webnovel

Ch - 22 : Tidak Jelas!

Semua Ketua sedang berkumpul untuk Rapat. Dan, Shin sebagai Pengelola yang sudah memikirkan Rencana untuk Taman Bermain ini, ingin memberitahukan kepada semuanya apa yang perlu mereka lakukan agar Taman Bermain ini bisa kembali ke masa Jayanya.

Shin sebenarnya tidak mempunyai banyak waktu, karena dia juga akan hadir dalam Rapat penting dengan Pengembang Amagi atau musuhnya. Dia ingin menyempatkan rapat dengan Ketua setelah memikirkan banyak hal, terutama waktu mereka yang tidak banyak.

"Kita akan mulai Rapat ini dengan membahas tentang Perbaikan sementara." Shin berdiri di depan orang-orang, lalu dia menulis di papan tulis.

"Seperti yang kita tahu atau bahkan sudah disadari dari dulu oleh kalian. Taman Bermain ini sangat tidak layak dan sangat berbahaya, oleh karena itu aku ingin memperbaiki beberapa hal yang penting."

"Manager, aku ingin memberitahukan sesuatu." Yang bertanya adalah sebuah Benda yang hidup dan berbicara, berbentuk Kunci Pas dan dia adalah Kepala Teknik di Taman ini.

"Ada sesuatu?"

"Ya. Sebuah berita buruk. Salah satu dari tiga pompa air rusak dan tidak bisa digunakan. Apa kita bisa memperbaiki itu juga?" Kata Kunci Pas tersebut, panggil saja dia Wrench-kun.

"Tidak bisa. Kalau dilihat dari Keuangan, jelas tidak memungkinkan untuk memperbaiki Pompa. Dana untuk memperbaiki wahana dan peralatan juga tidak memadai. Apakah kita perlu menghutang lagi, Manajer-san?" Ucap Ashe sang Kepala Keuangan di Taman Bermain ini.

"Kita bisa memperbaiki Pompanya, tapi kita tidak perlu menghutang."

"""Tidak perlu?""" Semua orang bertanya-tanya bagaimana itu mungkin, mengingat keuangan mereka sedang krisis. Apa ada cara lain yang masuk akal selain berhutang?

"Aku akan menggunakan Uangku untuk memperbaiki semua yang diperlukan."

"""Apa!?!""" Semua orang terkejut, tak terkecuali Sento yang biasanya selalu tenang.

"Bocah, aku tidak tahu seberapa kaya dirimu, tapi biayanya sangat besar, moffu!"

"Benar, Manajer-san. Bahkan, belum tentu Anda mendapatkan keuntungannya." Ucap Ashe.

"Arkmanh-kun, sekalipun kamu berniat menghidupkan kembali Taman ini, kami tidak bisa memaksamu untuk menggunakan Uang pribadimu." Ucap Sento dengan nada khawatir.

"Tenang, tenang. Aku kaya dan aku sudah memikirkan keuntungan yang kudapatkan dari semua ini. Jadi aku hanya perlu kerja keras untuk mendapatkan uangku serta Keuntunganku dari Taman ini." Shin tersenyum percaya diri sambil melipat tangannya.

Apa ada yang percaya dengan omongan bocah SMA ini? Tentu saja tidak, tapi wajah Shin sangat yakin dan terlihat percaya diri hingga membuat semua orang di sini bisa mempercayainya, walaupun masih ada keraguan.

Shin terbatuk-batuk beberapa kali, lalu mulai menulis lagi. "Untuk melakukan perbaikan sampai tahap aman, kita memerlukan waktu. Sekiranya 3-4 hari. Aku mengandalkanmu, Wrench-kun." Shin mengangguk mantap ke arah Wrench-kun.

"Itu sudah menjadi bagian dari tugasku, Manajer."

"Tunggu dulu!! Kita tid—"

"Aku tidak peduli dengan ocehanmu." Shin memotong perkataan Moffle. "Selama proses perbaikan, nikmatilah waktumu agar kau siap untuk menghibur para Pengunjung lagi."

"B - Baiklah."

"Lalu yang kedua. Kita perlu membersihkan Taman Bermain ini, minimal bisa dinikmati dan membuat para Pengunjung nyaman."

