webnovel

Fahri Kecelakaan

"Mas Fahri di rumah kamu malem itu, Ca?"

"Ssstt .... Jangan kenceng-kenceng!"

Kayang membekap mulutnya sebentar, memastikan tidak ada orang lain di ruang istirahat itu.

"Mas Fahri ngapain ke rumah kamu?" tanya Kayang, ia pelankan suaranya.

"Dia mabuk malam itu, Mbak Klareta ternyata ngikutin aku sampai ke rumah Bu Meri kemarin, terus kan pulangnya aku bareng sama Kiano, ke rumah sakit juga, nah ... Difoto sama Mbak itu terus dikasih kirim ke Mas Fahri, dia kira aku lagi selingkuh," jelas Haisha.

"Tapi, kan dia belum cinta sama kamu, kenapa juga marah sampai mabuk gitu, Ca?"

Haisha terdiam sebentar, "Mas Fahri itu cinta mati sama Mbak Klareta, tapi Bu Meri bilang kalau Mas Fahri berulang kali dikhianati, saking cintanya sampai dia nggak bisa jauh meskipun disakitin kayak gitu."

Kayang takut Fahri terkena gangguan mental akibat dari rasa dan ambisinya bersama Klareta yang berlebih.

Baru kali ini Kayang temui pria sepolos itu, biasanya mereka lebih memakai logika dalam setiap hubungan, sakit hanya sekedarnya kemudian lupa, berbeda dengan wanita yang memang tercipta dengan memori sebesar dunia ini.

Disela waktu bekerjanya, Kayang menyempatkan diri untuk membuka dan mencari informasi lebih lanjut tentang gejala yang Fahri alami.

Itu sangat tidak wajar, bahkan Fahri termasuk sudah menyakiti dirinya sendiri hanya karena seorang wanita yang diklaim sebagai cinta pertamanya.

"Mas Fahri nggak punya mantan lain selain dia?" tanya Kayang sebelum menyelesaikan tugasnya.

Haisha menggelengkan kepala, "Cuman Mbak Klareta yang selama ini dia suka, kenapa?"

"Aku khawatir dia kena gangguan mental, Ca. Kamu yang sabar ya hadepin dia karena kapanpun itu emosinya bakal meledak nggak karuan," jelas Kayang.

Haisha mengangguk paham, bulan depan acara pernikahan sederhana itu akan berlangsung dan sampai detik ini hanya secuil informasi yang Haisha dapatkan tentang calon suaminya, itu pun tentang masa lalu percintaan yang entah usai kapan, selain itu Haisha tidak mendapatkan apapun.

"Minggu ini kamu nggak ambil libur, Ca?" tanya salah seorang senior berwajah kalem.

"Enggak, Mbak. minggu ini sama minggu depan aku full aja," jawab Haisha sembari mengulas senyum.

"Oiya, aku lupa. Bulan depan kamu mau cuti kan buat nikah sama orang ganteng itu, selamat ya ...."

"Iya, makasi, Mbak."

Hanya senior itu yang baik, lainnya sudah mencaci Haisha lewat pandangan mata, mereka bahkan meminta Haisha ke luar dari toko ini karena dinilai akan merusak mata mereka nanti.

Terbayang sudah kalau nanti dia sudah menikah dengan Fahri, wajahnya akan sering muncul di beranda media sosial, Haisha ingat dulu Meri juga seperti itu, mendampingi Hendra yang berstatus pimpinan utama perusahaan terkenal itu.

Tapi, apa dirinya akan sama dengan Meri yang mendapat cinta penuh dari Hendra?

Apa Fahri akan memperkenalkan dirinya sebagai seorang istri nanti?

Apa kata cinta itu akan tumbuh di antara mereka, bukan hanya sekedar patuh pada orang tua dan balas budi?

Haisha gelengkan kepalanya, bayangan malam itu masih terus berputar, mata Fahri mengisyaratkan sebuah luka yang dalam.

"Apa aku bisa dampingin Mas Fahri, aku aja nggak punya pengalaman," gumamnya lirih.

Haisha lanjutkan pekerjaannya sampai jam malam habis dan kembali mengayuh sepeda untuk segera mengistirahatkan diri.

Besok pagi kalau ia bisa, Haisha harus kembali ke rumah sakit, ibu adalah tempat Haisha mengutarakan isi hati selama ini.

Walau wanita itu belum sadar, Haisha harap ibunya bisa mendengar dan membantunya lewat doa.

Drrrt ...

Satu pesan masuk, [Ica, ada di rumah?]

"Siapa ini?"

Haisha putuskan tidak membalas pesan itu, nomor asing selalu Haisha abaikan sebelum menghubunginya ulang dan mengatakan siapa dirinya.

Drrttt .... Drrrttt ...

