webnovel

Beautiful Doctor VS The Cyber Police

Alice Valencia seorang dokter muda yang berusia 29th, bekerja pada salah satu RS Swasta. Dokter yang periang dan murah senyum ini sudah bekerja selama 7th di Unit Gawat Darurat RS tersebut. Dalam sebuah kesempatan dirinya akhirnya menangani sebuah kasus yang diduga adalah sebuah kasus bunuh diri, namun dokter Alice tetap meyakini bahwa kasus tersebut adalah kasus pembunuhan. Dari sinilah dia mulai mengenal Azka Camerlo, kepala divisi Cyber Police, polisi muda tampan yang dikaruniai senyum yang mempesona. Alice juga berkenalan dengan kelima anak buah Azka. Ronaldo, Ricky, Jhordy, Achmed, dan George.. Dari sinilah kehidupan Alice mulai berubah. Alice mulai mendapat teror dan akhirnya di pecat dari RS Tempat dia bekerja karena menyalahi kode etik. Keluarga gadis yang meninggal itu menuntut Alice dengan tuntutan pencemaran nama baik. Disaat yang sama Sahabat Alice, Viona Rahaya akhirnya mengungkap ketidaknyamanan nya selama ini hidup bersama dengan Alice. Viona lalu memilih keluar dari apartemen yang sudah hampir 6th mereka tinggali bersama. Alice menjadi frustasi, saat dirinya mulai bimbang dengan kehidupannya. Azka datang membawa cinta. Namun disaat yang bersamaan salah satu dari kelima tim Cyber tersebut sudah lebih dulu menyatakan perasaannya pada dokter Alice. Cinta segitiga mulai hadir dalam kisah ini. Konflik mulai muncul saat akhirnya semua kisah masa lalu dokter Alice mulai terkuak. Kisah ini dikemas dengan cinta, persahabatan, dan konflik yang begitu tragis. Penasaran...?? Mari berjuang menulis dan membaca bersama...

Vee_Ernawaty · Fantasy
Not enough ratings
81 Chs

Bisakah Kita Berteman III

#Flash back of...

Azka mengakhiri ceritanya, wajahnya tampaknya begitu frustasi, air mata yang mengalir, membasahi hampir seluruh wajahnya. Selama bercerita kepada Viona ia telah beberapa kali menyapu air mata itu dengan sapu tangannya. Viona tak kalah sedih, ia pun menghapus air mata yang mengaliri pipinya itu dengan sebuah tissue.

"Aku melakukan kesalahan yang tak pernah bisa aku tebus sepanjang hidupku." Ujar Azka di sela-sela tangisannya.

Viona hanya terdiam menatap pria itu.

"Aku menyesali semua yang terjadi malam itu. Aku melakukan kesalahan besar yang membuatku kehilangan dua orang yang begitu berarti dalam hidupku." Azka kembali meraung.

"Tenanglah Azka, tenangkan dirimu." Viona mencoba menenangkan Azka dengan menepuk-nepuk punggung lelaki itu, Azka kini sedang menundukkan kepalanya ke arah meja.

"Pengunjung Cafe semakin ramai Azka, cobalah untuk kendalikan dirimu." Pinta Viona pada lelaki itu.

Azka lalu mencoba untuk kembali menguasai dirinya, ia kembali menghapus air matanya lalu menarik napas panjang untuk memperoleh ketenangan batin, memperbaiki duduknya lalu meneguk air mineral yang masih tersisa di botol.

"Kita pergi sekarang?" Tanya Azka kemudian pada Viona yang masih memandangnya penuh iba.

"Ehmm... Iya ayo, kita pergi." Jawab Viona lalu cepat mengalihkan pandanganya dari wajah Azka, ia tak ingin lelaki itu tahu jika ia memandangnya dengan rasa kasihan yang begitu besar.

"Aku yang akan membayarnya, sebagai balasan kau sudah menceritakan kejadian semalam yang menimpa Alice." Ujar Viona pada Azka.

"Tidak, aku yang akan membayarnya. Aku berterimakasih karena kau telah menjadi pendengar setia untuk semua kisahku." Azka menahan tangan Viona yang akan mengeluarkan dompet dari tasnya.

Azka membayar tagihan itu di kasir, lalu keduanya meninggalkan cafe itu.

"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Viona ketika mereka keluar dari Cafe dan berjalan di koridor yang menghubungkan Cafe dengan rumah sakit.

"Aku tidak baik." Jawab Azka spontan.

"Hhem... Apa aku bisa membantumu?" Tanya Viona sungkan.

"Jadilah temanku. Dengan begitu kau bisa membantuku."

Viona menghentikan langkahnya.

