29 Disebut Pembohong

"Lo kejar mereka!"

Gio bergegas menyusul langkah Fahri dan Haisha, terburu-buru sampai ia berulang kali menabrak tamu di sana.

Satu yang Gio khawatirkan adalah perlakuan kasar yang mungkin saja bisa Fahri limpahkan pada Haisha.

"Ri', jangan!" cegah Gio.

Beruntung pria itu segera datang dan menahan tangan Fahri yang hendak mengayun, hampir saja tangan itu mendarat di pipi Haisha, gadis itu tampak ketakutan berhadapan dengan Fahri.

"Ini bukan urusan lo!" ucap Fahri.

"Gue ngerti, tapi Ica nggak salah dan lo nggak bisa giniin dia!"

"Gue suaminya!"

"Gue temen lo, Ri'!" sentak Gio lebih keras. "Lo bisa buat masalah ini lebih panjang kalau lo nggak bisa ngendaliin diri. Ica nggak salah, lo harus tahu itu!"

Fahri melepaskan tangannya yang sedari tadi menyengkram bahu Haisha, wajah polos dengan balutan make up tipis itu mulai basah dan tampak gemetaran, nafas Haisha memburu, ia benar-benar tidak menyangka melihat Fahri semarah ini.

Gio putuskan membawa mereka pergi, meminta Fahri dan Haisha masuk ke mobil, lalu menjauh dari pesta itu, kondisi tidak memungkinkan untuk mereka berdua berada di sana, Gilang akan membereskan semuanya, termasuk urusan Klareta.

Haisha hapus air matanya yang lancang menetes, ia tidak berniat menangis dan lemah, dia hanya terkejut melihat apa yang lakukan, dia hampir saja mengalami kekerasan dalam rumah tangga itu.

Baiklah, dia mengaku bersalah karena lancang menemui dokter untuk menanyakan permasalahan dan kondisi yang Fahri derita, tapi tujuannya baik, tidak seperti apa yang Klareta katakan di sana, Haisha sama sekali tidak berminta merebut harta Fahri ataupun meninggalkan pria itu meskipun dia tidak memulai pernikahan ini dengan cinta.

Haisha berani bersumpah tidak seperti apa yang Klareta katakan, bahkan dia menemui dokter itu hanya untuk mengetahui apa yang memang seharusnya ia tahu. Dia istri Fahri yang akan menemani pria itu dalam kondisi apapun tanpa maksud terselubung, bagaimana dia bisa membantu Fahri kalau dia tidak tahu asal mulanya, itu yang Haisha fikirkan.

"Ica sama sekali nggak ada niatan ninggalin Mas atau hubungan ini, Ica berani janji dan jamin!" ucap Haisha.

Ia sesenggukan menjelaskan semuanya, keberaniannya ia ungkap tanpa menyangkutkan siapapun.

"Lo udah dengerkan, Ri'! Wajar kalau Ica tahu masalah itu, gue emang nggak tahu ya dari awal, tapi dia istri lo, dia berhak tahu."

"Tapi, itu urusan gue!"

"Gue ngerti itu lo anggep aib atau gimana, gue ngerti, Ri'! Tapi, sekali lagi lo dengerin Ica, dia nggak peduli sama kekurangan yang udah Klareta jelasin tadi, bukan juga karena harta lo!"

Fahri tetap tidak mau mendengarkan apapun yang Gio katakan, pembelaan pada Haisha sudah Fahri anggap seperti tong kosong yang berbunyi nyaring tidak ada manfaatnya.

Haisha di matanya tetap salah, pernikahan ini tidak ada cinta atau apapun, hanya formalitas, dia sudah cukup malu dan kesal saat Haisha tahu kabar mentalnya yang kurang baik dalam sebuah hubungan yang tentu menyangkut Klareta, tentu yang ini jauh lebih memalukan, dirinya masih belum mau terima kenyataan bahwa Haisha sudah tahu.

"Lo pembohong!" Fahri tunjuk Haisha dan menatap sinis. "Gue males ngomong sama lo, jangan temuin gue!" hardiknya.

Terpaksa Haisha masuk rumah lebih dulu, ia tidak tahu harus menjelaskan bagaimana dan berbuat apa.

