webnovel

PERTEMUAN

Seorang wanita muda berusia 25 tahun, tampak sibuk membuka setiap lembar dokumen penting yang berada di atas meja. Jam makan siang yang nyaris berlalu, nyatanya tak membuat sosok workaholic itu mengalihkan perhatian dari setumpuk berkas laporan yang ada di depannya.

Aleeta Queen Elvina. Itulah identitas yang tertera pada papan akrilik di atas meja. Di bawah nama itu terdapat tulisan CEO, menandakan bahwa wanita itu adalah seorang pemimpin perusahaan.

Ya, benar. Selain pemimpin, ia juga sang pemilik perusahaan travel terbesar di kota itu. Grand Holiday Tour and Travel, sebuah perusahaan warisan keluarga yang terpaksa ia kelola, setelah kecelakaan maut yang merenggut nyawa ayahnya 3 tahun silam.

Merintis perushaaan yang nyaris bangkrut bukanlah hal mudah bagi Aleeta, karena ia memang belum memiliki pengalaman apa pun dalam dunia bisnis. Namun, berkat ambisi dan kegigihannya, nyatanya ia mampu membangun kembali perusahaan itu hingga mencapai puncak kejayaan.

Ketukan pintu yang seketika menggema di ruangan itu, berhasil mengalihkan perhatian Aleeta. Dengan sigap wanita itu menoleh ke arah sumber suara.

"Masuk!" titahnya kepada seseorang di luar sana.

"Maaf, Bu, saya hanya mengingatkan. satu jam lagi kita ada jadwal meeting bersama klien baru kita," ucap seorang wanita yang baru saja masuk dan berdiri di depan sang pemimpin perusahaan.

"Ya Tuhan, saya hampir lupaa!" Aleeta refleks menepuk jidatnya, saat dia baru tersadar akan ucapan Meisya, sekretarisnya.

"Kenapa kamu baru memberi tahu saya?" protesnya seraya menatap datar wajah Meisya.

"Maaf, Bu," lirih Meisya sedikit membungkuk sebagai tanda hormat kepada atasannya.

"Apa yang kamu maksud meeting dengan Pak Rendra dari Nirwana Group?" Aleeta berusaha memastikan ingatannya.

"Ya, betul sekali, Bu."

"Tolong kamu siapkan berkas-berkasnya. Setelah ini kita berangkat," pinta Aleeta seraya merapikan berkas laporan di atas meja. Sepertinya ia memutuskan untuk menunda memeriksa beberapa laporan yang dikirim karyawan.

Tak butuh waktu lama bagi Meisya untuk menyiapkan semua dokumen yang dibutuhkan. Ia memang pantas menyandang gelar sekretaris berbakat, pun sebagai orang yang paling dipercaya oleh orang nomor satu di perusahaan itu.

Aleeta melangkah dengan percaya diri. High heels berwarna merah itu menapaki lantai keramik, menimbulkan suara saling bersahutan dengan gerak kaki sang sekertaris yang berjalan di belakangnya.

Sebuah mobil Tesla S Plaid putih milik Aleeta, tampak sudah terparkir apik di depan gedung perkantoran. Sapri, supir pribadi yang sedari tadi menunggu, langsung berlari kecil tatkala melihat sang majikan menghampiri. Ia kemudian membukakan pintu mobil dan menutupnya kembali setelah kedua wanita itu memasuki kendaraan.

"Berapa sisa waktu yang kita miliki, Sya?" tanya Aleeta dengan pandangan lurus ke depan.

"Masih ada 45 menit sebelum meeting dimulai, Bu."

"Kamu dengar, kan, Sapri. Kamu hanya punya waktu 45 menit untuk membawa kami ke tempat tujuan. Jika terlambat, gajimu taruhannya!" ucap Aleeta penuh dengan peringatan.

Sapri menelan salivanya dengan kasar. "Siap, Bu!" ucap pria itu sekilas sebelum menambah kecepatan.

Kendaraan itu memecah jalan tol. Bagai seorang pembalap yang melintasi sirkuit. Ah, Aleeta begitu menikmati sesuatu yang memacu adrenalin seperti ini.

"Jaga pandanganmu! Aku tidak ingin menjadi headline di berita." Wanita itu meninggikan suaranya, ketika mendapati supirnya tengah melirik ke arah Meisya.

