webnovel

Beautiful Doctor VS The Cyber Police

Alice Valencia seorang dokter muda yang berusia 29th, bekerja pada salah satu RS Swasta. Dokter yang periang dan murah senyum ini sudah bekerja selama 7th di Unit Gawat Darurat RS tersebut. Dalam sebuah kesempatan dirinya akhirnya menangani sebuah kasus yang diduga adalah sebuah kasus bunuh diri, namun dokter Alice tetap meyakini bahwa kasus tersebut adalah kasus pembunuhan. Dari sinilah dia mulai mengenal Azka Camerlo, kepala divisi Cyber Police, polisi muda tampan yang dikaruniai senyum yang mempesona. Alice juga berkenalan dengan kelima anak buah Azka. Ronaldo, Ricky, Jhordy, Achmed, dan George.. Dari sinilah kehidupan Alice mulai berubah. Alice mulai mendapat teror dan akhirnya di pecat dari RS Tempat dia bekerja karena menyalahi kode etik. Keluarga gadis yang meninggal itu menuntut Alice dengan tuntutan pencemaran nama baik. Disaat yang sama Sahabat Alice, Viona Rahaya akhirnya mengungkap ketidaknyamanan nya selama ini hidup bersama dengan Alice. Viona lalu memilih keluar dari apartemen yang sudah hampir 6th mereka tinggali bersama. Alice menjadi frustasi, saat dirinya mulai bimbang dengan kehidupannya. Azka datang membawa cinta. Namun disaat yang bersamaan salah satu dari kelima tim Cyber tersebut sudah lebih dulu menyatakan perasaannya pada dokter Alice. Cinta segitiga mulai hadir dalam kisah ini. Konflik mulai muncul saat akhirnya semua kisah masa lalu dokter Alice mulai terkuak. Kisah ini dikemas dengan cinta, persahabatan, dan konflik yang begitu tragis. Penasaran...?? Mari berjuang menulis dan membaca bersama...

Vee_Ernawaty · Fantasy
Not enough ratings
81 Chs

Ciuman Sejati

Viona menurunkan Alice di lobby utama rumah sakit, Alice yang kekeh tak mau bicara itu turun dari mobil dan hanya kata "Terimakasih, Vio" yang keluar dari mulutnya itu. Viona yang tahu bahwa pendirian sahabatnya itu tak dapat diubahnya hanya bisa menarik napas dalam karena tahu tak baik baginya untuk berusaha membujuk sahabatnya atau berdebat dengannya lagi. Ia memilih untuk mengalah dan meninggalkan halaman rumah sakit itu.

"Aku langsung berangkat ya bebh, kamu hati-hati!" Yang jelas saja perkataan Viona ini tak mendapatkan respon sedikit pun dari sang sahabat.

Alice meninggalkan mobil itu tanpa berniat membalikan tubuhnya untuk 'say good bye' pada sang sahabat yang masih menatap punggung Alice yang menjauh dari pandangannya.

"Dasar keras kepala." Sungut Viona pada sahabatnya itu sambil geleng-geleng kepala dan tersenyum sendiri.

Viona lalu melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit menuju tempat kerjanya. Dalam perjalanan ia mengambil ponsel nya dan memilih untuk menghubungi nomor telepon Azka yang telah di save nya dengan nama 'Komandan Azka' kemarin ketika ia mendapat telepon dari Alice menggunakan ponsel Azka. Ia kemudian menyambungkan headset nya dengan ponsel tersebut.

"Hallo..." Sapa suara di seberang.

"Kau mau mati rupanya ya?!" Viona mengeluarkan amarahnya seketika saat suara di seberang menyapa dengan baiknya.

"Hahhaahaa... Kenapa kau begitu kesalnya Vio? Apa ada yang salah denganku?"

"Tentu saja kau salah! Untuk apa kau datang ke apartemen kami sepagi itu?" Ketus Viona.

"Tadi sudah kukatakan bahwa ingin mampir dan berharap mendapat secangkir kopi, tapi kau malah mengusirku." Azka menjawab dengan santai.

"Azka, aku mengiyakan untuk menjadi temanmu bukan untuk motif lain ya, Alice sudah memiliki Ronald. Jika kau mau berteman denganku hanya untuk menarik perhatian Alice, aku harap kau tidak melakukan itu."

"Hahahaa... Ada apa denganmu Vio, aku sama sekali tak berpikir hal semacam itu. Ronald orang yang tepat buat Alice, ia tulus mencintainya dan aku tidak akan menggangu mereka." Jawab Azka menjelaskan.

