webnovel

Beautiful Mate

Warning, 21+ mohon bijak dalam membaca. Avery Selena Dawn, seorang gadis yatim piatu 25 tahun yang baru saja lulus dari jurusan fashion design memutuskan untuk nekat mencoba melamar pekerjaan pada perusahaan fashion kulit dan bulu yang terkenal bernama Anima, karena kesulitan yang sedang melilit panti asuhan tempatnya tinggal dahulu yang menyebabkan anak-anak di sana kelaparan. Ia tentu saja sangat bersemangat ketika pada akhirnya diterima pada perusahaan itu. Perusahaan yang terkenal sangat ketat dan sulit menerima karyawan baru itu, bahkan memberinya kontrak khusus dan pendapatan yang terbilang tinggi untuk karyawan canggung yang tak berpengalaman sepertinya. Awalnya Avery mengira kontrak untuknya hanyalah sekadar kontrak kerja biasa sampai ia mengetahui bahwa kontrak itu adalah kontrak yang dibuat sendiri oleh Dominic Lucius Aiken, sang CEO sekaligus pemilik perusahaan itu ketika ia telah tinggal di mansion tua mewah yang sebelumnya ia kira adalah tempat khusus untuk para karyawan Anima. Tetapi dugaannya salah, ketika sang CEO sendiri ternyata juga bertempat tinggal di sana. Dominic, pria yang begitu tampan, gagah, misterius dan sangat mempesona itu, yang selalu terlihat dikelilingi oleh para wanita kemana pun ia pergi, membuat Avery sedikit muak. Pasalnya, ketika para wanita yang ternyata juga tinggal seatap dengannya, kerap memusuhinya dan selalu mencoba membuatnya tampak buruk ketika mereka mengira ia adalah 'mainan' baru sang Alpha! Tunggu, Alpha? Siapa? Dominic? Siapa ia sebenarnya hingga para wanita menyebutnya Alpha?!

Jasmine_JJ · Fantasy
Not enough ratings
84 Chs

Aman

Piere yang kemudian melongokkan kepalanya dari jendela rumah Savia menatap tajam pada sekeliling taman. Ia memicingkan kedua matanya untuk mengamati setiap sudut taman kalau-kalau ia menemukan sesuatu yang mencurigakan di sekitar tempat itu.

Saat ia mulai intens mengamati dinding bagian samping yang memisahkan taman dengan rumah Savia, tiba-tiba, sesosok kecil hewan sihir muncul dari balik sebuah tanaman dan kembali menginjak ranting yang menyebabkan suara yang sama seperti sebelumnya.

"Krak!"

"Kuaak ... kuaak!"

Seekor hewan sihir membentangkan sayap kecilnya yang berwujud api yang menjilat-jilat di seluruh permukaan tubuhnya. Ia melompat-lompat kecil diantara tanaman milik Savia.

"Hm ... mengesankan, Gold Phoenix," gumam Piere. "Tapi sayangnya, ia hanya akan membusuk di sini mengikuti tuannya," lanjutnya sambil tersenyum mengejek. Ia tahu seekor phoenix kecil yang ada di sana adaah hewan sihir peliharaan Savia.

Piere kemudian memberi isyarat kepada para pengawalnya dengan maksud meninggalkan rumah Savia. Sekali lagi, dengan tatapan tajamnya ia menatap Savia penuh makna. "Jika kau berani menyembunyikan atau melakukan sesuatu, kau tentu tahu apa yang akan terjadi padamu, bukan?" ucapnya.

Savia balas tersenyum sinis. "Katakan pada dirimu sendiri, Piere. Apakah kau tak lelah menyembunyikan sesuatu dan hidup dengan penuh kebohongan serta kekejaman selama ini?" balasnya.

"Tutup mulutmu," geramnya.

"Aku sudah menutup mulutku selama ini!" potong Savia lagi. "Mengapa? Apakah kau takut jika suatu saat aku mungkin akan membalasmu?! Apakah hidupmu merasa tak tenang setelah melakukan semua itu, Piere?"

"Diam!" Piere serta-merta melayangkan sebuah serangan sihir pada Savia yang dengan sigap langsung ditepis oleh serangan balasan dari wanita itu.

"Praanng!!!" Beberapa vas bunga dan hiasan dinding lainnya pecah berserakan akibat benturan serangan dari dua kekuatan yang saling bertabrakan tadi.

"Pergi dari rumahku!" teriak Savia.

Beberapa saat setelahnya, akhirnya Piere pergi dari kediaman Savia dengan geraman rendah yang mengisyaratkan kekesalannya.

Setelah kepergian Piere dan rombongannya, Savia segera bergegas menuju ke arah jendelanya dan mencari-cari sosok rombongan Avery.

"Ssh, Avery ... apakah kalian masih di sini?" bisiknya. "Keluarlah, keadaan sudah aman," ucap Savia lagi.

Lalu, mereka seketika muncul dari dinding yang sebelumnya tak terlihat apapun. Ya, mereka menggunakan jubah pelindung yang mampu membuat ketiganya menghilang dan tak terlihat.