"Jika kau tetap tidak mau, kali ini aku akan menyerah untuk menanyakan hal yang sama lagi. Aku akan menghargai keputusanmu!" Azka membalikan tubuhnya untuk memandang Viona yang kini telah berada di belakangnya.

"Kenapa harus aku? Kenapa kau tidak meminta berteman dengan Alice? Lalu mengapa kau menceritakan semuanya itu padaku?" Viona tak bisa lagi menahan pertanyaan yang sejak tadi bersarang di dalam pikirannya.

"Kau bisa menerima Alice sebagai sahabatmu dengan tulus meskipun kau tahu Alice seperti apa, kau bisa tetap menjadi yang paling terbaik untuk Alice meskipun kau tahu jika orang yang kau cintai malah mencintai Alice, selama bertahun-tahun kau masih bisa tetap menjadi teman yang setia untuknya." Azka memberikan penjelasan atas pertanyaan Viona. "Aku rasa itu sudah cukup untuk menjadi alasan bagiku untuk memintamu menjadi teman!!" Lanjut Azka lagi.

Viona terpana dengan pernyataan Azka, jika Alice saja yang sebenarnya bisa ia jadikan musuh bisa menjadi teman baiknya, mengapa sekarang Azka orang yang mencuri perhatiannya, orang yang membuatnya jatuh cinta ia tak bisa menjadikannya sebagai teman?

"Itu dua hal yang berbeda Azka..." Jawab Viona tenang.

"Aku dan Alice sudah berteman dekat sejak kecil, tak mudah bagiku untuk langsung menjadikannya musuh hanya karena hal yang sepele. Sedangkan kita? Aku tak bisa menjadikanmu teman begitu saja, apalagi setelah kau mengetahui bahwa aku menyimpan rasa yang lebih dari sekedar simpati." Lanjut Viona lagi masih dengan tenang namun bahasanya santai.

"Jadi kau tetap tidak ingin berteman denganku?" Azka kembali bertanya, ia tidak memperdulikan penjelasan Viona barusan.

Viona menghela napas panjang, "Baiklah... Kita berteman!!" Wanita itu lalu mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Azka.

Azka tersenyum bahagia, "Terimakasih!!"

Kedua insan itupun lalu melanjutkan perjalanan mereka menuju ruangan rawat inap Alice dan Ronald.

"Jadi kau sungguh tak pernah bercerita seperti tadi kepada siapapun?" Tanya Viona memecah kesunyian perjalanan mereka.

"He..eh.." Azka bergumam sambil menganggukan kepalanya.

"Bahkan anak buahmu?"

"Ya..."

"Kau sungguh menyimpannya selama bertahun-tahun sendiri?"

"Apa bedanya denganmu? Kau juga menyimpan masalahmu sendiri kan? Bahkan sahabatmu tak mengetahuinya?!" Azka melayangkan pandangannya pada Viona yang dibalas dengan tatapan maut oleh wanita itu.

"Kenapa menatapku seperti itu? Aku tidak salah bicara kan? Kau mengingat selama 3 tahun pesan yang dituliskan Tristan untukmu, tapi kau tak memberi tahu itu pada sahabatmu sendiri.!!"

"Azka... Kau....!!"

Lelaki itu lalu berlari meninggalkan Viona yang siap untuk meledak.

"Uhhh.... Kita baru berteman selama 5 menit tapi kau sudah meledekku seperti itu. Kau mau mati rupanya!!" Viona pun bergerak untuk mengejar Azka.

Mereka berhenti saling mengejar ketika Azka memberikan kode dengan telunjuk tangan kanannya ia taruh pada bibirnya, tanda agar mereka tidak berisik lagi. Azka kemudian memperlambat langkahnya, Viona pun menyesuaikannya. Tampak di hadapan mereka pertengkaran mulut antar dua orang yang tak asing bagi Azka.

"Bukannya tadi pagi kau telah mengunjunginya? Kenapa kau mengunjunginya lagi sekarang? Kau merindukanya?" Tanya sang wanita dengan kesalnya.

"Hei ada apa denganmu? Kenapa kau berpikir seperti itu, Laudia. Tolong jagalah sikapmu, ini rumah sakit." Jawab pria itu menenangkan wanita di hadapannya.

"Heh... Katakan jika kau menyukainya." Wanita itu masih saja menjawab dengan nada kesal.

"Laudia... Reza..." Sapa Azka seketika saat mereka akan berjalan di koridor yang kedua orang itu tempati untuk beradu mulut.

"Haii Azka..." Reza menyapa temannya itu sambil menepuk bahunya.

"Apa yang kalian berdua lakukan disini. Kembalilah bekerja!! Tidak bisakah kalian berkencan di luar jam kerja saja... Hahahaa" Azka mencandai kedua temannya itu.