"Siapa yang tahu apa yang dipikirkan oleh dirimu. Bisa saja kau mengatakan itu sekarang, tapi nanti...? Siapa yang tahu apa yang akan kau pikirkan?" Viona masih bicara dengan ketus dan sinis.

"Ayolah Vio, kau menelponku sekarang hanya untuk marah-marah?"

Hening sejenak, Viona menarik napas dalam dan menghembuskannya dengan kasar, terdengar hembusan napasnya sampai ke telinga Azka.

"Vio, kau sedang memikirkan sesuatu?" Tanya Azka kemudian.

"Hmp..." Suara Viona melembut. "Tadi aku salah berbicara dengan Alice, tanpa sengaja aku mengungkit kisah tentang masa lalumu. Namun karena tak menjelaskannya secara detail, Alice menjadi marah padaku, ia tak mau bicara denganku." Viona menjelaskan.

"Maksudnya apa? Mengapa sampai Alice marah kepadamu?"

"Aku mengatakan pada Alice jika kau menyukainya karena ia mengingatkan dirimu tentang seseorang. Dia menanyakan seseorang itu siapa? Tapi aku tak menjawabnya." Viona kembali menjelaskan.

"Kenapa tak kau jelaskan saja?" Azka bertanya.

"Aku belum mendapatkan ijin darimu, aku tidak ingin kau mengatakan jika diriku tak bisa menyimpan rahasia. Makanya aku memilih diam dan itu membuat Alice menjadi marah padaku." Ujar Viona.

"Kenapa sampai kau refleks mengungkit hal itu pada Alice?" Tanya Azka seketika yang membuat Viona tak tahu harus memberikan jawaban apa atas pertanyaan itu.

"Vio, apa kau cemburu?" Azka kembali bertanya yang seakan pertanyaan itu menusuk sampai ke jantung Viona.

Namun bodohnya Viona, ia tak mau mengakui hal itu secara langsung, "Untuk apa aku cemburu? Enak saja kau asal menuduh seperti itu!" Viona kembali kesal.

"Aku tidak menuduhmu, Vio. Aku hanya bertanya?" Jelas Azka lembut.

"Aku tak suka dengan pertanyaan bodoh seperti itu." Kesal Viona.

"Oke baiklah, aku memberikanmu ijin untuk menceritakan itu pada Alice. Tapi kau harus ingat satu hal, aku berteman denganmu tanpa ada motif lain. Apalagi motif untuk mendapatkan Alice. Aku mendekatimu tulus karena ingin berteman denganmu dan lebih mengenalmu. Hanya itu, jangan pernah lagi berpikir bahwa aku menjadikanmu batu loncatan untuk mendekati Alice." Azka menjelaskan dengan lembut.

"Eh... Ehm.. iya" Jawab Viona terbata, ia mendengar dengan baik perkataan yang Azka ucapkan itu.

"Dan satu hal lagi, jangan pernah cemburu. Aku tak lagi berpikir untuk mendekati Alice.!!" Lanjut Azka lagi.

Tentu saja pernyataan itu sungguh membuat seorang Viona merasakan sesuatu yang berbeda, tak bisa diungkapkan dan tak bisa dijelaskan. Ia hanya merasakan kebahagiaan yang meluap-luap, senyum itu kini terpasang di wajah manisnya.

...

Alice sedang berjalan di koridor menuju kamar rawat Ronald tatkala dirinya tanpa sengaja bertemu dengan dokter Reza.

"Dokter Alice..." Sapa Reza.

"Dokter Reza..." Alice membalas sapaan itu.

"Apa yang membuat anda ke Rumah Sakit? Bukankah Anda mendapatkan ijin untuk istirahat seminggu di rumah?" Tanya Reza kemudian.

"Iya, saya mendapatkan ijin untuk beristirahat di rumah, dok. Saya kemari untuk mengunjungi Ronald." Jawab Alice.

"Ow begitu, ternyata ada yang sudah rindu." Canda Reza pada wanita itu, yang tentu saja candaan itu membuat Alice tersenyum malu-malu. Yang tanpa mereka sadari perbincangan singkat itu dilihat oleh seseorang di sana. Seseorang yang berpikir perbincangan mereka lebih dari sekedar menyapa.

"Ternyata Rindu itu lebih berat dari 50 kg beras, dokter." Alice membalas candaan Reza.

