8 Ini bukan gayaku Agatha

Begitu Agatha mengetahui aku akan menghadiri undangan Pangeran Kedua, ia mulai melakukan persiapan gila-gilaan yang dia sebut operasi menyilaukan matahari. Perawatan yang dia lakukan terhadap kulit dan rambutku menjadi dua kali lebih lama dengan lebih banyak ritual dan ramuan untuk memastikan kulit dan rambutku akan menjadi lebih lembut, berkilau dan menyilaukan. Dia memaksaku hanya memakan sayuran dengan harapan tubuhku menjadi lebih langsing. 

Orang-orang di dunia ini menerapkan standar kecantikan tinggi termasuk lingkar pinggang seorang wanita. Semakin ramping dia, maka semakin cantik pula dia. Begitu juga Agatha, dia menerapkan diet super sehat untuk memastikan gaun berpinggang sempit yang dia pilih, muat ditubuhku. Untunglah Derrick menerapkan diet yang berbeda. Dia kerap mengundangku minum teh bersamanya dan menyajikan kue-kue dengan berbagai kreasi dan aneka topping manis yang kuhabiskan dengan senang hati. Tidak ada yang bisa dilakukan Agatha untuk menghentikan pewaris Calverion selanjutnya selain mendecakkan lidahnya setiap kali aku mengulurkan tangan meraih kue berikutnya. 

"Nona, aku sudah menyiapkan beberapa gaun ini yang cocok untuk jamuan Yang mulia. Silahkan dipilih"

Agatha memasuki kamarku diiringi beberapa pelayan yang memegang gaun, sepatu dan aksesoris lain di masing-masing tangan mereka. Masing-masing gaun akan memiliki warna yang serasi dengan perhiasan dan sepatunya.

Aku membuka mulutku dengan sangat tidak elegan.

Aku tahu, gaun yang dipakai di dalam rumah akan berbeda dengan gaun untuk di luar rumah. Dan gaun yang dikenakan untuk masing-masing acara juga akan berbeda sesuai temanya. Karena gaun rumah yang aku kenakan selama ini juga cukup mewah, aku tidak menyangka gaun yang dibawa Agatha bahkan jauh lebih semarak.

Aku tidak tumbuh sebagai gadis naif yang menghabiskan waktuku untuk membaca dongeng, memimpikan dongeng gadis miskin yang berubah dalam semalam atau ksatria berkuda putih, jadi biasanya aku tidak peduli dengan gaun-gaun putri. Tetapi kali ini sangat berbeda. Masing-masing gaun itu dipenuhi renda, pita bahkan bertaburan permata yang uwow. Kalian bisa membayangkannya? Karena aku sama sekali tidak bisa menjelaskan dengan baik apa yang aku lihat. Aku rasa gaun sekali pakai ini bisa di tukar dengan rumah yang cukup nyaman.

"Nona, anda ingin mengenakan yang mana?"

Agatha menyadarkan ku saat aku masih sibuk membelalakkan mata dengan takjub. Kali ini aku benar-benar memperhatikan gaun-gaun itu. 

"Ambilkan aku gaun yang sedikit tertutup"

Agatha menatapku tidak setuju tetapi terpaksa mengikuti perintahku.

"Tidak, ini masih sedikit terbuka. Ambilkan yang menutupi leher dan sebagian besar lenganku"

"Nona..."

Agatha merengek putus asa melihatku memilih sebuah gaun yang dia bariskan paling belakang. Kerahnya sedikit tinggi sehingga menutupi garis leherku. Sekalipun lengan gaun itu terbuat dari bahan yang sedikit transparan, aku cukup puas karena gaun itu menutupi sebagian besar bagian tubuhku. Novel itu mendeskripsikan Lady Niesha memiliki kulit putih yang nyaris transparan yang cukup membuat iri wanita lain. Aku sama sekali tidak berniat mengumpulkan pasukan penuh rasa iri yang lain.

"Cuaca masih dingin, aku tidak mau jatuh sakit"

Agatha cemberut mendengar alasanku tetapi tidak membantah. Dengan perubahan gaunku, dia terpaksa mengganti pilihan aksesoris yang sebelumnya sudah dia pilih.