"Hallo," sapa Haisha gemetaran, ini tengah malam dan ada nomor asing menghubunginya.

"Ini Ica kan? Gue Gio, temennya Fahri."

"Iy-iya, ini Ica, kenapa? Ada apa sama Mas Fahri?" mendadak fikirannya sudah tidak karuan.

"Fahri kecelakaan, Ca!"

"Apa! Di mana? Ini nggak bohong kan?" gemetar Haisha menggenggam ponselnya.

"Nggak, gue nggak bohong, Fahri habis bertengkar sama pacar barunya Klareta, terus dia ke bar gue buat mabuk, ini baru ke luar bar mobilnya nabrak di jalan raya nggak jauh dari sini."

"Terus, Mas Fahri di mana?"

"Lagi di bawa ke rumah sakit Resmi Mutiara."

Itu rumah sakit yang sama dengan ibunya, Haisha urungkan niat untuk terpejam, ia hubungi nomor Fahri dan panggilan itu tersambung pada pria bernama Gio, itu artinya Fahri benar-benar ada bersamanya.

Haisha tidak peduli dengan malam yang mencekam, ia kayuh sepedanya kuat dan cepat, ia pun berlari sesampainya di area rumah sakit sembari menghubungi Gio.

"Huuhh ... Huuuh, di mana Mas Fahri?" tanya Haisha dengan nafas memburu.

"Dia masih ditangani di dalam," jawab Gio, ia kenalkan diri sebelum Haisha bertanya lebih lanjut, bisa Gio lihat ketulusan yang Haisha punya untuk Fahri.

Gadis itu duduk dan berdiri bergantian, kakinya bergetar tidak tenang sampai dokter ke luar dan memberi kabar.

"Bagaimana kondisi Mas Fahri, Dok?" serbu Haisha.

"Anda keluarganya?" tanya dokter itu.

"Benar, dia calon istri pasien." Gio menyela lebih dulu.

Haisha mengangguk pasrah, dia perwakilan Meri saat ini, Gio melarangnya memberi kabar pada Meri, wanita itu tidak boleh tahu masalah ini karena bisa membahayakan kesehatannya.

Bahkan, Gio meminta temannya untuk mengawasi akun yang mungkin menyebarkan berita ini.

Terdengar akan sangat memalukan bila orang kaya sekelas Fahri mendadak stress dan gila karena cinta, itu akan sangat mencoreng nama baik bisnis keluarga yang sudah besar dan terkenal.

"Hanya sedikit benturan di kepalanya dan luka di tangan, robek sedikit, tapi sudah kami jahit dan obati, kalian bisa menemuinya, sebentar lagi pasti sadar." dokter itu undur diri setelah mendapat anggukan dari Haisha.

Langkah kaki Haisha masih gemetar, sungguh ini berita yang sangat mengejutkan dan penuh dengan kebimbangan.

Dirinya mendadak tidak yakin bisa mendampingi Fahri dengan kondisi yang seperti ini, di hati pria itu sudah tidak ada ruang lagi untuknya.

"Rahasia apa yang Mas maksud tadi?" tanya Haisha pada Gio.

Terpaksa Gio harus mengatakannya, semua juga demi kebaikan Fahri dan Haisha, gadis itu akan segera menikah dan menjadi pengantin muda juga kecil dari seorang Fahri, butuh persiapan mental yang kuat untuk menghadapi banyak problema ke depannya, terutama urusan hati.

"Jadi, Mas Fahri udah sering dateng ke dokter buat kontrol?"

Gio mengangguk, "Tante Meri nggak tahu masalah ini, gue harap lo bisa simpen juga ... Sejak Klareta selingkuh, dia mulai mabuk-mabukan, marah nggak jelas dan sampai hampir menghancurkan proyek yang ada, kenyataan yang nggak sesuai dengan harapan, dia hancur di dalam, Ca. Gue harap banget lo bisa jadi kekuatan dia," jelas Gio.

Haisha tidak menyangka kalau ada masalah sebesar ini dalam hidup Fahri, baru saja ditinggal kekasihnya selingkuh, dunianya sudah runtuh, apalagi kalau Fahri mengalami hal yang sama dengannya, mungkin Fahri akan memilih mati.

Orang tidak bisa diukur dari penampilan dan umur, seperti Fahri yang terkesan kuat, dia rapuh di dalamnya dan butuh orang untuk mengerti perlahan.

"Ica, nggak akan lakuin hal yang nyakitin kamu ...."

Ya, semua demi kebaikan yang sudah keluarganya terima.

Haisha genggam tangan pria yang akan menikahinya bulan depan itu, ia tempelkan pada keningnya seolah ingin membagi kekuatan pada diri Fahri.

Dia seorang penerus kerajaan bisnis yang tidak boleh goyah dengan masalah sekecil dan sebesar apapun.

Next chapter