webnovel

Beautiful Doctor VS The Cyber Police

Alice Valencia seorang dokter muda yang berusia 29th, bekerja pada salah satu RS Swasta. Dokter yang periang dan murah senyum ini sudah bekerja selama 7th di Unit Gawat Darurat RS tersebut. Dalam sebuah kesempatan dirinya akhirnya menangani sebuah kasus yang diduga adalah sebuah kasus bunuh diri, namun dokter Alice tetap meyakini bahwa kasus tersebut adalah kasus pembunuhan. Dari sinilah dia mulai mengenal Azka Camerlo, kepala divisi Cyber Police, polisi muda tampan yang dikaruniai senyum yang mempesona. Alice juga berkenalan dengan kelima anak buah Azka. Ronaldo, Ricky, Jhordy, Achmed, dan George.. Dari sinilah kehidupan Alice mulai berubah. Alice mulai mendapat teror dan akhirnya di pecat dari RS Tempat dia bekerja karena menyalahi kode etik. Keluarga gadis yang meninggal itu menuntut Alice dengan tuntutan pencemaran nama baik. Disaat yang sama Sahabat Alice, Viona Rahaya akhirnya mengungkap ketidaknyamanan nya selama ini hidup bersama dengan Alice. Viona lalu memilih keluar dari apartemen yang sudah hampir 6th mereka tinggali bersama. Alice menjadi frustasi, saat dirinya mulai bimbang dengan kehidupannya. Azka datang membawa cinta. Namun disaat yang bersamaan salah satu dari kelima tim Cyber tersebut sudah lebih dulu menyatakan perasaannya pada dokter Alice. Cinta segitiga mulai hadir dalam kisah ini. Konflik mulai muncul saat akhirnya semua kisah masa lalu dokter Alice mulai terkuak. Kisah ini dikemas dengan cinta, persahabatan, dan konflik yang begitu tragis. Penasaran...?? Mari berjuang menulis dan membaca bersama...

Vee_Ernawaty · Fantasy
Not enough ratings
81 Chs

Cobalah sedikit lebih Peka

Viona memarkirkan mobilnya di basement dan dengan wajah yang berseri ingin segara bertemu dengan sahabatnya itu. Dia ingin menceritakan dua kabar bahagia yang sejak tadi ingin disampaikannya pada sahabatnya itu. Kabar pertama dia ingin bercerita kalau dia menyukai seseorang dan kabar kedua adalah dia tau sedikit tentang misteri kematian Caroline Williams. Jarum jam menunjukan pukul 23.20, Viona terlambat pulang karena harus menginterogasi kliennya yang tadi sempat tertidur pulas karena obat penenangnya, saat klien terbangun lagi barulah Viona mendapat sedikit lagi informasi yang akan dia beritahu pada sahabatnya itu. Viona membuka pintu apartemen dan bau menyengat datang dari dalam ruangan. Viona hafal betul jika itu bau minuman beralkohol, dan ternyata dugaannya benar.

Viona yang awalnya ceria, tiba-tiba wajahnya berubah menjadi sangat kesal, dia tampak gusar. Bagaimana tidak, ruangan yang tadi saat mereka tinggali begitu rapih dan bersih, kini tampak sangat berantakan. Alice masih dengan busana saat mereka pergi tadi pagi tampak tertidur diatas sofa ruang tamu, diatas meja ruang tamu tampak berhamburan abu rokok, puntung rokok, sebuah gelas dan dua botol minuman beralkohol. Viona memasuki kamar, dan semua benda diatas meja kerja Alice berhamburan di lantai, dipojok kamar tergeletak tas sampingnya. Viona kemudian mengambil tas itu dan melihat ponselnya. Ada beberapa pesan, 12 panggilan tak terjawab darinya, 5 panggilan dari Ronald, dan 7 panggilan dari nomor baru. Viona tak peduli dengan pesan dan panggilan lainnya. Ia hanya peduli dengan pesan yang dikirimnya dan panggilannya, ia lalu menghapus panggilan tak terjawab darinya dan menghapus pesan yang tadi sempat dikirimnya. Dari wajahnya tampak kekesalan yang sangat dalam. Viona lalu merebahkan dirinya diatas kasur, dia kemudian menangis. Tak jelas apa yang sebenarnya ditangisinya, dia hanya ingin menangis saja, namun dalam hati kecilnya yang paling dalam wanita ini berujar mungkin ini saat yang tepat untuk mengakhiri segalanya. Ia lelah dengan segalanya, ia lelah selama ini hanya dia yang menganggapnya sahabat, dia lelah selalu mengalah, dia lelah selalu saja dia yang peka. Sedangkan wanita yang tertidur pulas di sofa sana, karena dirinya yang terlalu naif ia bahkan tak pernah tau apa yang selama ini Viona rasakan.

Viona mengingat kembali beberapa kejadian yang membuatnya merasakan hal yang begitu sakit karena terlalu banyak mengalah. Ia lalu mulai menangis lagi, disaat itu dia mendengar langkah kaki menuju kamar. Langkah kaki Alice, Viona lalu membalikan wajahnya dan menutupnya dengan tangannya dan berpura-pura tidur. Alice lalu menuju kamar mandi, lalu terdengar seperti ia sedang muntah. Benar saja ia akan muntah karena sejak tadi siang ia tidak mengisi perutnya dengan makanan lalu ia malah mengisinya saat malam hari dengan minuman beralkohol.