"Senang bisa melihat anda seperti ini, dokter Alice. Semoga hubungan anda dan Ronald bisa selalu harmonis." Ujar Reza tulus.

"Terimakasih, dokter Reza." Jawab Alice, kemudian ia pamit untuk segera pergi ke kamar Ronald.

"Dok, saya pamit ke ruangan Ronald dulu ya. Salam untuk dokter Laudia." Kata Alice lalu beranjak dari tempat itu.

Reza lalu mengiring kepergian Alice dengan tatapan dan senyum bahagia, yang belum juga ia sadari ada sorotan mata yang tampak terluka dengan pandangan yang diberikan Reza kepada Alice.

...

"Sayang..."

"Alice, kamu..." Ronald cukup terkejut melihat kedatangan Alice pagi ini.

"Kenapa? Kamu nggak suka aku datang kesini?" Tanya Alice seketika karena wajah Ronald tampak tak senang dengan kedatangannya.

Sebenarnya bukannya Ronald tak senang dengan kedatangan Alice, ia hanya tak menyangka jika sang kekasih akan datang pagi ini untuk menjenguk dirinya, ia juga belum siap memberikan jawaban jika nanti Alice menanyakan mengapa semalam teleponnya tak di jawabnya.

"Senang dong, sayang. Tapi kan kamu juga perlu istirahat. Kenapa datang sepagi ini? Harusnya hari liburmu ini, kau gunakan untuk lebih lama bersantai di tempat tidur." Ronald cepat-cepat mencari ide untuk menjawab pertanyaan Alice.

"Hmp... Aku sudah rindu." Jawab Alice manja sambil memperlihatkan senyum malu-malu.

"Sini aku peluk." Ronald merentangkan tangannya.

Alice mendekati tempat tidur Ronald, kemudian duduk menyamping dan merebahkan kepalanya pada dada bidang Ronald. Ronald memeluk tubuh wanita yang dicintainya itu dengan erat.

"Sayang aku, bau..." Ujar Alice manja sambil mengecup leher Ronald dengan hidung dan bibirnya.

Ronald lalu mencubit hidung Alice sembari berkata. "Tapi kamu tetap sayang kan?" Yang di balas Alice dengan anggukan manja, lalu kembali lagi dalam pelukan Ronald.

"Rindunya udah terobati?" Tanya Ronald lagi.

"Belum... Masih ingin lebih lama di sini." Jawab Alice.

"Apa? Kamu mau aku lebih lama disini?" Tanya Ronald.

"Bukan kamunya yang lebih lama di sini. Tapi akunya yang lebih lama di sini." Kata Alice sambil menunjuk dada Ronald ketika mengatakan kata 'di sini'.

"Hahahaa..." Ronald tertawa melihat tingkah Alice yang seperti anak kecil itu.

Ia kemudian melepaskan pelukannya lalu dengan kedua tangannya ia memegang wajah Alice, kemudian ia mencium Alice dengan ciuman sejati yang pernah diajarkan Angel padanya.

"Cium pipi kiri.... Cium pipi kanan.... Cium kening.... Cium bibir.... Dan yang terakhir Hidung" Ronald berbicara sambil mempraktekan ciuman itu di wajah Alice, terakhir hidung mereka berdua bersentuhan dengan menggoyangkan kepala mereka ke kiri dan ke kanan.

"Sayang... Kamu? Kamu tahu dari mana ciuman ini?" Tanya Alice tak percaya.

"Ada deh..."

"Ih... Sayang akh, Angel pernah ajari ini ke kamu ya?" Tanya Alice lagi.

"He-eh.." Ronald mengangguk. "Waktu aku, papa dan Angel olah raga pagi hari itu, Angel sempat mengajarkan ciuman sejatinya kalian."

"Angel..." Alice teringat akan putri semata wayangnya itu.

"Angel bilang, ini ciuman sejatinya dengan kak Alice. Dia mengajarkan ku dengan syarat, ini hanya menjadi ciuman kita bertiga, aku tak boleh memberikan ciuman ini pada siapapun, selain untuk Angel dan Alice." Jelas Ronald lalu kemudian sekali lagi ia mengecup kening Alice.

"Terimakasih sayang." Ujar Alice.

"Untuk apa?"

"Karena sudah menerima diriku apa adanya dan membuat hidupku kini lebih sempurna."

Ronald tersenyum manis menampilkan lesung pipinya yang dalam, sambil menatap mata Alice dan sekali lagi melayangkan ciumannya pada kening Alice.

...