"Ri', nggak pantes lo keterlaluan gitu ke Ica," simpul Gio.

"Bukan urusan lo!"

"Gue temen lo, Ri'! Sekali aja lo dengerin masalah satu ini, selagi lo nggak nyesel nanti. Jangan mau diadu domba sama Klareta, dia itu licik, Ica yang lo salahin daritadi, justru dia yang peduli sama lo. Buat apa juga lo gengsi terus malu sama istri sendiri, Ri'? Nggak guna tahu nggak!" jelas Gio panjang lebar.

Haisha putuskan untuk melanjutkan langkahnya, siapa dia yang berhak mendapat sanjungan dari Fahri atas usaha dan niat baiknya. Dia juga yang lancang bertemu dan mencari tahu tentang suaminya, padahal dia sudah tahu hubungan ini tidak berarti untuk Fahri.

Tujuan baiknya tidak berguna, begitu juga statusnya di sini. tapi, satu hal yang Haisha ingat dan dia niatkan, dia sama sekali tidak mengikat hubungan ini bersama Fahri, dia hanya ingin membantu suaminya itu kembali pulih, terserah nanti pada akhirnya bagaimana.

Setidaknya, Haisha bisa melihat Fahri kembali normal, percaya diri dan memiliki mental yang tangguh dalam hal apapun, termasuk hubungan bersama pasangan meskipun itu bukan dengan Haisha.

"Non, makan dulu ya." Bik Mira masuk ke kamar Haisha.

"Iya, Bik. Ica boleh minta makan di sini aja?"

Bik Mira tahu kondisi batin Haisha sedang tidak baik, ia lantas mengangguk, akan lebih baik bila kedua anak manusia itu tidak bertemu dahulu.

Haisha yang harus tenang dan menghilangkan rasa takutnya, sedang Fahri yang juga harus tenang dan sadar akan apa yang baru saja dia lakukan pada Haisha.

***

Tengah malam Haisha terbangun, matanya tampak bengkak dan rambutnya masih terkucir rapi seperti di pesta tadi, bahkan ia belum berganti baju sepulang tadi.

Piring kotornya masih tertinggal di kamar, perlahan Haisha melangkah turun, berniat membersihkan piringnya di dapur dan membuat minuman hangat.

"Eh," pekiknya, terkejut mendapati Fahri ada di dapur juga dengan satu batang rokok di tangan kirinya.

Pria itu melengos, Haisha putuskan untuk diam, sesuai dengan apa yang Fahri minta, dia tidak diizinkan berbicara bersama pria itu.

Setelah selesai semua, Haisha bawa satu gelas air jahe hangat kembali ke kamar, masih dengan wajah datar dan bibir yang terkatup, langkahnya berat, tapi dia harus tetap melangkah dan bergaya acuh.

"Pembohong!" suara Fahri sampai ke telinga Haisha.

Gadis itu menoleh, hanya sekedar melihat tanpa berucap, menunggu apa yang akan Fahri katakan selanjutnya.

"Sok-sokan wajah polos, diem-diem nyari kekurangan suami, pembohong itu nggak ada yang punya tujuan baik!"

Haisha tercekik mendengarnya, ia pegang kuat-kuat gelas air jahe hangat itu.

"Lo nyeselkan nikah sama gue sekarang, iya kan?" tuduh Fahri, sontak Haisha menggelengkan kepala. "Ahahahahah, udahlah ... Gue muak sama wajah polos lo itu, laganya aja kayak bocah, tapi tingkahnya was-was. Apa emang lo bakat gitu ya? Jangan-jangan Kayang sama Kiano mau temenan sama lo cuman karena mereka takut kekurangan dan aib mereka lo bongkar, iya?"

"Enggak, Mas. Ica nggak pernah kayak gitu," sanggah Haisha.

Fahri manggut-manggut, "Iya sih emang lo nggak pernah, sekarang, belum tahu besok. Pembohong tuh gini wajahnya, bikin kasihan, tapi kurang ajar!"

"Terserah lo mau ngomong apa ke orang tua gue, lo masih muda dan berhak dapetin yang lebih baik, seenggaknya nggak kayak gue yang banyak kurangnya!"

Kembali lagi, Fahri down atas kondisinya, itu yang tidak Haisha inginkan.

avataravatar
Next chapter