Alice keluar dari kamar mandi dengan berjalan sempoyongan,. ia mengarahkan wajahnya ke sekeliling ruangan untuk mencari tas nya, tas itu masih dipojok kamar. Ia kemudian mengambil tas itu mengeluarkan ponsel dari dalam tas itu dan membuang tas itu begitu saja diatas lantai, dan sekali lagi Viona yang melihat hal itu hanya bisa berdiam diri saja. Alice melihat ponselnya sejenak lalu berjalan kearah tempat tidur, "Viona kau sudah pulang?" kata Alice pada sahabatnya itu sambil memukul punggungnya. "Viona, aku lapar perutku sakit. Maukah kau memasakkan bubur untukku?" tanya Alice kemudian. Viona tidak menjawab, ia masih berpura-pura tidur.

"Hhmpp... Kau sudah tidur rupanya" kata Alice kemudian, lalu dia pun kembali tidur.

...

Seperti biasa, Viona bangun lebih dulu dari Alice.. Ia merapikan semua ruangan, dan membereskan semua kekacauan yang disebabkan Alice semalam. Ia juga menyiapkan bubur untuk Alice.

Namun hari ini ada yang berbeda, Viona merapikan semua barang-barang miliknya dan semua pakaiannya lalu memasukannya di dalam koper. Ia lalu menulis pesan singkat kepada Alice.

'Aku sudah merapikan ruangan, ada bubur hangat di atas meja. Oh iya, Alice sepertinya aku akan pindah dari apartemen ini. Mulailah untuk hidup mandiri. with love Vio'

Viona lalu membawa kopernya dan beranjak pergi menuju kantornya.

...

Alice bangun pukul 08.30, ia tampak memegangi perutnya yang sepertinya lapar. Setelah selesai mencuci muka, ia lalu beranjak ke meja makan. Benar saja sudah ada bubur diatas meja makan. Ia tahu jika sahabatnya itu akan menyiapkan semuanya ini sebelum ia berangkat ke kantornya. Alice melahap bubur itu dengan nikmatnya, ia tidak tahu jika sahabatnya itu sedang merasakan kepedihan karena sikap Alice yang begitu acuh.

Alice melayangkan pandangannya keseluruhan ruangan, tampak rapih dan bersih, ia lalu beranjak ke teras dari kamarnya dan menghirup udara segar. "Semangat berjuang Alice, semoga hari ini lebih baik dari hari kemarin" kata Alice pada dirinya sendiri. Alice lalu membuat jadwal kegiatannya untuk hari ini, apa saja yang akan dia lakukan untuk mengembalikan reputasi dan nama baiknya.

Setelah mandi dan bersiap-siap untuk pergi, ia melihat sebuah catatan kecil yang ditulis Viona tadi, dia hendak membacanya namun ponselnya telah berdering lebih dahulu, telpon dari nomor baru. Alice enggan mengangkatnya, namun dia berpikir jika nomor baru ini mungkin saja orang yang bisa membantunya memecahkan masalahnya saat ini. Akhirnya dia pun menjawab telepon itu.

"Selamat pagi" sapanya.

"Selamat pagi dokter Alice, apa kabar anda pagi ini?" kata suara diseberang sana. Alice tidak mengenali suara tersebut. "Maaf dengan siapa saya berbicara dan ada keperluan apa?" kata Alice kemudian.

"Dokter Alice, mungkin saya bisa membantu anda untuk mengadakan konferensi pers di Hall of Cyber Polices. Wartawan masih menunggu anda untuk klarifikasi kebenaran apakah artikel itu anda yang menulisnya atau bukan. Saat anda selesai mengkonfirmasi mungkin akan ada titik terang untuk tindakan selanjutnya." kata suara disana, dan Alice langsung mengingat siapa pemilik suara itu.

"Tuan Polisi, mengapa anda berubah menjadi begitu baik sekarang?" tanya wanita itu. "Hhmp, Oia dari mana anda mendapatkan nomor ponsel saya?" lanjut Alice kemudian.

"Itu bukan hal yang sulit untuk Azka Camerlo, nona Valencia. Sekarang maukah anda untuk dibantu oleh kami?"

"Dengan senang hati pak Polisi" kata Alice kemudian.

Alice mematikan ponselnya dan bersiap menuju Cyber Police, ia bahkan tak sempat untuk membaca pesan singkat yang diberikan Viona tadi.

...

Viona berulang kali mengecek ponselnya, ia berharap Alice telah membaca pesan singkatnya dan segera menghubunginya, namun sampai pukul 11.00 Alice belum juga menghubunginya. "Apakah gadis bodoh itu belum bangun juga, sepertinya dia akan memakan bubur yang sudah dingin nanti saat dia bangun" kata Viona dalam hatinya. Viona baru saja mengobservasi klien yang semalam di konselingnya itu, dan dia mendapati beberapa informasi dari pria itu. Dan dia yakin jika pria ini adalah kunci dari semua masalah yang sedang dihadapi sahabatnya itu sekarang. Viona akhirnya khawatir jika sesuatu terjadi pada sahabatnya tersebut, ia kemudian memutuskan untuk lebih dulu menghubungi Alice.

"Hallo bebh" kata suara diseberang, suaranya tampak segar tidak seperti orang yang baru bangun tidur.

"Bebh, kamu sudah bangun?" tanya Viona

"Iya bebh, ada yang harus aku selesaikan segera. Oia aku sudah makan buburnya, terimakasih sayang" kata Alice kemudian. "Oia, ada catatan diatas meja dekat vas bunga aku belum sempat membacanya" kata Alice kemudian.

"Hmp.. iya bebh" hanya itu kata yang bisa Viona ucapkan.

"Bebh, nanti aku telepon lagi ya. Miss you" kata Alice lalu menutup teleponnya.

Viona hanya bisa menatap ponselnya, ia tak mampu berkata-kata lagi, sahabatnya itu begitu naif hingga ia tidak peka dengan apa yang diinginkannya. Meski demikian Viona masih saja peduli padanya.