1 Prolog

Ah, ini melelahkan'

Aku mendesah sebelum menutup lokerku setelah mengganti seragam kerjaku. Aku terlalu lelah tapi sama sekali tidak ingin pulang.

'Apa aku akan bermimpi lagi?'

Rasanya seperti aku memliki 2 kehidupan. Saat bangun aku hanyalah Niesha, gadis yatim piatu dari abad 21. Tetapi begitu aku jatuh tertidur aku adalah Lady Niesha Yurie Calverion, satu-satunya putri Duke Calverion dari kekaisaran Balstar.

Ini bukan sekedar mimpi biasa karena aku menyaksikan kehidupan Lady Niesha sejak dia kecil. Meskipun seperti menjadi penonton, tetapi entah bagaimana semakin lama kehidupan yang aku lihat adalah kehidupanku sendiri. Awalnya aku menikmatinya. Lady Niesha adalah gadis bangsawan. Hidupnya bergelimang harta, bahkan dikelilingi oleh orang-orang yang peduli dan mengasihinya, sesuatu yang tidak aku miliki begitu membuka mata. Tapi itu hanya awalnya, semakin dewasa dia, kehidupannya terasa semakin menyedihkan.

Aku bilang ini bukan mimpi biasa karena mimpinya tidak pernah terulang tetapi terus berlanjut, seolah aku sedang menonton film documenter seseorang yang di pause lalu dilanjutkan hari berikutnya. Setelah berhari-hari dan mimpi ini terus berlanjut aku mulai menuliskan apa yang aku mimpikan. Saat itulah aku mulai menyadari, kenapa aku merasa mimpi ini familiar. Aku sudah membacanya.

Ya, aku membaca kisah dalam mimpiku. Seminggu sebelum mimpi aneh ini di mulai, aku menemukan sebuah novel yang ditinggalkan salah satu pelanggan di meja kasir Cafe tempat aku bekerja sambilan. Setting lokasinya seperti Eropa abad pertengahan. Nama salah satu tokohnya sama dengan namaku, jadi aku tertarik membacanya meski kelelahan setelah bekerja. Tapi kemudian aku membuang buku itu setelah membaca akhir tragis dari Lady Niesha Yurie Calverion. Dan sekarang aku disiksa oleh mimpi yang terus berlanjut.

Aku menggerakkan kepalaku melihat sekeliling. Café tempat aku bekerja berada di bagian yang strategis dan padat lalu lintas jadi meskipun ini sudah tengah malam dan lingkungan sekitarku relative sunyi, aku tetap memeriksa jalan sebelum aku menyeberang. Mungkin ini satu-satunya warisan yang diberikan kepala panti kepada setiap anak yang sudah cukup umur untuk tinggal di luar panti, termasuk dirinya. Nasihat untuk bertahan hidup.

Jadi setelah memastikan jalanan cukup lengang, perhatianku kembali beralih ke ponsel untuk memilih lagu-lagu yang ku pikir bisa mengendurkan saraf-saraf yang tegang. Ku pikir aku mendengar teriakan, tapi aku mengabaikannya. Bagaimanapun orang-orang disekitarku yang rata-rata anak muda sering mengeluarkan suara-suara keras hanya untuk berbicara dengan orang lain yang berada di depan mereka.

Tidak sampai cahaya terang mulai menyinariku. Aku mengangkat kepalaku dan segera mataku di butakan oleh cahaya terang yang datang dari depanku dengan kecepatan tinggi. Otakku menyuruhku untuk bergerak, tapi perintahnya tidak sampai di kakiku. Aku membuka mulutku untuk berteriak, tapi tidak ada suara apapun yang keluar. Detik berikutnya aku merasakan sekujur tubuhku terbentur dengan keras. Apa aku tertabrak? Aku tidak bisa merasakan apapun. Aku hanya merasa terlalu lelah.

'Apa aku akan bermimpi lagi?'

***

Bahkan sebelum membuka mataku, aku tahu ada yang salah. Tubuhku sakit dari ujung kaki hingga ujung kepala. Lalu kenangan tubuhku terhantam bus yang hilang kendali kembali melintas. Saat itu aku tidak bisa bergerak atau mengeluarkan suara. Jadi kali ini aku mengerahkan segenap usaha dan kemampuanku untuk mulai memberontak dan berteriak dengan panik.

"Aaaaaaaaaaaaaaggggggggghhhhhhhhhh"

Aku bisa merasakan bahwa aku bisa bergerak dengan bebas. Untuk setiap gerakan yang aku buat semakin membuat tubuhku semakin sakit, tapi aku juga tidak bisa berhenti berteriak atau bergerak untuk memastikan aku masih memiliki kendali penuh atas seluruh tubuhku.

"Nona, tenanglah. Tidak apa-apa"

Sebuah suara lembut masuk dalam telingaku. Aku ingin membuka mataku untuk melihat siapa itu tapi mataku tidak mau terbuka.

