webnovel

Beautiful Doctor VS The Cyber Police

Alice Valencia seorang dokter muda yang berusia 29th, bekerja pada salah satu RS Swasta. Dokter yang periang dan murah senyum ini sudah bekerja selama 7th di Unit Gawat Darurat RS tersebut. Dalam sebuah kesempatan dirinya akhirnya menangani sebuah kasus yang diduga adalah sebuah kasus bunuh diri, namun dokter Alice tetap meyakini bahwa kasus tersebut adalah kasus pembunuhan. Dari sinilah dia mulai mengenal Azka Camerlo, kepala divisi Cyber Police, polisi muda tampan yang dikaruniai senyum yang mempesona. Alice juga berkenalan dengan kelima anak buah Azka. Ronaldo, Ricky, Jhordy, Achmed, dan George.. Dari sinilah kehidupan Alice mulai berubah. Alice mulai mendapat teror dan akhirnya di pecat dari RS Tempat dia bekerja karena menyalahi kode etik. Keluarga gadis yang meninggal itu menuntut Alice dengan tuntutan pencemaran nama baik. Disaat yang sama Sahabat Alice, Viona Rahaya akhirnya mengungkap ketidaknyamanan nya selama ini hidup bersama dengan Alice. Viona lalu memilih keluar dari apartemen yang sudah hampir 6th mereka tinggali bersama. Alice menjadi frustasi, saat dirinya mulai bimbang dengan kehidupannya. Azka datang membawa cinta. Namun disaat yang bersamaan salah satu dari kelima tim Cyber tersebut sudah lebih dulu menyatakan perasaannya pada dokter Alice. Cinta segitiga mulai hadir dalam kisah ini. Konflik mulai muncul saat akhirnya semua kisah masa lalu dokter Alice mulai terkuak. Kisah ini dikemas dengan cinta, persahabatan, dan konflik yang begitu tragis. Penasaran...?? Mari berjuang menulis dan membaca bersama...

Vee_Ernawaty · Fantasy
Not enough ratings
81 Chs

Sisi Lain dari sang Pembunuh

Disuatu tempat tampak seorang gadis kecil tampak bermain bersama teman-temannya, gadis kecil dengan rambut dikepang dua itu tampak tertawa bahagia saat bermain dengan temannya, tawa kegirangannya itu semakin terlihat bahagia saat seorang pria masuk ke dalam ruangan tempat mereka bermain.

"Kakak..." teriak gadis kecil itu.

Pria yang dipanggil kakak itu lalu tersenyum manis dan berlari ke arah gadis kecil itu lalu kemudian menggendongnya.

"Anak pintar" ungkap pria itu sambil menciumi kedua pipi gadis itu.

"Kakak, aku senang disini banyak teman dan banyak permainan." Gadis kecil itu mulai bercerita.

"Hhemm,, baguslah. Jadi sekarang kamu tidak akan kesepian lagi." ujar pria tersebut.

"Lalu bagaimana kabar ayah? Sampai kapan aku akan disini? Kapan kita akan menemui ayah?" tanya gadis itu kembali.

"April, kamu akan disini mungkin dalam waktu yang lama. Ingat, kamu harus rajin belajar dan hidup dengan baik, agar kelak jika kamu dewasa, kamu akan menjadi orang yang berhasil. Okey" kata lelaki yang dipanggil dengan sebutan kakak itu, sambil membelai lembut rambut adiknya itu.

"Okey, aku janji akan rajin belajar dan akan menjadi orang yang sukses kak" sahut gadis kecil itu sambil memberikan jari kelingkingnya untuk mengikat janji dengan kakaknya itu, kakaknya lalu menggapai kelingking kecil adiknya itu dengan jari kelingkingnya dan mengikat janji mereka. Ada sedikit rasa haru dari dua bersaudara itu, tak lama air hangat itu mulai menetes dari mata kakaknya. Tak ingin adiknya melihat tetesan air mata itu dengan cepat ia memeluk adiknya, sambil berkata "Adik kakak yang satu ini memang paling hebat".

Setelah menyempatkan diri untuk menemui adiknya di salah satu Panti Asuhan tempat ia menitipkan adik kecilnya itu, pria ini lalu memasuki sebuah RS milik pemerintah yang tak jauh dari Panti Asuhan itu, dia masuk ke salah satu ruangan isolasi tempat ayahnya di rawat. Ayahnya yang tampak sekarat dengan alat bantu napas yang terpasang, juga terpasang selang dihitungnya untuk tempat mengalirkan makanan, serta monitor yang memantau status kesehatan dan kondisi dari ayahnya tersebut. Tubuh yang hanya tinggal tulang berbalut kulit itu tampak tertidur tak berdaya dipembaringannya. Ayahnya penderita TBC resisten, yang mengakibatkan banyak komplikasi lain sehingga saat ini dalam kondisi koma dan hanya bertahan dengan alat bantu yang terpasang.

