webnovel

Beautiful Doctor VS The Cyber Police

Alice Valencia seorang dokter muda yang berusia 29th, bekerja pada salah satu RS Swasta. Dokter yang periang dan murah senyum ini sudah bekerja selama 7th di Unit Gawat Darurat RS tersebut. Dalam sebuah kesempatan dirinya akhirnya menangani sebuah kasus yang diduga adalah sebuah kasus bunuh diri, namun dokter Alice tetap meyakini bahwa kasus tersebut adalah kasus pembunuhan. Dari sinilah dia mulai mengenal Azka Camerlo, kepala divisi Cyber Police, polisi muda tampan yang dikaruniai senyum yang mempesona. Alice juga berkenalan dengan kelima anak buah Azka. Ronaldo, Ricky, Jhordy, Achmed, dan George.. Dari sinilah kehidupan Alice mulai berubah. Alice mulai mendapat teror dan akhirnya di pecat dari RS Tempat dia bekerja karena menyalahi kode etik. Keluarga gadis yang meninggal itu menuntut Alice dengan tuntutan pencemaran nama baik. Disaat yang sama Sahabat Alice, Viona Rahaya akhirnya mengungkap ketidaknyamanan nya selama ini hidup bersama dengan Alice. Viona lalu memilih keluar dari apartemen yang sudah hampir 6th mereka tinggali bersama. Alice menjadi frustasi, saat dirinya mulai bimbang dengan kehidupannya. Azka datang membawa cinta. Namun disaat yang bersamaan salah satu dari kelima tim Cyber tersebut sudah lebih dulu menyatakan perasaannya pada dokter Alice. Cinta segitiga mulai hadir dalam kisah ini. Konflik mulai muncul saat akhirnya semua kisah masa lalu dokter Alice mulai terkuak. Kisah ini dikemas dengan cinta, persahabatan, dan konflik yang begitu tragis. Penasaran...?? Mari berjuang menulis dan membaca bersama...

Vee_Ernawaty · Fantasy
Not enough ratings
81 Chs

Penyergapan II

Lelaki itu menatap tajam ke arah Alice yang sedang duduk di depannya menampilkan wajah yang tanpa rasa bersalah. Dihadapan mereka telah disiapkan beraneka hidangan yang telah dipersiapkan untuk menyambut kedatangan Tn. Alexander. Alice berusaha menutupi ketakutannya dan kebohongannya, dengan mengambil beberapa buah anggur yang dihidangkan dihadapannya itu dan mulai mengunyah anggur itu pelan dan santai.

"Saya bertanya sekali lagi, apa kamu benar-benar tidak melaporkan ini ke polisi?" Tanya lelaki yang sedang duduk berhadapan dengannya itu.

"Sekali lagi saya menjawabnya Tn. Alexander, saya benar-benar tidak melaporkan ini ke polisi." Jawab Alice berbohong dengan santainya namun pasti.

"Kamu pasti berbohong!!" Ujar lelaki yang berdiri disamping Tn. Alexander, lelaki yang bertubuh gemuk itu seakan tak percaya dengan jawaban Alice.

"Dari mana polisi mengetahui keberadaan anak buah saya, jika bukan kamu yang melapor?" Tanya lelaki gemuk ini berang.

"Sekarang saya yang akan balik bertanya kepada anda Tuan gemuk, dari mana saya tahu lokasi keberadaan anak buah yang anda maksudkan itu sedangkan anda hanya memberikan lokasi ini kepada saya." Alice tampak santai melanturkan perkataan itu namun dengan tatapan tajam ke arah lelaki gemuk itu.

Sang lelaki tampak marah dan akan menyerbu ke arah Alice karena perkataan Alice yang menyinggung bentuk tubuhnya.

Namun... Bukk....

Hanya dengan sekali lemparan buah apel ke kepalanya, lelaki itu langsung jatuh. Alice terkejut, ia tak menyangka Tn. Alexander akan melemparkan buah apel itu ke kepala anak buahnya tersebut.

"Bram..." Teriaknya geram pada lelaki tersebut.

"Maaf Tuan" Ujar lelaki itu sambil dengan susah payah bangkit dari jatuhnya.