"Hahaaa... Aku tak bisa hidup jika dalam sejam tak menemuinya." Balas Reza sambil terkekeh pelan.

Laudia hanya tersenyum sinis, sementara Viona tampak memperhatikan ketiga orang itu dari tempatnya berdiri, ia ingin agar Azka segera menyudahi percakapan itu dan segera beranjak dari tempat itu.

"Oh ya kenalkan, dia adalah temanku. Namanya Viona Rahaya." Viona tak menyangka jika Azka akan memperkenalkan dirinya sebagai teman kepada kedua orang itu.

"Haii... Saya Reza" dokter Reza mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Viona.

"Viona..."

Ia kemudian mendekati Laudia dan mengulurkan tangannya. "Viona" ujar Viona lagi.

"Laudia" Jawab Laudia sambil menaikkan senyum yang sepertinya dipaksakan.

"Viona merupakan sahabat dari dokter Alice. Kami baru saja dari Cafe sana untuk mengisi perut." Azka menerangkan kepada keduanya siapa Viona dan dari mana mereka.

"Owh iya, anda yang kemarin pagi mengantarkan dokter Alice kan?" Tanya dokter Reza sopan. Reza kemarin sempat melihat Alice turun dari mobil yang dikemudikan oleh Viona.

"Benar sekali." Viona menganggukan kepalanya.

"Hehh... Bahkan hal sekecil itupun kau memperhatikannya." Tampak Laudia melengos kesal.

"Ada apa Laudia?" Tanya Azka penasaran, Viona pun merasa tersinggung dengan sindiran yang baru saja di ucapkan oleh dokter cantik dengan dress kuning dan jas dokter yang melekat pada tubuhnya itu.

"Tanyakan saja pada temanmu itu? Sepertinya dia menyukai dokter baru yang sekarang sedang dirawat itu. Aku tak tahu apa yang dilihatnya dari wanita itu!!" Perkataan itu keluar begitu saja dari mulut Laudia.

"Laudia...!!" Reza meninggikan suaranya.

"Maksud anda siapa nona Laudia? Dokter baru yang sedang dirawat, orang yang anda maksud dokter Alice, sahabat saya?" Tanya Viona tak percaya.

"Iya... Tebakan anda tepat sekali!" Laudia berbicara masih dengan kesal.

"Cukup Laudia! Ini rumah sakit. Berhentilah mencari gara-gara disini!" Bentak Reza seketika.

"Hahahaaa..." Viona malah memperdengarkan tawanya.

Ke enam bola mata itu kini memperhatikannya, mereka cukup terperanjat ketika Viona dengan spontan mengeluarkan tawanya.

"Alice memang dokter cantik yang luar biasa, hanya dalam beberapa hari ia sudah bisa membuat seseorang patah hati. Apa kepercayaan diri anda luntur seketika dokter?? Hehehee.... Dokter Laudia, sepertinya anda harus menjaga baik-baik kekasih anda!! Sahabat ku tentu mempunyai banyak jurus untuk meluluhkan hati orang. Wajah anda yang hanya sekedar cantik saja tak akan bisa mengalahkan temanku itu!!" Ujar Viona, kemudian ia berlalu dari hadapan mereka.

"Haii... Apa maksud anda?" Teriak Laudia kesal, tapi Viona sudah tidak memperdulikannya lagi, Azka lalu mengejar langkah kaki Viona.

"Ada apa denganmu? Kenapa kau mengatakan itu pada Laudia?" Tanya Azka ketika ia telah menyamai langkah Viona.

"Karena teman anda begitu bodoh. Dengan seenaknya ia mengatai temanku yang tak tahu menahu akan hal ini. Aku malah lebih bersyukur jika dokter tampan tadi menyukai Alice. Itu akan jadi pertempuran yang besar antara keduanya. Aku akan dengan senang hati menjadi wasitnya." Ujar Viona kesal.

"Hahahaaa...." Azka tak dapat menahan tawanya lagi, tingkah Viona ternyata sekonyol itu, ia tak menyangka jika Viona akan membela sahabatnya seperti itu.

"Mengapa sekarang kau yang menjadi sekesal ini? Bahkan Alice pun pasti belum tahu akan hal ini." Lanjut Azka.

"Justru karena Alice tidak mengetahuinya, seharusnya wanita tadi menjaga bicaranya. Enak saja ia mengatakan 'aku tak tahu apa yang dilihatnya dari wanita itu!' Dia tak sadar apa bahwa Alice jauh lebih mempesona dibandingkan dirinya!" Viona kembali merepet tak jelas dengan meniru kembali apa yang telah Laudia katakan tadi.

Azka menikmati pemandangan yang Viona berikan itu, senyum bahagia tersirat di ujung bibirnya.

...