'Apa aku buta?' 

Aku tidak bisa menghilangkan pikiran buruk akibat kebanyakan menonton sinetron-sinetron favorit Ibu panti.

"Shhhtt, tidak apa-apa Nona. Tidurlah lagi. Tidak apa-apa" 

Bisikan itu lagi. Setiap kali suaranya yang tenang perlahan berbisik, aku bisa merasakan sapuan lembut yang berhati-hati mengusap kepalaku. Suaranya yang lembut kembali membuat aku tenang. Melawan keinginanku sebelumnya untuk bisa membuka mata, aku kembali membenamkan tubuhku dalam kasur lembut di bawah punggungku. Perlahan kesadaranku menghilang sebelum aku kembali jatuh tertidur.

***

Saat aku kembali membuka mataku, tirai jendela dikamarku masih terbuka. Tapi dari semburat warna jingga yang terlihat, harusnya ini sudah menjelang sore. Aku mengedarkan pandangan ke sekelilingku. Kamar ini familiar, aku sudah mengunjunginya berkali-kali dalam mimpiku.

'Ah, jadi aku bermimpi lagi'

Aku tetap berbaring dengan tenang menunggu bagaimana mimpi kali ini akan bergerak. Entah bagaimana suasananya terlalu tenang dan aku mulai bosan menunggu. mengabaikan rasa sakit disekujur tubuhku, aku memaksa duduk di tempat tidur.

Meskipun tidak yakin, rasanya mimpi kali ini terasa berbeda. Aku menyibak selimut yang menyelimuti tubuhku dan berusaha turun. Kakiku gemetar dengan hebat begitu aku berusaha mengambil langkah pertama.

Bruk...

Saat itulah pintu kamar terbuka. Seorang pelayan menatapku terkejut sebelum bergegas mendekatiku.

"Nona, anda tidak apa-apa? Ayo, duduklah disini"

Seolah-olah aku akan pecah, dia menuntunku untuk duduk kembali ke sisi tempat tidur. Aku baru menyadari, kasur dan selimutnya begitu lembut.

"Aku haus"

Dengan sigap, gadis itu menuang segelas air dan mengangsurkannya padaku. Dengan rakus aku meminum semuanya. Gadis itu menatapku bingung.

Sejujurnya aku juga.

Aku perlu mengkonfirmasi hal lain.

"Bantu aku duduk disitu"

Gadis itu kembali bergerak. Menuntun tanganku dengan hati-hati lalu mendudukkan aku di depan meja rias. Aku melepaskan tangannya yang hangat sebelum memintanya meninggalkan aku.

Aku menatap tanganku, mengingat kembali rasa hangat dari tangan yang menyentuhku. Rasa lembut selimut yang kusentuh. Rasa air yang melewati tenggorokanku yang kering. Rasa sakit yang terus berdenyut untuk setiap langkah yang aku ambil.

Semuanya terasa nyata seolah aku sendiri yang mengalaminya.

Aku menatap gadis muda dalam cermin yang balas menatapku bingung. Rambut hitam panjangnya yang sedikit kusut menutupi sebagian wajahnya yang kecil, kurus dan pucat. Saat aku menatap matanya yang hitam, ia balas menatapku. Aku mencoba mengangkat tangan untuk menyentuhnya dan ia juga melakukan hal yang sama.

Aku sudah berada di kamar ini berkali-kali. Aku juga sudah menatap dengan iri pada wajah indah ini lebih sering dari semua jumlah jariku. Aku bahkan bisa merasakan setiap kesedihan dan sakit hati yang dia rasakan. Tapi dalam mimpi aku tidak pernah merasakan kasar lembutnya suatu benda, tidak merasakan panas dinginnya sesuatu, tidak menderita sakit fisik yang dirasakan gadis muda ini, bahkan ia tidak pernah menatapku sekalipun aku berdiri didekatnya sebelumnya. Bidang pandangku jelas dan tidak lagi berpendar saat fokus pada gadis itu. Semuanya terasa nyata seolah-olah aku mengalaminya sendiri.

Sekali lagi pintu terbuka dan sekarang gadis lain yang aku ingat sebagai Agatha, pelayan pribadi Niesha, menyerbu masuk dengan air mata yang mengotori seluruh wajahnya.

"Lady Niesha!" Ia sudah menerjangku sebelum aku bahkan sempat menarik napas.

'A... Apa?"

Aku menjadi Niesha Yurie Calverion?

Aku tahu malam itu aku mengalami kecelakaan. Apa mungkin aku jatuh tertidur dan bermimpi. Sebelum aku bisa memastikannya, rasa sakit kembali menusuk kepalaku. Dan sebelum aku benar-benar memahaminya, mataku yang berat kembali tertutup.

avataravatar
Next chapter