webnovel

Beautiful Mate

Warning, 21+ mohon bijak dalam membaca. Avery Selena Dawn, seorang gadis yatim piatu 25 tahun yang baru saja lulus dari jurusan fashion design memutuskan untuk nekat mencoba melamar pekerjaan pada perusahaan fashion kulit dan bulu yang terkenal bernama Anima, karena kesulitan yang sedang melilit panti asuhan tempatnya tinggal dahulu yang menyebabkan anak-anak di sana kelaparan. Ia tentu saja sangat bersemangat ketika pada akhirnya diterima pada perusahaan itu. Perusahaan yang terkenal sangat ketat dan sulit menerima karyawan baru itu, bahkan memberinya kontrak khusus dan pendapatan yang terbilang tinggi untuk karyawan canggung yang tak berpengalaman sepertinya. Awalnya Avery mengira kontrak untuknya hanyalah sekadar kontrak kerja biasa sampai ia mengetahui bahwa kontrak itu adalah kontrak yang dibuat sendiri oleh Dominic Lucius Aiken, sang CEO sekaligus pemilik perusahaan itu ketika ia telah tinggal di mansion tua mewah yang sebelumnya ia kira adalah tempat khusus untuk para karyawan Anima. Tetapi dugaannya salah, ketika sang CEO sendiri ternyata juga bertempat tinggal di sana. Dominic, pria yang begitu tampan, gagah, misterius dan sangat mempesona itu, yang selalu terlihat dikelilingi oleh para wanita kemana pun ia pergi, membuat Avery sedikit muak. Pasalnya, ketika para wanita yang ternyata juga tinggal seatap dengannya, kerap memusuhinya dan selalu mencoba membuatnya tampak buruk ketika mereka mengira ia adalah 'mainan' baru sang Alpha! Tunggu, Alpha? Siapa? Dominic? Siapa ia sebenarnya hingga para wanita menyebutnya Alpha?!

Jasmine_JJ · Fantasy
Not enough ratings
84 Chs

Bertemu Savia

Elena membelalakkan kedua matanya saat melihat Weasley memuntahkan isi perutnya. Ia segera menghampiri suaminya dan duduk di sisi ranjangnya untuk menopang tubuh lemah pria itu.

"Apa kau baik-baik saja, Weasley!?" tanya Elena kemudian dengan panik. Ia kembali menatap Avery. "Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang sudah kau lakukan padanya, Sayang?" tanya Elena.

"Membantunya, Nek," jawab Avery serius. "Apa yang sekarang kakek rasakan? Aku tadi menggunakan sedikit sihir untuk membuat kakek memuntahkan isi perut kakek. Walau mungkin tak sepenuhnya dapat membantu, tetapi setidaknya aku sudah mengeluarkan sisa ramuan racun yang ada di dalam tubuhmu," lanjutnya.

"Racun?" tanya Elena tak mengerti. Raut Weasley yang lemah tak menutupi keterkejutannya juga ketika Avery menyebutkan tentang racun.

Avery mengembuskan napasnya sejenak. "Maltus telah meracuni kakek selama ini, tidakkah kalian tahu itu?" ucap Avery.

"OH!" Elena membelalakkan kedua matanya dan menutup mulutnya. "Bagaimana?! Tapi ... itu hanya ramuan biasa yang ... Oh! Jadi inikah alasan ia selalu mendesakku untuk ...."

"Untuk apa?" tanya Weasley lemah ketika Elena tak mampu meneruskan lagi ucapannya.

"Oh!" Sekali lagi Elena menahan ucapannya dengan mata berkaca-kaca.

Dengan ayunan sihirnya, Elena membersihkan sisa muntahan dan kembali membaringkan Weasley di atas bantalnya. "Aku akan menceritakan semuanya, sekarang tenanglah dahulu. Pulihkan dirimu," ucap Elena.

Elena kemudian menoleh ke arah Avery. "Sayang, tolong kau temui Ramus, mintalah ia mengantarkanmu pada Alchemist Savia, ia tinggal di Pemukiman Dalam para sorcerer. Mintalah padanya ramuan penetral," ucapnya.

"Kita memiliki Piere, untuk apa kau ...," ucap Weasley lirih.

"Tidak, ia bekerja untuk dewan penyihir dan Maltus. Aku tak mungkin mengambil resiko ia mengatakan itu padanya," potong Elena.

Weasley menatap Elena dengan raut serius. "Apakah Maltus memang benar-benar ingin mencelakaiku dan mengkhianatiku?" tanya Weasley.

Elena menatap Weasley dengan bimbang dan seolah tak tahu harus berkata apa. "Untuk sekarang, yang terpenting adalah kondisimu. Jangan lakukan apapun untuk sementara ini, kumohon."

Weasley berusaha mengendalikan napasnya yang mulai memburu. Ia tak menyangka jika sahabatnya selama ini memiliki rencana buruk padanya. "Jika ia memang ingin mencelakaiku, maka aku tak dapat tinggal diam," geramnya.

"Jangan! Please ... demi Serenity," timpal Elena.

Weasley menatap Elena dengan raut penuh tanya. "Apa maksudmu?" tanyanya.

"Se ... Serenity ... putri kita ...." Elena bergetar saat mengucapkan kalimatnya.

***

"Apa kau yakin ini tempatnya, Ramus?" tanya Avery.

"Benar, Nona," jawab Ramus.

Avery, Ramus, dan Leah sedang berdiri di sebuah rumah tua di ujung sebuah pemukiman. 'Pemukiman Dalam' itulah sebutan untuk para sorcerer yang terasing maupun terbuang karena pernah melakukan kesalahan dan telah menerima hukumannya.

