webnovel

The Day

Menikah lalu berpisah setelah satu tahun mengarungi biduk rumah tangga, sebuah rangkaian kalimat yang sampai detik ini belum bisa Haisha terima dan cerna.

Ia tidak pernah bermimpi untuk menikah dengan pria tampan dan kaya seperti Fahri, ia juga tidak bermimpi untuk berpisah setelah menikah, lalu menjadi janda.

Bukan hanya akan menyakiti hati ibunya nanti ketika sadar, tapi juga ibu mertuanya, Meri dan Hendra yang selama ini baik tidak tahu tujuan Fahri sebenarnya.

Kalau bisa pergi dan membuang alasan balas budi, menjadi orang tidak tahu diri, Haisha pasti akan pergi, tidak ada gunanya membangun rumah tangga yang seperti teater ini, hanya berjalan sekejap.

Ini pernikahan, janji suci di depan Tuhan, bukan ikatan jalinan asmara anak muda yang seenaknya bisa putus lalu menyambung.

"Ica, kamu grogi ya?" Meri susul calon menantunya itu. "Ibu nggak nyangka kamu makin cantik pakek baju ini, ditambah riasannya, makin menggila di mata loh, Ca."

"Ibu ini, Ica nggak cantik loh ... Nanti Ica besar kepala ini," balas Haisha dengan senyum. lebarnya.

Rona mendung Haisha usir sejenak, bagaimanapun dan dengan alasan apapun, pernikahan hari ini akan tetap terjadi.

Haisha akan menjadi istri sah Fahri, begitu juga Fahri yang akan menjadi suami sahnya.

Samar-samar terdengar suara Fahri di luar sana, pria itu tengah mendengarkan banyak pesan tentang pernikahan dari para orang tua dan penghulu yang hadir.

Hari ini mereka akan menikah, Fahri akan mengucap kalimat suci yang mengikat Haisha di sisinya.

"Ica bantu doa ya," ucap Meri, wanita itu mendampingi Haisha yang tengah gemetaran menunggu ijab qobul dari Fahri.

"Iya, Bu."

Hanya bisa menunduk sembari meremat kebayanya, gulungan melati seolah menjadi aroma penghibur bagi Haisha, hatinya terus berkata bahwa semua akan baik-baik saja.

"Fahri udah siap buat ucap nikahin kamu, dengerin baik-baik!"

Haisha mengangguk, ia pasang telinga lebar-lebar, ketika akad itu terucap lantang dari bibir Fahri, bergetarlah tubuh Haisha, air matanya menganak sungai seketika.

Ini janji besar yang akan ia pertaruhkan selama satu tahun ke depan.

Dia masih 18 tahun, tidak akan mudah menjadi istri atau orang yang nantinya Fahri cintai, sedang hatinya sendiri belum terpaut cinta untuk Fahri.

Haisha tengadahkan kedua tangannya ketika kata SAH itu terlontar, semua bersorak dan melangitkan doa.

'Bila KAU ijinkan, tolong biarkan aku menjadi wanita satu-satunya dalam hidup suamiku, kuatkanlah aku dan sabarkanlah aku, pahamkanlah aku, agar aku bisa bermanfaat untuknya dan hadirku menjadi penawar di hidupnya, isilah rumah tangga yang hampa tanpa cinta ini dengan cinta kasih-Mu, aamiin.'

Haisha pejamkan matanya dalam, membiarkan Meri menghapus sisa air mata dan meminta perias untuk memperbaiki riasan Haisha.

Doa dalam hati Haisha melangit tanpa celah, ia kirimkan pada Yang Maha Kuasa, semata-mata untuk perjalanan rumah tangganya.

"Ayo, ke luar dan temui suamimu," ajak Meri.

Haisha ulurkan tangannya, menggandeng Meri dan berjalan pelan ke luar, semua mata dibuat tidak berdaya dengan hadirnya Haisha.

Kiano dan Kayang sampai menganga, selama ini Haisha selalu tampil polos apa adanya, ini benar-benar bukan Haisha yang mereka kenal, melebihi mereka yang terkenal cantik di media sosial.

"Kecup tangan suaminya ya," ujar Meri menuntun Haisha perlahan.

Haisha kecup tangan kanan Fahri yang terulur, kemudian matanya terpejam saat kedua tangan Fahri menakup sisi wajahnya dan mengikuti arahan untuk memberi kecupan di keningnya.

Saat itu, kembali Haisha langitkan doa teruntuk suaminya.

Mata mereka bertemu, ada senyum samar dan keterkejutan di sana. Membuat orang yang melihat cengar-cengir mengikuti suasan pengantin baru.

