31 Dunia Anima

Dunia Anima ... tampak begitu cerah, bersinar, dan dingin. Ya ... dengan tumpukan salju yang menebal hingga sebatas lutut, Avery begitu kesulitan berjalan jika Dom tak membopongnya.

Setelah menyelesaikan urusan pekerjaan kantor, malam itu Dom memutuskan membawa Avery untuk mengunjungi orangtuanya. Dengan pintu penghubung yang ada di ruang bawah tanah mansionnya, mereka akhirnya dapat dengan mudah mencapai Anima. Tentu saja setelah kemudian John kembali menutup pintu tak kasat mata itu, dan Avery kembali menyegel pintu masuk dengan kekuatan dan pengetahuan dasar yang telah ia pelajari dari buku mantra yang Dom miliki.

"Kau tak lelah?" tanya Avery dalam bopongan Dom.

"Kami kaum beast tak mengenal rasa lelah, Sayang. Kekuatan adalah keunggulan kami yang utama," ucapnya sambil tersenyum. "Kau pun sendiri telah mengetahui itu dengan baik, bukan?" lanjutnya dengan mengerling jahil.

"Aku tak akan berkomentar tentang itu," jawab Avery merona.

Dom tergelak. "Baiklah, sedikit demi sedikit akan kuberitahu kelebihan suamimu ini. Stamina adalah keistimewaan nomor satu dalam kaum kami. Rata-rata kaum kami memiliki stamina yang bagus dan tak diragukan lagi. Kami juga memiliki ketahanan tubuh serta kelincahan yang baik. Pendengaran super dan penglihatan tajam merupakan keunggulan kami lainnya. Seperti yang kau ketahui sekarang, aku sama sekali tidak merasa terganggu dengan hawa dingin di sini, karena tubuh kami para wolf akan mengeluarkan panas alami yang tak dimiliki oleh kaum lainnya."

"Lalu, bagaimana dengan kemampuanmu membaca pikiran dan sihir itu?" tanya Avery.

"Membaca pikiran dan berkomunikasi melalui telepati adalah kemampuan dasar yang dimiliki kami para Alpha. Kemampuan ini akan berfungsi untukku berkomunikasi dalam pack-ku. Yah, katakan saja kegunaannya mirip semacam ponsel atau telepon. Dengan itu, aku dapat berkomunikasi kepada seluruh anggota pack-ku di mana pun mereka berada."

"Benarkah?" tanya Avery. "Lalu ponsel yang digunakan orangtuamu untuk meneleponku?"

"Ah, ya ... tentu saja itu adalah benda manusia. Di Anima ada kelompok yang memiliki sebutan sebagai 'Kurir Gelap Perbatasan'. Mereka bisa dari kaum apa saja. Mereka biasanya memiliki kemampuan sihir yang cukup baik hingga dapat keluar masuk portal perbatasan ke dunia manusia dengan mudah. Mereka dapat berbaur bahkan juga hidup diantara manusia."

"Para kurir gelap akan mendapatkan keuntungan dari imbalan klien yang menyewa mereka yang berhubungan dengan dunia manusia. Imbalan dapat berupa apa saja. Tak hanya terbatas harta. Itu bisa saja berupa ilmu sihir, benda hitam, informasi, ataupun ramalan atau benda berharga lain semacamnya selama kurir gelap tersebut menyepakati apapun yang mampu kau tawarkan. Tapi tentu, beberapa peraturan kaum di sini ada yang menyebutkan bahwa kurir gelap adalah perbuatan yang dilarang karena pasti para klien yang pada akhirnya dirugikan. Walau begitu, tak sedikit dari mereka menggunakan para kurir gelap secara diam-diam ketika mereka sangat terdesak maupun putus asa. Dengan begitu, bukankah setiap orang akan rela melakukan apa saja untuk mendapatkan keinginannya? Terutama bagi kaum yang dilarang menggunakan mereka," lanjut Dom lagi.

"Benarkah? Maksudmu apakah tidak semua orang di sini boleh mempergunakan mereka sesukanya?" tanya Avery.

"Tentu! Kaum Sorcerer terutama yang paling melarang keras aktivitas para kurir gelap. Jika kau bertanya tentang kaumku, tentu saja tak ada aturan yang melarang itu. Jangan terkejut jika kau mendapati tempat tinggal kaum kami yang dipenuhi oleh barang-barang dari dunia manusia. Sebenarnya, bisa dikatakan bahwa gaya hidup kami hampir tak ada bedanya dengan para manusia."