Semua orang mengangguk saja, setuju dengan Shin, karena sejujurnya Taman ini kotor dan perlu pembersihan. Tidak sampai benar-benar bersih, cukup untuk membuat para Pengunjung nyaman saja.

"Ketiga adalah Modalnya. Tidak perlu dijelaskan lagi, karena aku lah yang akan mengeluarkan biaya di sini." Shin mencoret barisan ketiga di papan tulis, lalu menuju akhiran rencananya. "Terakhir adalah Promosi."

Ini adalah hal yang sulit, yaitu Promosi. Mereka tahu kalau Promosi sederhana saja tidak cukup untuk menarik minat orang-orang, karena banyak sekali saingan mereka, belum tentu mereka mendapatkan 2% Pengunjung dari sana.

"Aku dan Toriken akan mengurus hal ini."

"Saya siap!" Toriken adalah Kepala Penjualan yang biasa membuat Promosi atau merancang hal-hal yang berhubungan dengan Penjualan seperti nama tugasnya.

"Untuk Promosi pertama adalah … kita perlu memotong harga tiket masuk 75% dari harga aslinya. Setiap dua minggu sekali, kita akan melakukannya seperti itu."

"""!!!"""

"T - Tunggu dulu, Manajer-san. Kita tidak bisa melakukannya. Kita sedang krisis keuangan."

"Sudah kubilang, bukan? Aku akan membiayainya." Shin menuju tempat duduknya, lalu merapikan dokumen. "Aku melakukan semua ini dengan serius." Seringai Shin tampak seperti bermain-main, tapi entah mengapa mereka bisa mempercayainya.

Shin mengambil dompetnya, mengeluarkan Kartu Debitnya dan memberikannya kepada Ashe. Seolah bertanya untuk apa itu, Shin langsung menjawab apa yang Ashe pikirkan.

"Aku sudah memperkirakan seberapa banyak Uang yang harus kukeluarkan. Kartu Debit ini menyimpan 40% Uangku. Dan aku mempercayaimu untuk memegangnya."

"B - Baik!"

"Ayo, Sento." Shin keluar dari ruangan bersama Sento, menuju tempat Rapat yang berada di luar Taman Bermain.

***

Shin dan Sento bertemu dengan orang-orang dari Pengembang Amagi. Intinya, mereka adalah musuh Shin dan juga orang yang berhak memutuskan tutupnya Amagi Brilian Park jika jumlah pengunjung tidak mencapai batas yang telah mereka tentukan.

"Selamat pagi. Sepertinya kita bertemu lagi di sini, ya … dengan posisi yang berbeda." Takaya Karisu adalah Musuh utama Shin dengan senyuman palsunya itu.

"Ya. Kita berada di sini dengan posisi yang berbeda." Shin membuat senyum yang tak jauh beda dari Takaya.

"Jadi Anda sudah menjadi … Pengelola di Taman ini?"

"Ya."

"Pasti sangat merepotkan, ya."

"Benar-benar merepotkan, tapi untung saja ada Sekertarisku yang manis dan juga … seorang Tuan Putri yang selalu menyemangatiku." Senyum Shin berubah menjadi seringai menantang.

Takaya menajamkan tatapannya, berpikir kalau Shin ingin bermain dengannya. Sementara Sento hanya menunduk malu disebelah Shin.

"Apakah Anda sudah membaca tentang Kontrak kita, Manajer-san?"

"Tentu saja."

"Kalau begitu, biar Saya jelaskan. Perjanjian kita mengenai jumlah Pengunjung tahunan di Taman ini dihitung setiap awal Agustus, dan jika Anda gagal mencapai target 500.000 Pengunjung dalam lima tahun berturut-turut, maka … Hak Taman ini akan diserahkan ke Pihak Pengembang Amagi."

Shin mengangguk dan memahami hal itu. Tapi, ini masih April dan kurang lebih mereka memiliki 4 bulan untuk mengembangkan Taman Bermain ini sehingga bisa mencapai Target yang telah ditentukan oleh Pengembang Amagi.

"Anda sudah gagal empat tahun. Tahun ini adalah Kesempatan terakhir Anda."