Haisha menunduk lalu duduk di samping Fahri, mereka bersama-sama menandatangani surat nikah dan berfoto selayaknya pasangan yang dimabuk cinta.

"Kamu cantik banget, sumpah!" seru Kayang, ia peluk Haisha dan menggoyang sesuka hati, mereka menangis haru bersama.

"Selamat ya, Ca, Mas." Kiano bersalaman dengan Fahri.

Hal yang membuat Kiano bingung, dari tatapan Fahri bisa Kiano baca ada rasa tidak suka dengan kedatangannya, tapi satu hal yang Kiano ingat bahwa pernikahan ini tanpa cinta.

Apa Fahri mulai suka dengan Ica? Batin Kiano bergejolak, tapi sekali lagi Haisha pernah menegaskan kalau tidak ada cinta dan Fahri mencintai wanita lain, Klareta, dia juga terkenal di media sosial.

Acara sederhana yang dihabiskan dalam waktu satu hari, Haisha berganti baju berulang kali, menyambut tamu dengan senyum yang merekah dan tanpa guratan lelah sedikit pun.

Dari semua foto yang diambil, wajah Haisha seperti seorang wanita yang terbahagia di dunia, entah belajar dari mana gadis itu bisa memoles diri hingga indah dan menyejukkan hati yang gelisah.

"Capek?" tanya Fahri, baru kali ini mengajak bicara Haisha.

"Sepatunya tinggi, jadi kaki agak kram dikit, Mas."

"Nyandar sini," ucap Fahri lirih, ia tarik Haisha lebih dekat lalu melingkarkan tangan di pinggang gadis itu.

Bukan untuk tujuan atau sebab lain, Fahri hanya tidak mau terjadi kesalahan di hari pernikahan ini, semua harus berjalan lancar dan untuk itu dia harus membuang ego di samping Haisha, berubah peduli.

"Hei, Bro. Gila, udah diiket aja si Ica!" celoteh Gilang, menepuk bahu Fahri.

"Sialan!" balas Fahri bergumam.

Haisha hanya mengangguk sembari tersenyum.

"Hei, Bro and Sis, happy wedding guys! Semoga samawa ya," seru Gio, berlari menyusul ke pelaminan.

Mereka ambil foto sejenak, menggoda Fahri dengan hadiah yang ingin Fahri bakar di depan umum.

Alat kontrasepsi, hal gila yang tidak mungkin Fahri sentuh, menyentuh Haisha saja tidak akan ia lakukan satu tahun ke depan, dia tidak mau bercerai dan membuat Haisha tidak berdaya, mahkota itu tidak akan Fahri renggut.

Detik berikutnya, ada sepasang tamu tidak diundang yang datang dan sontak menarik perhatian, terutama teman kerja Fahri yang jelas tahu siapa Klareta.

Klareta datang dengan pria asing lainnya, entah siapa tidak ada yang tahu. Mereka berjalan naik ke pelaminan dan mengucapkan selamat, Haisha bisa melihat wajah geram Fahri mulai muncul.

"Mas," panggil Haisha, ia usap lengan Fahri sembari menggelengkan kepala.

Itu satu cara yang Haisha yakini bisa membuat Fahri tenang dan ingat sedang di acara apa.

Fahri mengangguk, ia terima hadiah dari Klareta dan membiarkan foto bersama itu tercipta.

"Cari aku dan hubungi aku kalau kamu nggak betah sama dia, aku masih nunggu kamu, Fah. Aku cinta sama kamu," bisik Klareta.

Fahri menahan kuat kepalan tangannya, ia tidak rela tangan dan pinggang Klareta dikuasai oleh pria asing itu, seharusnya dia atau Klareta yang ada di sini, di satu pelaminan yang sama.

"Selamat ya, Ica. Semoga kamu bisa bikin dia jatuh cinta sama kamu, kalau nggak bisa, lepasin aja. Bocah kayak kamu nggak bakal menarik di mata Fahri!"

Haisha tersenyum, "Suami saya sangat mencintai saya, Mbak." dengan bahasa sopan Haisha membalas ucapan sarkas Klareta.

Dengusan kesal itu Haisha terima, ia hantarkan senyuman sampai Klareta berlalu.

Haisha menoleh, matanya bertemu dengan mata tajam Fahri, kemudian dia menunduk lagi, lewat tatapan itu Fahri tengah menegurnya.

Ya, tidak ada yang boleh menyakiti hati Klareta karena dia wanita yang sangat Fahri cintai.

Next chapter