"Syukurlah ...," gumam Avery tanpa sadar. Dom menatapnya dengan penuh tanya. "Maksudku ... aku sudah membayangkan akan berada dalam dunia yang sangat berbeda dengan dunia yang kuketahui selama ini. Kau tentu tahu sebutan untuk dunia kalian adalah dunia fantasi, fairytail, maupun dunia dongeng. Yah ... semacam itulah. Dan karna ada begitu banyak macam kaum di duniamu, aku hanya sedikit ... cemas. Aku memikirkan tentang kehidupan di alam, di dalam hutan, kastil, dan semacamnya ...," akui Avery malu-malu.

Dom mengangkat salah satu alisnya. "Maksudmu, karena kami adalah kaum beast, maka kami hanya tinggal di dalam gua dan hutan saja seperti manusia purba? Dan hidup kami hanya seputar berburu, menangkap ikan, knotting, menghasilkan keturunan, maupun mating di mana-mana?" tanya Dom seolah tak suka.

Avery menggeleng cepat dan menggigit bibir bawahnya. "Bukan begitu! Maafkan aku ... aku tak bermaksud mengatakan itu dan membuatmu tersinggung," balas Avery dengan raut menyesal.

Bukannya kesal, Dom justru menganggap raut Avery sangat menggemaskan. "Oh, Sayang ... tak perlu meminta maaf. Kau akan lihat saja nanti bagaimana kehidupan kaum kami di sini. Aku tak menyalahkanmu karena aku tahu kau belum mengerti. Tapi kami kaum beast bukanlah kaum barbar seperti anggapan beberapa kaum, terutama kaum kakekmu, Sayang. Aku hanya ingin kau tahu, bahwa kaum sorcerer adalah kaum yang paling menganggap kami hina," jelas Dom. Walau begitu, tak ada kemarahan di dalam penjelasannya.

"Ma ... maafkan aku, Sayang," bisik Avery lirih.

Dom tersenyum karena mengamati perubahan raut wajah Avery. "Permintaan maaf diterima jika kau menciumku sekarang dan memanggilku dengan sebutan sayang lagi," balas Dom jahil.

Avery kembali mendongak menatap Dom. "Ha ... haruskah?" tanya Avery lagi.

"Oh, terlalu lama," gumam Dom tak sabar dan kemudian segera memagut Avery yang sedang bergelantung pada lehernya.

Ciuman demi ciuman panas Dom layangkan pada bibir lembut Avery. Ia bahkan kemudian menurunkan Avery dan menyandarkannya di bawah batang sebuah pohon yang tertutup salju lebat.

Walau sekeliling mereka adalah hamparan salju lebat dan pepohonan rindang, tetapi Avery merasa panas karena ciuman dan serangan Dom padanya. Dom yang tampaknya tak ingin segera mengakhiri ciumannya, justru semakin dalam menghisap dan membelitkan lidah panasnya pada Avery dengan begitu intens. Ia mencengkeram rambut Avery dan menahan tengkuk wanita itu untuk lebih leluasa membenamkan pagutannya.

"Hmm ... apakah kalian akan melakukan penyatuan di sini atau apa?" Tiba-tiba suara berat seorang lelaki menginterupsi kegiatan mereka. Sontak Avery membuka kedua matanya dan berusaha mendorong Dom dalam keterkejutannya.

Dom yang tampaknya tak terganggu dengan itu, tetap melanjutkan cumbuannya. Avery sendiri menepuk-nepuk bahu Dom, memberinya isyarat untuk melepaskannya.

"DOMINIC LUCIUS AIKEN!!"

Gelegar suara yang menggema diantara pepohonan akhirnya memaksa Dom untuk menghentikan aktivitasnya saat itu juga. Dengan gestur malas, Dom akhirnya melepaskan ciumannya pada Avery dan memutar tubuhnya untuk berbalik. Gerakannya itu menyebabkan Avery dapat sedikit menatap lelaki gagah di belakang Dom.

"Oh, please Dad, tak bisakah kau diam dan menunggu saja hingga aku selesai?" protesnya malas.

"D ... Dad?!" bisik Avery tercekat. Ia sontak melongok dari balik tubuh Dom untuk dapat benar-benar mengamati sosok ayah Dom.

"Halo putri cantikku," sapa ayah Dom sambil tersenyum ramah.

Avery mengerjap dan merona sekaligus, karena mendapat penyambutan yang begitu hangat.

____****____

avataravatar
Next chapter