"... Dan, catatan terakhir Pengunjung saat ini mencapai 250.000. Saat ini masih Minggu awal Bulan April, jadi kira-kira kami memiliki waktu kurang lebih 4 bulan. Bukan, begitu?" Ucap Shin.

"Benar sekali." Takaya memberikan kertas ditangannya kepada Shin. "Namun, dari apa yang dilihat saat ini, Anda justru menutup Taman ini sementara. Saya tidak tahu apa yang dipikiran Manajer-san." Katanya sambil tersenyum ke arah Shin.

"Aku juga tidak tahu. Aku cuma melakukan apa yang kubisa lakukan. Sekalipun Taman ini benar-benar tutup, itu bukan urusanku lagi." Ucap Shin.

Ucapannya jelas seperti seseorang yang tidak bertanggung jawab, Sento pun terkejut mendengarnya dan ingin mengeluarkan senjatanya, tapi saat ini bukan waktunya. Takaya sendiri yang jelas memahami arti dari ucapan Shin.

"Hoho. Itu menarik. Saya harap Anda bisa menjalankan Taman Bermain ini dan juga membayar hutang yang telah menumpuk. Sekian dari Saya."

Rapat selesai. Shin dan Takaya bersalaman dengan senyum yang hanya mereka sendiri mengerti, tidak ada satupun orang di sini yang bakal mengerti kalau saat ini pertempuran baru saja dimulai.

Shin dan Sento keluar dari ruangan. Mereka berada ditempat parkiran, Shin menyalakan sepeda motornya dan mengenakan helm, lalu memberikan helm satu lagi kepada Sento.

Walaupun Shin belum cukup umur, tapi dia memang sudah mahir dan mengikuti Tes Pengendara, sehingga membuat dirinya dinyatakan aman untuk mengendarai sepeda motor.

"Arkmanh-kun, apa yang kamu rencanakan? Apakah kamu berniat—"

"Membiarkan Taman Bermain begitu saja? Tentu saja tidak. Aku juga bisa rugi. Mana mungkin aku melakukan itu. Kau bisa lihat sendiri kan tadi kalau aku memberikan kartu debitku untuk mengembangkan Taman ini."

"La—"

"Kau ini percaya padaku atau tidak sih?"

"Tentu saja aku percaya. Tapi …"

"Kau memang perlu dihukum, ya. Ayo naik."

Sento mengangguk dalam diam. Shin mulai mengendarai sepeda motornya menuju Taman Bermain.

***

Shin membicarakan banyak hal dengan Moffle dan Ashe tentang apa saja yang harus mereka perbaiki dan beli, keduanya terkejut ketika melihat isi saldo di Kartu debit tersebut. Memang banyak … sekali.

Shin tidak mau menjawab ketika ditanya oleh Moffle soal uang di dalam kartu tersebut, dia cuma bilang kalau dia menabung. Tetap saja, mana ada orang yang langsung percaya saat mendengar kata-katanya.

Setelah itu, Shin juga mengobrol dengan Latifa tentang ini-itu dan menceritakan rencananya kedepannya. Tidak lupa juga, Shin meminta Latifa dan Sento untuk mengenakan pakaian Maid dan hasilnya …

"Shin-sama, apa aku cocok?"

"Oh, Dewi Libra, tolong jatuhkan hukuman kepada laki-laki mesum ini."

Sementara orang yang dimaksud sedang duduk dalam posisi dogeza dengan wajah yang penuh rasa syukur. Dia begitu menikmati pemandangan di depannya saat ini, lalu menyatukan kedua tangannya dan …

"Aku bersyukur karena telah dilahirkan."

"S - Shin-sama, i - itu terlalu berlebihan."

Shin tidak berbohong, bahkan dia ingin melihat Shiina dalam pakaian Maid. Itu membuatnya penasaran, dia sampai tidak bisa membayangkan seperti apa seorang Tenshi-sama ketika dalam mode Maid.

Tapi, yang paling langka adalah Sento. Jujur, Shin tidak menyangka kalau Sento lebih ekspresif saat ini dalam mode Maidnya. Selain itu juga, Sento yang malu-malu terlihat lebih cantik ketimbang Sento yang menodongkan senjata.