Ah, seharusnya aku tidak cepat berpuas diri. Membalas kekalahannya tidak bisa mendandani aku dengan gaun yang dia pilih, Agatha berkeras membuatku mengenakan semacam rangka kawat yang membuat rok Gaunku akan mekar lebih besar serta korset tulang paus untuk menjaga pinggang rampingku tetap ditempatnya. 

Tidak ada yang baik tentang itu. Rangka kawat membuatku berhalusinasi melihat kakiku menjadi seperti burung yang dikurung dalam sangkar dan korset ini membuatku memuji paus mati yang membalas dendam atas kematiannya dengan menggigit kulit pinggulku.

"Biarkan aku mengantar mu"

Derrick berdiri menyambutku begitu aku menuruni tangga ke lantai pertama. Dia mengenakan seragam ksatria Calverion yang di dominasi warna biru-emas. Lambang Calverion yang di sulam dengan benang emas tampak bersinar di kerah pakaiannya. Jubah berwarna biru gelap menutupi sebagian bahunya yang lebar. Derrick memiliki rambut pirang strawberry yang sama dengan mantan Duke, tetapi garis wajahnya jauh lebih keras. Meski mata birunya akan selalu bersinar dingin saat menatap orang lain, tidak ada yang bisa menyangkal jika ia cukup tampan untuk membuat para wanita kembali berpaling untuk menatapnya.

"Ah kakakku yang manis, setelah dia lari meninggalkanku sendirian saat masih kecil, sekarang dia mau menjagaku saat ia belum memiliki upacara dewasanya sendiri"

Saat aku menjadi lebih dekat dengan seseorang dan mulai merasa nyaman berbicara dengannya, aku cenderung bicara dengan sarkastik. Para anak-anak panti akan menganggap itu lelucon karena kami saling memahami, tetapi tidak di dunia ini yang bahkan bagaimana menarik napas ala bangsawan di atur dalam aturan etika yang tebalnya melebihi kamus farmasi. Dan aturan itu juga melekat dan dijiwai oleh semua bangsawan yang bahkan sudah menghabiskan waktu lama bersama tentara-tentara yng berbicara bebas seperti Derrick. Jadi meskipun dia tersenyum, dia tetap mengoreksinya.

"jaga ucapanku gadis kecil"

"Ah, maaf. Aku terus-terusan canggung berbicara denganmu kakak. Aku tidak bermaksud begitu"

Aku buru-buru mengoreksi kata-kataku begitu melihat wajah Derrick yang terdistorsi.

Begitu aku memasuki kereta, aku tidak bisa menyembunyikan kekagumanku. Sebelumnya aku hanya melihat kereta yang diwarnai biru dengan lambang Calverion setiap kali Duke mengendarainya. Sekarang bisa melihat ke dalamnya, aku tidak bisa tidak kagum dengan ukiran-ukiran halus yang disepuh emas. Kursi yang di lapisi beludu, dialasi dengan bulu rubah putih yang tebal dan lembut.

"Jangan mengkhawatirkan aku. Jika ada masalah kau bisa segera menyusulku atau akan segera berlari pulang. Istana tidak terlalu jauh dari sini"

Aku kembali berusaha menenangkan Derrick sebelum Agatha masuk dan menutup pintu kereta. 

Aku melambai dengan percaya diri begitu Derrick mengangguk.

Tapi...

'Berapa lama lagi aku harus menderita?'

Rasanya aku sudah mengulang kata-kata ini dikepala dan mulutku seperti mantera. Tidak seperti awal saat aku memulai perjalanan dengan sukacita karena kereta mewah Calverion menuju istana keemasan yang salah satu puncaknya bisa terlihat dari jendela kamarku dilantai 3. Aku tidak menyadari jika aku akan mabuk darat karena kereta kuno ini. Menurut Agatha, kereta ini mewah dan di lengkapi batu sihir sehingga penumpangnya 'nyaris' tidak merasakan getaran apapun. Sialnya aku adalah orang yang merasakan setiap getaran kereta dengan perut terkocok. Dan istana yang terlihat dekat ternyata hanyalah menara ujung. Kami bahkan belum mencapai jarak itu.

"Agatha, aku merasa mual"

"Tahanlah sebentar Nona, kita hampir sampai"

Aku mual dengan getaran kereta. Aku juga mual mendengar kata-kata yang sama yang terus diucapkan Agatha.

avataravatar
Next chapter