Pria itu menatap hampa ke arah ayahnya, kali ini dia tak dapat menahan tangisannya itu, dia tampak menangis sampai sesenggukan di sisi sang ayah yang tak mampu merespon anaknya itu.

"Ayah, maafkan aku. Belum bisa membuat kalian bahagia. Tolong, maafkan anakmu ini." kata pria itu setelah ia mampu mengontrol tangisannya.

Ia mengingat kembali kejadian beberapa Minggu yang lalu, ia terpaksa melakukan hal itu karena ia sangat membutuhkan uang untuk biaya berobat ayahnya, namun kondisi ayahnya sekarang malah semakin memburuk. Ia tak tahu harus mendapatkan uang dari mana lagi, jika akhirnya kasus tentang kematian Caroline Williams terungkap, maka kemungkinan besar dia akan mendekam di dalam jeruji besi.

"Aku melakukan kesalahan ayah, dalam hidupku banyak kejahatan yang telah kulakukan, tapi baru kali ini aku membunuh seseorang yang tidak berdosa setelah lebih dulu menidurinya. Maafkan kesalahan anakmu ini, jika nanti setelah ini kita tidak bisa bertemu lagi, semoga dikehidupan mendatang aku bisa membahagiakanmu ayah, meski nanti bukan lagi sebagai anakmu." kata pria itu sebelum akhirnya meninggalkan ruangan itu.

...

Ia kemudian mendatangi makam gadis yang dibunuhnya itu.

"Maafkan aku, aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak menikmati keindahanmu sebelum akhirnya aku harus membunuhmu" ucap lelaki itu pada bongkahan tanah yang berada dihadapannya itu.

Ia mengingat kembali apa yang dia lakukan hari itu, setelah semua pekerjaannya beres ia akhirnya bisa kembali ke apartemen sebelah dan bisa membungkam mulut Tn.Alfred, semua berjalan dengan baik, namun ia lupa bagaimana cara orang bisa mengetahui keadaan Caroline jika pintunya terkunci dari dalam. Ia kemudian kembali ke kamar wanita itu dan membuka kunci pintu masuk apartemen itu dan membiarkan pintunya sedikit terbuka, saat hendak kembali meloncat ke balkon sebelah apartemennya, akhirnya ibu Caroline pun melihatnya. Dengan sergap, lelaki itu cepat membekap ibu Caroline agar wanita itu tidak lagi berteriak "Jika kau ingin hidup kedua putrimu aman, makanya jangan banyak bicara. Jika tidak, maka kedua putrimu yang masih muda itu akan berakhir lebih sadis lagi dari ini." ancamnya pada ibu Caroline.

"Katakan jika anak anda mengalami depresi berat dan belakangan mulai mengkonsumsi obat penenang, namun kini ia tak mampu menahan diri hingga akhirnya mengakhiri hidupnya seperti ini" pria itu menyuruh ibu Caroline mengatakan itu pada polisi dan pada seluruh media massa.

Yang akhirnya disetujui oleh wanita itu, dan sampai saat ini semua hal yang benar tentang kematian Caroline belum terungkap.

...

Alice berniat untuk pergi ke kantor polisi dan memberikan benda kecil yang diberikan ibu Caroline semalam kepadanya, benda yang dimaksud adalah sebuah flashdisk yang berisikan sebuah informasi yang dapat mengungkap kejahatan lain yang dilakukan oleh seseorang. Sebelum Alice berangkat ke kantor polisi, dia lebih dulu membuka file itu karena rasa penasarannya, apa sebenarnya yang tersimpan dalam memori benda kecil itu.

Hanya ada satu file dalam memori flashdisk tersebut, Alice lalu membukanya, ternyata sebuah video.

Ternyata Caroline merekam pembicaraan 2 orang, yang entah siapa kedua orang tersebut karena Caroline merekamnya dari belakang, hanya tampak bagian belakang dari kedua orang tersebut, seseorang dengan penampilan tinggi besar dengan menggunakan topi dan jacket kulit dengan sebuah tatto berbentuk ular naga yang melingkari lehernya, sedangkan seorang lagi menggunakan jas hitam bertubuh agak sedikit lebih kecil dari lelaki pertama.

"Saya punya barangnya, saya ingin Anda membayar dengan harga yang lebih tinggi dari sebelumnya karena yang sekarang bisa dipastikan mereka semua masih perawan" kata lelaki yang menggunakan jas hitam.

"Hahahaha...." terdengar tawa terkekeh dari lelaki dengan jacket kulit. "Saya ingin melihat dulu barangnya" katanya kemudian.

"Gilbert...." teriak yang memakai jas hitam, "Bawa mereka semua kesini sekarang!!" perintah lelaki itu.