"Sudah saya katakan, dia dokter yang membawa saya dengan selamat dari penjara yang pengap itu dan saya baru saja sampai disini, baru akan menikmati hidangan lezat ini, dan kau membuat keributan!!?" Teriak Tn. Alexander sengit.

"Maafkan saya Tuan..." Jawabnya sambil menunduk.

"Pergilah dan lihat keadaan sekitar, jangan sampai ada keributan. Kami akan menikmati hidangan ini dulu." Perintahnya kemudian pada lelaki gemuk itu.

Perasaan Alice tak menentu, ia takut mencicipi hidangan yang telah dipersiapkan itu, ia takut untuk memakannya, jangan sampai makanan tersebut telah diberi obat yang nanti akan membuatnya tidak sadar.

"Silahkan nikmati hidangan ini dokter Alice!"

Alice tak tahu harus bagaimana, ia pun membalikan piringnya untuk mengisi hidangan tersebut.

"Silahkan anda lebih dulu Tuan." Jawab Alice pada lelaki itu.

"Baiklah"

Lelaki itu lalu mengisi piringnya dengan nasi dan beberapa hidangan lain yang diikuti oleh Alice. Alice mangambil hidangan yang sama dengan yang Tn. Alexander ambil.

"Anda tidak ingin mencicipi daging ayam ini, dokter?" Tanya lelaki itu sesaat setelah Alice berhenti mengisi piringnya.

Alice tidak mengambil ayam semur balado itu karena lelaki itu juga tidak mengambilnya.

"Hhem, saya alergi dengan daging ayam." Jawab Alice.

"Oh ya, berarti kita memiliki beberapa kemiripan, saya juga alergi daging ayam. Hahahaaa...." Kata lelaki itu yang diakhiri dengan kekehannya.

Mereka mulai menikmati makanan itu, lelaki itu lalu menuangkan anggur pada gelas Alice.

"Silahkan, dokter" Lelaki itu mempersilahkan Alice untuk meminum anggur itu.

Alice mengambil gelasnya dan bersulang dengan lelaki itu, ia hanya menaruh gelas itu pada bibirnya dan tak menyesap anggur itu.

"Tuan, saya sudah mengantarkan anda dengan selamat sampai disini, sekarang saya ingin kalian memberikan kedua teman saya dan kami akan pergi dari sini." Kata Alice kemudian.

"Mari kita selesaikan makan malam ini dulu dokter, setelah itu anda boleh membawa teman anda dan kalian boleh pergi dari sini."

"Saya sudah selesai makan Tuan." Jawab Alice.

"Kalau begitu, tolong temani saya menyelesaikan makan malam saya." Ujar lelaki itu santai masih dengan menikmati makan malamnya.

Alice menarik napas dalam.

Sementara itu di luar sana Azka, dan anak buahnya telah bersiap untuk masuk ke dalam bangunan yang cukup mewah itu. Sebuah villa besar yang terletak jauh dari pusat kota Grazia berdiri megah tanpa tembok yang menghalangi, pepohonan hijau yang besar menghiasi indahnya bangunan tersebut, cahaya lampu yang keluar dari bohlam dengan terukir cantik pada plafon membuat bangunan itu semakin menarik. Banyak penjagaan diluar gedung itu, anak buah Alexander Romaxd ternyata cukup banyak. Azka lalu meminta seluruh pasukan untuk bersiap siaga.

"Monitor.. semua siap di posisi masing-masing!!" Azka memberikan perintah kepada semua anggota yang sedang bersama dengan Timnya saat itu.

"Kita akan bersiap masuk ke dalam!!"

Terdapat sekelompok polisi yang turun dari masing-masing kendaraan yang mereka gunakan, mereka memarkirkan mobil sekitar 200 meter dari tujuan dan kemudian berlarian menuju lokasi itu, tak berapa lama pasukan khusus yang berjumlah sekitar 20 orang dari kepolisian Grazia itu telah mengambil posisi mengepung bangunan itu dengan senjata Laras panjang yang siap mereka gunakan untuk membidik, Azka dan 5 orang polisi yang menggunakan pakaian preman memasuki bangunan itu, tampak pengamanan ketat dari sang pemilik hunian yang mulai membuat barisan membarikade ke 6 polisi yang akan masuk itu.

