ibunya sering memakai kedua benda tersebut.

Tanpa pikir panjang lagi, Avery memakai kalung kecil berbandul kristal biru yang senada dengan cincin tersebut. Tak disangka-sangka, kedua benda tersebut tiba-tiba saja memancarkan sebuah sinar yang saling berpadu dan menyelubungi tubuhnya.

Avery seperti terperangkap dalam sebuah kubah bersinar yang memancarkan simbol-simbol hologram dan berkilauan yang kemudian berpendar dan meledak seketika seperti percikan cahaya tak kasat mata. Cahaya tersebut berputar menyelubunginya dan kemudian menghilang tak berbekas. Setelahnya, tubuhnya perlahan mulai terangkat dari pijakannya.

Avery yang terpejam, merasakan seluruh tubuhnya seketika memanas dan ringan seiring dengan sayup-sayup terdengar bisikan-bisikan halus berupa rapalan-rapalan suara-suara kecil seorang wanita yang saling berbicara membisikkan sesuatu seperti mantra-mantra yang saling bersahutan, tumpang tindih, riuh-rendah, bising, gemerisik, saling meracau, yang merasuk ke dalam indra pendengarannya dan kemudian seolah menyatu dengan jiwanya.

Avery yang masih memejamkan matanya bahkan tak menyadari jika ia sedang melayang-layang di udara, seolah sedang ditopang oleh sesuatu yang tak kasat mata yang membuat ia mengapung dan mengambang, membumbung ke atas atap kamarnya bagaikan tak terpengaruh oleh gravitasi di sekitarnya. Dan ketika semua suara menghilang, keadaan kembali hening, perlahan-lahan tubuh Avery mulai terkulai lagi dan berangsur turun untuk mendekati dasar lantai ....

"Blugh!"

Avery tersentak, ia kembali membuka matanya karena terkesiap. Ia membelalak ketika mendapati dirinya sudah berada di atas bopongan Dom yang tahu-tahu telah ada di sana dan sudah menggendongnya dengan menopang tubuhnya.

"Selamat datang kembali, Avery," ucap Dom sambil tersenyum.

Avery menatap Dom dengan terkejut karena ia sudah berada di dalam bopongan pria itu. "Dom!? Apa yang telah terjadi?" tanyanya kebingungan. Avery masih belum dapat benar-benar mencerna keadaan yang baru saja dialaminya. Semua seolah begitu cepat dan hilang tak berbekas.

"Kau telah menerima gift-mu, bakat alami yang ibumu miliki dan simpan dalam kedua benda yang kau pakai itu. Kau tadi melayang dan aku menangkapmu tepat sebelum kau mendarat," jelas Dom.

Dom kemudian menurunkan Avery dan menatapnya dengan raut dan binar yang penuh dengan ketertarikan. "John, berikan buku itu!" ucapnya kemudian.

John yang sudah ada di ambang pintu, masuk ke dalam dan menyerahkan sebuah buku besar yang sangat tebal dan terlihat usang kepada Dom. "Silakan, Tuan," ucapnya. Ia kemudian membungkuk hormat pada Avery.

"Avery, ini adalah kumpulan buku mantra yang biasa dimiliki oleh para penyihir, dan aku mempelajari beberapa diantaranya. Karena aku bukanlah kaum Sorcerer sepertimu, aku memiliki keterbatasan untuk mempelajari semua mantra ini. Avery, sekarang tunjukkan kemampuanmu dan perlihatkan padaku gift-mu itu," pinta Dom.

Avery tertawa kecil. "Oh, ayolah, kau hanya ingin mengolokku bukan? Aku tak mungkin ...."

"Avery, tangkap!!" teriak Dom tiba-tiba. Sedetik kemudian sebuah vas tiba-tiba terbang melayang ke arah Avery dengan kecepatan tinggi.

"PRAANGG!!!"

Vas yang tadinya hendak mengenai Avery, refleks Avery tampik dengan hempasan tangannya hingga vas tersebut berbelok membentur dinding dan pecah berkeping-keping!

Avery menganga dan menatap pecahan vas serta telapak tangannya secara bergantian. Ia merasa heran karena vas tersebut seperti terpental, bahkan tanpa ia menyentuh vas itu sedikit pun! Ia kemudian memandang takjub ke arah Dom. "Apa itu?!" ucapnya penuh dengan raut keterkejutan.

"Kemampuanmu, Sayang," jawab Dom sambil tersenyum puas. Ada jeda sejenak setelah Dom menatap Avery dan berkomunikasi lewat telepati. "Ya ... semua kemampuan ibumu sekarang ada di dalam dirimu. Ia rupanya meninggalkan itu agar kau dapat memilikinya setelah ia tiada."

"Apakah aku memiliki ke ... kemampuan sihir sekarang?" tanya Avery takjub.

"Tentu. Kau lihat sendiri, kau dapat menggerakkan benda tanpa menyentuhnya seperti tadi, bukan? Itu hanyalah kemampuan kecilmu, Avery. Aku percaya kau memiliki kemampuan lain yang lebih besar dari ini."

"Oh, ya Tuhan!" pekik Avery kecil sambil terkesiap.

****

Sementara itu di dunia Anima ....

Seorang pria berambut panjang dengan jubah hitamnya berjalan tergesa memasuki suatu ruangan yang menyerupai aula besar.

"Ayah, segel kekuatan besar telah terbuka!" Ia mendekati pria berjanggut lancip yang tengah berdiri menghadap ke sebuah jendela besar di ruangan itu.

"Dari dunia manusia, aku tahu itu," ucapnya tenang. Ia kemudian berbalik untuk menatap putranya. "Maveric, periksa segala penjuru portal, dan cari tahu apa yang telah terjadi," perintahnya.

"Baik, Ayah," jawab Maveric. Dan saat ia hendak berjalan menuju pintu keluar, seorang pria tua berambut panjang keperakan dengan jubah putihnya masuk dengan sedikit tergesa.

"Maltus!!" teriaknya. "Aku merasakan energi itu! Energi Serenity!"

Pria yang dipanggil Maltus, ayah dari Maveric segera menghampiri pria berjubah putih itu. "Weasley sahabatku, aku tahu. Aku pun merasakannya. Aku sudah meminta Maveric untuk memeriksanya. Kau tenanglah," ucapnya penuh perhatian.

"Oh, Serenity ... apakah ia masih hidup, Maltus?" tanyanya penuh harap.

Maltus sedikit mengerutkan alisnya. Ia menatap Weasley sahabatnya dengan prihatin. "Apa kau sudah meminum ramuan herbal yang kusiapkan untukmu? Kau tampak sedang tak sehat Weasley," ucapnya khawatir.

"Kesehatanku tak penting sejak aku kehilangan Serenity," ucapnya sendu. "Oh, Serenity ... semua ini terjadi karena kaum beast rendahan itu!" geramnya. Weasley kemudian mengubah mimik sendunya dengan amarah yang menggebu.

"Maltus, Maveric, selidiki apa yang telah terjadi. Aku mungkin akan menggunakan 'Mirror of Truth' (cermin kebenaran) untuk mencari tahu apa yang telah terjadi."

Maltus mengerutkan alisnya. "Jangan! Kami akan mencari tahu dahulu. Hentikan menggunakan benda konyol iblis itu, Weasley!" cegahnya.

"Oh ... Serenity ...," ratap Weasley. Pria tua yang tampak lemah itu duduk di salah satu kursi dengan raut penuh kepiluan.

"Maveric, pergilah sekarang! Bawa pasukan terbaikmu!" perintah Maltus lagi pada putranya. Maveric mengangguk patuh dan keluar.

____****____