Tak lama kemudian, tampak seorang lelaki paruh baya menggiring beberapa wanita, setidaknya ada lebih dari 10 wanita muda yang dibawanya. Wanita-wanita muda itu menggunakan pakaian yang tampak sangat seksi, tidak sesuai dengan usia mereka yang sepertinya masih dibawah umur.

"Hahahaha.... kalian memang sangat manis dan menggiurkan" gumam lelaki itu sambil memegangi dagu salah satu wanita yang berdiri paling pojok, yang dapat dijangkaunya.

"Baiklah, saya akan transfer uangnya." kata lelaki itu kemudian, lalu ia kemudian melanjutkan lagi "Tapi saya masih penasaran dengan wanita muda itu, siapa nama?" tanya lelaki itu sambil berpikir "Hhemm... Caroline Williams, model itu. Sepertinya, dia barang yang sangat bagus. Jika dia masuk ke pasar kita, dia akan mendapatkan harga yang paling tinggi." kata lelaki itu kemudian.

Caroline yang mungkin saat mendengar namanya disebutkan menjadi gugup, lalu kameranya bergoyang dan rekaman itu berhenti sampai disitu.

Alice menelan salivanya susah payah, ia tak menyangka jika di jaman semodern ini masih saja ada perdagangan manusia. Sayang sekali gadis-gadis kecil yang masih dibawah umur itu, yang seharusnya masih mengenyam bangku pendidikan malah harus dipekerjakan untuk memuaskan nafsu bejat para pria hidung belang.

'Siapa kedua lelaki tadi? Mengapa Caroline bisa ada di tempat itu?' gumam Alice dalam hati.

Alice masuk ke kamarnya dan bersiap untuk pergi, Viona yang biasanya lebih awal bangun pagi dan lebih siaga untuk melakukan pekerjaan di pagi hari, kini wanita itu masih tertidur pulas di pembaringannya.

"Bebh... Bangun..." teriak Alice dengan jahil sambil memukul bokong Viona dengan bantal guling.

"Hheemmmm... ntar lagi bebh" jawab wanita itu sekenanya.

"Aku sepertinya harus menemui ibu Caroline sekali lagi bebh" kata Alice kemudian.

"Kamu pergi sendiri bisa kan? Aku masih ngantuk banget, bebh..." kata temannya itu yang masih nyaman dengan pembaringannya.

"Okey, aku berangkat!! Aku dah siapin roti bakar dan susu untuk sarapan ya." Kata wanita itu kemudian lalu pergi.

...

"Ibu" kata Alice memulai pembicaraan dengan ibu Caroline.

"Aku sudah melihat isi dari flashdisk ini" kata Alice selanjutnya sambil memperhatikan benda kecil berwarna hitam itu.

"Aku tidak pernah membuka isi dari benda itu, dan tidak pernah aku berikan pada siapapun" kata wanita itu.

"Dalam flashdisk ini Caroline merekam pembicaraan kedua orang yang tidak aku kenali Bu, kedua orang itu melakukan kejahatan dengan memperjual-belikan gadis-gadis muda dibawah umur untuk dijadikan pelacur" kata Alice menjelaskan pada ibu Caroline.

"Apa Caroline pernah bercerita kepada Ibu, apa alasannya mengundurkan diri dari tempat ia bekerja?"

"Dia tidak mengatakan apapun padaku tentang itu, namun saat pertemuan kita yang terakhir ia juga sempat menitipkan sepucuk surat untuk Richard, dan aku sudah memberikan surat itu pada lelaki itu" jelas Ibu Caroline.

"Surat..." pekik Alice.

"Iya surat, aku sudah memberikannya pada Richard"

"Surat itu pasti kuncinya, aku harus menemui Richard" kata Alice kemudian.

Tak lama kemudian bel pintu rumah itu berbunyi.

Alice akan pamit pulang namun saat melihat siapa yang berdiri di pintu rumah itu dan saat melihat ekspresi terkejut dari Ibu Caroline, kaki Alice yang tadinya tampak kuat kini bahkan untuk berpijak pun sepertinya ia tak sanggup lagi.

"Untuk apa anda ke rumahku?" tanya Ibu Caroline dengan suara yang keras dan wajah sedikit tegang.

Lelaki itu hanya menanggapi pertanyaan ibu Caroline dengan tersenyum lalu masuk dalam ruangan itu dan memilih duduk disamping Alice.

"Hallo dokter... Ternyata Kau lebih cantik dari yang terlihat di TV." ucap lelaki itu sambil mengulurkan tangan kanannya untuk berjabat tangan dengan Alice.

Alice tidak mengulurkan tangannya, ia menggengamkan kedua tangannya sendiri yang kini tampak seperti orang yang kedinginan, tangannya tampak gemetar. Alice melihat wajah lelaki yang ada didepannya dengan seksama dan mendapati raut wajah pria itu sama dengan yang diperlihatkan Ronald tempo hari, sketsa wajah yang digambar oleh George.