Avery melangkah dengan mantap ke arah rumah yang tampak sederhana dan klasik tersebut. Tanpa ragu, ia membuka pintu rumah itu dan melangkah masuk.

"Halo, adakah orang di sini?" panggil Avery dengan was-was.

Beberapa saat kemudian, muncullah seorang wanita dengan rambut dan pakaian cokelat terang keluar dari sebuah ruangan.

"Siapa kau? Apa maumu?" tanyanya ketika melihat Avery.

"Apa kau Savia?" tanya Avery tanpa ragu. Ramus dan Leah mengikutinya dari belakang.

Wanita yang tampak seumuran dengan ibunya itu hanya mengamati rombongan Avery dengan tatapan menyelidik. Tanpa mengucapkan sepatah kata lagi.

"Elena memintaku datang padamu. Ia membutuhkan ramuan penetral," jelas Avery kemudian.

Savia sedikit terkejut ketika mendengar nama Elena disebut. Ia dengan sigap menghampiri Avery dan tanpa ragu lagi mengamati wajahnya lekat-lekat.

"Demi Selena, kaukah ... putri Serenity?!" ucapnya tertegun.

Avery sendiri begitu terkejut dan sedikit membulatkan kedua bola matanya saat Savia menyebutkan ibunya. "Bagaimana kau tahu tentang ibuku?"

"Oh! Kau akhirnya di sini juga," ucapnya penuh haru. "Siapa namamu, Nak?" tanyanya. Mata Savia berkaca-kaca seolah hendak menangis untuk meluapkan kegembiraannya.

"A ... Avery, apakah kau mengenal ibuku? Apakah kau yang bernama Savia?" tanya Avery.

"Benar, ia adalah Savia, Nona," timpal Ramus.

Savia mengangguk dan menghapus air mata yang sempat mengalir di wajahnya. "Halo, Ramus," sapanya pada Ramus. "Aku adalah sahabat Serenity," lanjutnya.

Lalu, dengan tergesa ia segera melangkah menuju pintu masuknya dan menutupnya. Ia sedikit menggunakan mantra pengunci untuk menyegel pintu rumahnya sendiri.

"Kalian, ikutlah denganku, di sini mungkin kurang aman bagi kita untuk berbincang," ucapnya penuh kewaspadaan.

Mau tak mau, rombongan Avery mengikuti Savia yang membawa mereka melewati beberapa ruangan, hingga akhirnya berhenti di salah satu ruangan yang setengah tersembunyi oleh tanaman rimbun. Saat Savia mengayunkan telapak tangannya, seketika tanaman tersebutvmembelah dan terbukalah sebuah jalan masuk yang menghubungkan dengan lorong menyerupai gua di hadapan mereka.

"Cepatlah kalian masuk," ucap Savia.

Dengan patuh, mereka mengikutinSavia. Dan setelah semua masuk ke dalam semacam ruangan rahasia itu, pintu masuk kembali tertutup rapat.

Ketiga tamu Savia menganga ketika mereka mendapati sebuah ruangan yang penuh dengan berbagai macam botol. Ratusan, tidak mungkin ribuan botol ada di situ. Di ruangan yang mneyerupai basement atau ruang bawah tanah rahasia pada suatu rumah.

"Wow," gumam Avery dan Leah secara bersamaan. Mereka begitu takjub dengan pemandangan yang ada dihadapannya. Dengan penuh antusias, mereka mengamati satu demi satu botol-botol kecil yang berwarna-warni di dalam sana.

"Kau benar-benar Alchemist itu, ya?" gumam Avery penuh takjub.

"Ya," jawab Savia sambil tersenyum. "Nah, sekarang katakan padaku, mengapa Elena membutuhkan ramuan penetral? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Savia kemudian.

Avery kemudian merogoh kantong mantelnya dan menyerahkan botol kecil yang merupakan tempat ramuan racun yang Maltus berikan pada kakeknya.

"Karena ini," balas Avery sambil menyodorkan botol tersebut.

Savia sedikit mengerutkan alisnya. Dengan segera ia meraih botol tersebut dan mencium isinya. "Tak ada bau yang mencurigakan, tak ada sama sekali, tetapi aku yakin ini akan menunjukkan sesuatu saat aku menguraikannya."

Savia bergegas menuju ke sebuah meja luas miliknya dan meraih beberapa botol berbeda. Ia menuang sisa cairan dalam botol Maltus dan seketika letupan kecil muncul dari dalam ramuan tersebut.

"Sudah kuduga," gumam Savia. "Ramuan ini berisi tanaman sihir yang disebut Canna. Ini dapat menyebabkan halusinasi. Dan saripati yang keluar dari tanaman ini akan membuat siapapun merasa tenang dan mengantuk. Namun, jika digunakan secara berlebihan akan menimbulkan efek halusinasi hingga badan yang mati rasa," jelasnya.

"Dan hebatnya, selain Canna, ramuan ini juga mengandung berbagai macam tanaman sihir lainnya yang memiliki efek serupa. Halusinasi, emosi tidak stabil, mengantuk, lemah, letih, dan pada akhirnya ramuan tersebut dapat membuat seseorang yang mengonsumsinya menjadi linglung, tak terkendali, serta bermimpi buruk. Memang, efek tanaman ini tidak langsung mematikan seketika, tetapi kandungan yang sangat kecil ini jelas dikhususkan untuk pemberian jangka panjang."

"Oh, ya Tuhan!" ucap Avery begitu tercekat.

____****____