Shin menghabiskan waktu satu jam untuk menikmati pemandangan itu, tentunya mereka juga tidak sekedar mengobrol saja. Latifa menyajikan Teh dan juga Kroket yang sangat enak persis seperti yang Shin makan kemarin..

Kemudian, Shin dan Sento pergi dari Kastil Latifa, agar Latifa bisa istirahat kembali mengingat tubuhnya yang lemah.

Shin pulang ke Apartemennya, tapi dia tak sendirian, dia bersama Sento yang masih mengenakan pakaian Maidnya. Sento bertanya-tanya apa yang Shin inginkan, tapi Shin cuma bilang …

"Kau adalah Pelayanku mulai sekarang."

"..."

Sento cuma bisa terdiam selama perjalanan menuju Apartemen Shin. Dia mengamati Shin yang sedang membuka pintu Apartemennya, lalu dia masuk ke dalam dan melihat-lihat sekelilingnya yang tampak biasa-biasa saja walaupun cukup mewah.

"Arkmanh-kun?" Sento melihat Shin yang terdiam sambil menatap sofa. Entah apa yang dia lihat, tapi Sento tidak melihat apapun.

"Apa yang kau lakukan di sini? Menyelinap di rumah orang itu tidak baik." Kata Shin sambil berjalan mendekati sofa.

Sento semakin kebingungan, tapi ketika dia berkedip, tiba-tiba terdapat seorang pria yang sedang duduk di sofa tersebut. Jelas hal ini membuatnya terkejut, padahal dia tidak melihat apapun sejak tadi.

'Bagaimana mungkin ..? Apa dia menggunakan Sihir?'

Pria itu memiliki tubuh yang tinggi, kekar dan mengintimidasi bagi Sento. Mengenakan jas hitam dengan kancingnya dibuka. Wajahnya tampan, mempunyai rambut hitam seperti Shin tapi lebih acak-acakan. Mulutnya terdapat rokok yang menyala. Namun, tatapan tajam dan senyum meremehkannya benar-benar mirip seperti Shin saat itu.

'Siapa dia?' Sento kebingungan, hanya bisa menontonnya saja sambil menebak-nebak.

Pria itu berdiri dan mendekati Shin. "Lama tak bertemu, ya, Adikku. Ternyata sudah sebesar ini." Ucapnya.

"Cara bicaramu menjijikkan. Hentikan itu." Shin menjawabnya dengan senyuman juga.

"Sudah berubah seperti dulu lagi? Kau semakin menyebalkan dari yang kulihat terakhir kali."

"Dan aku juga tidak membutuhkan pendapatmu, kan, Aniki."

"Benar juga."

Sento berkeringat dingin, mencoba memahami apa yang terjadi di depannya saat ini. Shin dan Kakaknya sepertinya tidak akur, tapi yang mengejutkan baginya adalah ketika pria itu memanggil Shin adiknya.

Padahal Sento sudah tahu kalau Shin memiliki seorang Kakak, tapi melihat "Kakak" Shin secara langsung sungguh mengejutkan. Apalagi, Sento seolah-olah bisa melihat aura mengintimidasi di sekitar Kakaknya Shin yang membara seperti Api.

Shou tetap tersenyum, merentangkan kedua tangannya. Shin mendekatinya dan memeluknya.

"Sungguh, kuharap kau sedikit membantuku, Penikmat Wanita."

"Kau akan segera mengerti."

Mereka berpelukan bersama sebelum berpisah, lalu tertawa. Hubungan Kakak-adik yang aneh, begitulah Sento berpikir.

"Ngomong-ngomong, siapa gadis itu? Apa di—"

"Pelayanku. Sento, perkenalkan dirimu kepada bajingan nafsu ini."

Sento tersadar dan segera melakukan apa yang Shin katakan. "Namaku, Sento Isuzu. Aku adalah—"

"Pelayanku." Shin segera memotongnya.

"Yah …" Sento hanya bisa pasrah.

"Begitu, begitu." Shou tersenyum dan mengamati Sento dari atas ke bawah. "Kau memang adikku." Dia tersenyum bangga sambil menepuk-nepuk punggung Shin.

"Lantas, apa yang mendatangkanmu ke sini?"

"Sesuatu yang … tidak serius, sih."