"Jangan ganggu dia. Apa yang kau inginkan sekarang?" kata ibu Caroline dengan geramnya, sedangkan Alice yang biasanya sangat berani kini hanya membisu ditempat duduknya tanpa mampu bergerak bahkan bersuara.

Lagi-lagi lelaki itu hanya tersenyum saja.

"Apa yang kau....." belum sempat ibu Caroline menyelesaikan pembicaraannya, lelaki itu seketika menghardik dengan Suara lantangnya.

"TUTUP MULUTMU NYONYA!!"

Alice tampak terkejut dan terlihat sangat ketakutan dengan suara lelaki itu yang keluar dari mulutnya secara tiba-tiba, tak kalah terkejutnya Ibu Caroline pun sampai tersungkur tak berdaya mendengar bentakan pria itu.

"Maafkan suaraku yang tak tahu sopan ini." ujar pria itu sambil mencoba meraih tangan Alice yang sedang ketakutan.

Alice berusaha mundur dari tempat duduknya agar pria itu tak dapat menyentuhnya. Pria itu hanya tersenyum sinis melihat perilaku Alice, ia kemudian memandang ke arah wanita yang sudah jatuh tersungkur ke lantai itu.

"Aku sudah pernah memperingatkan agar kalian menutup kasus kematian putri anda, tapi kalian terlalu berani untuk menentangku. Aku datang kemari untuk menemui kedua putri anda yang cantik. Namun sepertinya aku malah mendapat hadiah yang lebih indah dengan kehadiran anda, dokter" kata pria itu sambil mengalihkan pandangannya pada Alice.

"Jangan... Tolong jangan sentuh dia.." mohon wanita itu yang masih tersungkur tak berdaya itu sambil mengatupkan kedua tangannya memohon belas kasihan pria yang ada dihadapannya itu.

Alice mengumpulkan semua kekuatan dan keberaniannya dengan susah payah lalu mulai berbicara "Tn.Gerald, serahkan diri anda sekarang!! Polisi akan segera tahu keberadaan anda dan akan menangkap anda. Lebih baik anda menyerahkan diri segera, sebelum anda menyesal!!"

Lelaki itu kembali tersenyum setelah mendengar ucapan Alice, kemudian berkata.

"Saya akan segera menyerahkan diri, setelah semua tugas saya selesai."

Ia menyelesaikan perkataannya lalu menarik tangan Alice dengan kasar untuk mengikutinya.

"Lepaskan!!" teriak Alice sambil memukul pundak lelaki itu dengan tangan kirinya, namun pukulannya yang begitu pelan itu tak bisa membuat lelaki itu melepaskan genggaman tangannya. Alice tidak menyerah, ia lalu menggigit tangan pria itu dengan kerasnya.

"Auwww" teriak pria itu lalu melepaskan tangan Alice seketika, Alice lalu berlari untuk menghindari pria itu. Ibu Caroline yang bersusah payah merangkak lalu berhasil meraih kaki lelaki itu dan memegangnya agar ia tak bisa mengejar Alice.

"Cepat Lari!!" teriak Ibu Caroline.

Alice berlari kearah pintu, namun Lelaki itu dengan cepat mengebaskan tangan ibu Caroline yang berusaha menahan kakinya dengan sekuat tenaga, hanya sekali kebas wanita itu tak mampu untuk menahan kaki itu.

Lelaki itu lalu mengeluarkan sapu tangan dari saku jaketnya, yang telah lebih dahulu sudah diberikan obat bius, dengan cepat lelaki itu kembali mendapatkan tangan Alice dan membekap mulut serta hidung wanita itu dengan sapu tangannya, dalam sekejap wanita itu telah pingsan.

"Tolong, jangan lakukan apapun padanya!! Tolong" rintih ibu Caroline sambil memohon pada pria itu.

Lelaki itu hanya tersenyum lalu berlalu dari hadapan ibu Caroline dengan membopong tubuh Alice yang sudah tak berdaya itu, "Semua akan segera berakhir" ujar lelaki itu, lalu pergi.

...

catatan penulis:

Happy weekend..

Mohon maaf untuk keterlambatan updatenya ..

pliss jangan marah 😉

Semoga cerita yang kesannya hampir tamat ini bisa menghibur di malam Minggu ini...

Oia, kalau tidak sibuk, boleh sekiranya pembaca tersayang mampir ke buku "Ketika Cinta Itu Tulus" cerpen yg penulis tulis untuk mengikuti Kontes menulis.

Komentar, Review, Bintang dan Power stone dari pembaca sekalian akan membantu menyemangati penulis untuk trz berkarya.

Terimakasih.

Semoga sehat dan bahagia selalu... 🥰🤗

Sabtu, 30 November 2019