Ya, Meisya memang tengah gemetaran. Masih belum bisa beradaptasi dengan cara Sapri menyetir dan tidak paham dengan bosnya yang justru menikmati hal itu.

Meisya menautkan kedua tangannya dengan begitu kuat, berusaha meredam tremor yang sialnya tidak pernah absen muncul saat mereka berkendara. Sungguh menyedihkan. Mungkin saja tak lama lagi ia akan trauma atau stroke di usia muda.

Setelah menempuh perjalanan selama 30 menit, akhirnya mereka tiba ditempat tujuan. Sebuah restoran mewah yang cukup terkenal menjadi pilihan untuk meeting di siang itu.

Meisya turun dengan kaki gemetar, kemudian berdiri di samping mobil beberapa saat. Ia menghela napas lega sambil menyeka sedikit peluh yang membasahi pelipisnya, padahal telah beberapa kali ia mengusap wajahnya dengan sapu tangan. Berkendara bersama Sapri dan Aleeta nyatanya memang selalu membuat keringat dingin membanjiri tubuhnya.

Aleeta yang menyadari hal itu, langsung menoleh ke arah Meisya. "Sepertinya kamu harus sering diajak berkendara dengan kecepatan tinggi, Meisya. Agar adrenalinmu lebih terpacu lagi."

Aleeta tersenyum dan berjalan meninggalkan Meisya yang masih berdiri sambil berusaha menetralkan perasaanya. Hal itu sontak membuat Meisya setengah berlari menyusul atasannya itu.

Kedatangan mereka langsung disambut hangat oleh seorang wanita muda yang bekerja sebagai resepsionis di restoran tersebut. Mereka tampak berbincang sejenak, sebelum akhirnya beranjak menuju ruangan VIP yang sudah direservasi sebelumnya oleh asisten klien mereka.

Sepertinya tempat itu bukan pilihan yang buruk. Setidaknya, meeting pertama mereka akan terkesan lebih santai dibandingkan dengan ketika meeting langsung di kantor perusahaan.

"Selamat siang," sapa Aleeta kepada dua pria muda yang sudah tampak menunggu di meja yang disebutkan oleh resepsionis tadi.

Kedua pria itu langsung menoleh dan bangkit dari tempat duduk, sekadar ingin menyambut kedatangan klien baru mereka.

Rajendra Alister, pria yang kerap kali di sapa Rendra itu tampak mengamati beberapa saat kedua wanita yang sudah berdiri di depannya. Seulas senyum pun sengaja ia lemparkan, terkhusus untuk Aleeta yang sempat bertemu dengannya secara tidak sengaja. Namun, entah Aleeta menyadari hal itu atau tidak.

Kemeja biru muda yang melekat di tubuh Rendra, menampilkan sosok yang sangat sederhana, tetapi tidak kalah gagah dari pria yang tengah berdiri di sampingnya. Bahkan ia memiliki wajah yang lebih tampan, dibandingkan sosok berjas hitam yang diyakini sebagai atasannya itu.

"Selamat siang. Dengan Ibu Aleeta?" Rendra berusaha memastikan terlebih dahulu, meskipun sebenarnya ia sudah mengetahui sosok wanita yang berdiri tepat di depannya.

"Iya, betul sekali, Pak. Maaf, sudah membuat lama menunggu," jawab Aleeta dengan sangat ramah kepada sosok pria yang belum dikenalnya.

"Oh, tidak masalah, Bu. Kami juga baru sampai sepuluh menit yang lalu. Saya minta maaf, karena sebelumnya hanya sempat menghubungi Bu Meisya, itu pun melalui telepon," jawab Rendra santai, berbeda dengan pria di sampingnya yang terlihat sedikit gugup dan kaku.

"Tidak apa-apa, Pak." Aleeta membalas dengan kalimat yang cukup singkat.

Sekilas Aleeta merasa heran dengan pria yang diduga sebagai asisten pribadi yang akan menjadi klien barunya. Ya, tentu. Karena sejak awal, justru pria itu yang lebih aktif mengajak berkomunikasi, sementara pria satu lagi hanya berdiri mematung tanpa sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.

"Oh ya, perkenalkan ini Pak Rendra, pemimpin di perusahaan kami dan saya Ryan, asisten priabadinya," imbuh Rendra yang langsung di sambut hangat oleh Aleeta dan Meisya.