"Selamat malam, saya Azka Camerlo dari kepolisian Grazia, kami membawa surat penangkapan untuk Tn. Alexander Romaxd yang baru saja dibebaskan bersyarat tadi!" Ujar Azka memperkenalkan diri pada seorang lelaki tinggi besar yang berusaha menghalangi jalannya.

"Tuan sedang beristirahat, anda boleh kembali besok pagi!" Jawab lelaki itu tegas.

"Kami mendapat perintah dari atasan kami untuk segera membawa Tuan besar anda sekarang juga karena Surat Keterangan yang diberikan dokter tersebut tidak sah!! Tn. Alexander Romaxd tidak dalam kondisi sakit, jadi kami akan kembali menahan beliau demi kepentingan penyelidikan!" Azka kembali menerangkan masih dengan nada yang baik.

"Saya sudah katakan jika Tuan sedang istirahat, kembalilah lagi besok!" Pria tadi berbicara dengan kasarnya.

"Kami sudah bertamu secara baik-baik, tapi anda tidak menanggapi kami, tolong jangan salahkan kami jika kami harus bersikap kasar!" Kata seorang polisi disamping Azka.

Ke enam polisi itu pun dengan serentak mengeluarkan pistol,

"Beri kami Jalan!!" Perintah Azka.

Disaat bersamaan muncul seorang lelaki bertubuh gemuk yang tak lain adalah Bram, lelaki yang tadi sempat mendapatkan kecupan hangat dari buah apel di kepalanya.

"Letakan pistol kalian ke lantai dan Angkat tangan !!" Teriak lelaki itu yang kini mengepung ke enam polisi tersebut dengan sejumlah anak buahnya. Empat diantaranya menggunakan pistol, dua orang dengan senjata Laras panjang, dan sejumlah besar pasukan lain dengan balok yang siap untuk melakukan perlawanan.

"Sial!" Umpat Azka seketika dan mulai menunduk untuk meletakan senjatanya. Saat menunduk Azka pun menekan tombol merah pada alat komunikasi yang mereka gunakan.

"Saat saya menekan tombol merah tanda darurat, yang harus kalian lakukan adalah langsung menembak sebanyak mungkin penjahat yang ada di dalam sana!! Ingat jumlah mereka lebih banyak dari kita, jadi kita harus lebih waspada!!" Perintah yang tadi Azka katakan kepada seluruh anggota polisi itu saat mereka akan mulai dengan penyergapan.

Ketika tombol darurat itu ditekan, suara sirene mobil polisi pun langsung terdengar, keenam polisi itu pun langsung mengambil posisi tiarap, sedangkan ke 20 orang pasukan khusus itu lalu membidik sasaran masing-masing, dalam senyap.

Para penjahat itu mulai berguguran dilantai, darah pun mengucur dari lengan dan kaki yang tertembak.

"Arghhh...."

"Aww..."

"Bangsat..."

"Tolong!!"

Terdengar suara dari masing-masing mereka yang merasakan sakit karena timah panas yang mengenai bagian tubuh mereka.

Ada beberapa dari mereka yang menghindar dengan masuk ke dalam villa itu. Azka dan kelima polisi lain langsung masuk ke dalam bangunan itu dan mengejar penjahat lain yang berhasil lolos dari timah panas para pasukan khusus itu.

"Angkat tangan kalian semua!! Tempat ini telah dikepung polisi!!" Teriak Azka bergema di dalam ruangan itu.

"Tn. Alexander, keluarlah dari tempat persembunyian anda!!" Teriaknya lagi.

Terdengar suara terkekeh dari dalam ruangan makan, "Hahahahaa.... Maafkan anak buah saya yang memberi sambutan yang seperti itu." Suara Tn. Alexander terdengar berat. Ia berjalan beriringan dengan dokter Alice yang menampilkan wajah tegangnya. Kini bukan hanya wajah Alice yang tegang, wajah Azka juga berubah memerah dan menjadi gusar.

"Selamat datang di rumah kami, para prajurit pemerintah yang terhormat!" Kata Tn. Alexander kemudian.

Alice sama sekali tak berkutik, sebuah pistol mengarah ke kepalanya dan kapan saja ketika Tn. Alexander menarik pelatuk itu, maka dokter Alice hanya tinggal kenangan.

...