"Apa yang terjadi?" tanya Avery sambil mendekati Savia.

"Piere dan beberapa pengawal kemari untuk mencari kalian. Kurasa pergerakan kalian sudah mulai diketahui oleh Maltus. Bergegaslah kembali ke kediaman nenekmu, selagi keadaan telah aman," jawab Savia.

Avery mengangguk. "Baiklah," jawabnya.

Sebelum kepergian mereka, Leah meraih sesuatu dari dalam tasnya dan dengan segera menyerahkan sebuah ponsel pada Savia.

"Ini untukmu. Kau bisa menghubungi Avery melalui ini. Dan ini ... adalah penguat sinyalnya," ucap Leah.

Savia sedikit membelalak. "Oh, benda manusia! Kurasa aku tak dapat selalu menggunakannya. Di sini benda-benda manusia sungguh dilarang, walau sebenarnya banyak yang memilikinya secara diam-diam," jelasnya.

"Tak masuk akal, benda hanyalah benda. Selama itu dapat berguna untuk kita, mengapa tak membiarkan menggunakannya saja?" timpal Avery.

Savia mengangguk dan tersenyum. "Ya, katakanlah itu pada kakekmu. Ia yang membuat peraturan itu. Dan jika kau tahu seberapa banyak kurir gelap yang 'menyelundupkan' barang-barang itu ... mungkin ia akan terkejut bahwa kami para sorcerer memang membutuhkan semua benda-benda itu."

"Lelaki tua kolot. Apakah ia mungkin akan pingsan jika berkunjung ke kediaman kaum wolf?" gumam Avery.

"Oh, percayalah ... kau tak dapat membayangkan apa yang bisa ia lakukan di sana. Maaf, kaum kami begitu membenci para beast dengan alasan yang tak masuk akal," ucapnya. Ia menoleh kepada Leah seolah ingin menjelaskan ucapannya.

Leah menggeleng kecil. "Tak masalah, aku mengerti. Memang begitulah sejarah dan pertentangan di Anima. Kita tak ubahnya kaum-kaum yang bisa saling mendominasi dan mengalahkan satu sama lain karena beberapa kejadian, kesalahpahaman, aturan dan semacamnya yang dapat menimbulkaan perselisihan."

"Benar, tak hanya sorcerer, bahkan kaum vampir dan kaum gelap lainnya tak luput dari itu semua. Pada akhirnya, semua ditentukan oleh siapa yang paling kuat dan berkuasa." Ramus yang sedari tadi diam kini ikut menimpali.

"Kaum vampir? Apakah itu nyata? Aku kira di Anima ...." gumam Avery.

"Oh, Avery sayang ... jangan terkejut. Percayalah, semua makhluk-makhluk mitos dan semacamnya yang pernah kau baca selama di dunia manusia itu nyata adanya di sini. Kau bahkan telah menemui dan melihatnya sendiri, bukan? Dan ya Avery, semua buku dongeng itu menceritakan hampir seluruh makhluk di dalam Anima," ungkapnya.

"Oh, benarkah?" ucap Avery takjub.

"Ya, kau dapat melihat semuanya di dalam buku sihir yang menjelaskan tentang semua makhluk yang ada di Anima," ungkap Ramus.

"Baiklah, kurasa manusia tak mungkin disebut di dalamnya bukan?" tanyanya.

Leah sedikit tertawa menanggapi Avery. "Yeah, kau benar. Itu hanya disebutkan di bagian halaman lain yang menyebutkan manusia itu ada di dalam buku sihir lainnya. Mereka hanya akan masuk dalam sejenis kaum campuran karena melakukan persilangan dengan kaum Anima. Tapi, tak sedikit manusia yang dapat masuk kemari juga," jelas Leah.

"Sudahlah, itu akan kuceritakan lain kali. Sekarang kita harus segera mengantar ramuan ini, bukan?" lanjutnya lagi.

"Benar, baiklah. Terima kasih Savia. Kau dapat menghubungi kami melalui benda itu," ucap Avery pada Savia.

"Baiklah Nona, mari kita pergi," ucap Ramus.

"Aku heran mengapa kau masih memanggilnya Nona, Ramus?" ungkap Leah tiba-tiba sambil mengerutkan alisnya.

Ramus sedikit mengerjap. "Aku hanya mengikuti Tuan Maltus yang ...."

"Ia telah berpasangan dengan Alpha dan telah menjadi Luna kami, setidaknya panggilah ia Nyonya. Karena Avery adalah Nyonya Dominic Aiken. Pasangan dari pemimpin kami," ucap Leah dengan tersenyum bangga.

"Tunggu! Apakah ... oh!" Savia menatap Avery dan Leah bergantian dengan tatapan terkejut.

Seperti dapat membaca apa yang sedang Savia pikirkan, Leah mengangguk dan tersenyum. "Benar, Avery adalah mate Alpha kami, Savia. Ia adalah kaum sorcerer yang memiliki takdir pasangan dengan kaum beast, pemimpin kami," jelasnya.

"Luar biasa," gumam Savia takjub.

____****____