webnovel

BAYANG SEMU

“ Jangan pernah elu sebut lagi nama Joana dihadapan gue Gun. Ok,Ok. Gue akan berusaha bersikap lebih lunak lagi terhadapnya. Cukup kan!” Ucap Bima dengan nada tinggi kemudian berlalu meninggalkan Gunawan.

GAGAK_PRODUCTION · Teen
Not enough ratings
1 Chs

BAYANGAN SEMU

" Aku enggan melihatnya. Wajahnya mengingatkan aku pada mantan kekasihku yang telah tiada. Tak sedikitpun aku ingin mengenangnya kembali untuk selamanya. " Bisik batin Bima ketika melihat wajah anggun Astrid begitu mirip sekali dengan wajah Joana.

" Sial, aku selalu ingin berusaha menghilangkan bayangan itu, tapi hati ini tak mampu rasanya." Jeritnya. Di acara ospek itu pun Bima selalu mencaci maki Astrid dengan kata-kata yang sedikit kasar. Setiap Astrid mendekat, Bima berusaha menghindarinya. Padahal, Astrid terlihat begitu smart didukung wajah yang cantik, rambut hitam panjang terurai ditambah kulit putih yang bersih. Pokoknya Astrid ini sangat perfect untuk dijadikan sebagai kekasih. Yah, walaupun dirinya agak sedikit memilih teman pria dalam pergaulannya.

Ujar Gunawan teman karib Bima semasa mereka SMU sampai akhirnya satu kampus dan kuliah di semester enam ini,

" Bim, elu kacau banget deh. Masa selama ospek berjalan elu selalu memaki-maki si Astrid. Gue jadi merasa kaga tega melihat dia menangis selesai elu memperlakukannya seperti itu."

" Sori Gun, gue maki-maki dia masih dalam tahap yang wajar kok. Kalaupun dia sampai menangis karena ucapan gue yang tegas, memang dasarnya dia yang terlalu manja dan cengeng." Kelit Bima mempertahankan pendapatnya.

" Yah terserah elu deh, tapi paling enggak elu kan bisa memperlunak sedikit nada makian elu Bim. Biar dirinya enggak terlalu sakit hati. Ingat Bim, Astrid bukan Joana. Mungkin saja ini sudah nasib dirinya, kalau Tuhan menciptakan Astrid dengan wajah dan perawakan yang sama seperti Joana. Tapi bukan lantas dia harus dijadikan bahan pelampiasan emosi elu." Kritik Gunawan. Bima langsung naik pitam mendengarnya.

" Jangan pernah elu sebut lagi nama Joana dihadapan gue Gun. Ok,Ok. Gue akan berusaha bersikap lebih lunak lagi terhadapnya. Cukup kan!" Ucap Bima dengan nada tinggi kemudian berlalu meninggalkan Gunawan.

Bima menghempaskan dirinya diatas rerumputan sambil berdiam sejenak. Matanya memandang ke langit biru yang luas. Bayangan semu masa lalu terlintas kembali di otaknya seakan enggan menjauh. Bayangan masa lalu yang sesungguhnya ingin ia kubur dalam-dalam dari lubuk hatinya.

........

Dahulu, hari pertama Bima di SMU bisa dikatakan seorang cowok pemalu. Apalagi kalau dirinya harus berhadapan ataupun berbicara berlama-lama dengan makhluk yang namanya perempuan. Padahal sebenarnya Bima ini tergolong anak laki-laki yang rada-rada nakal dan hobi berkelahi. Sampai suatu ketika, ada seorang wanita cantik dan mempesona sering memperhatikan dan memandang Bima dari kejauhan. Terkadang Bima selalu gugup bila berhadapan dengannya, walaupun itu cuma sekedar saling berselisihan ataupun mata dengan mata saling beradu pandang tanpa sengaja. Sampai suatu ketika,

" Hai, nama kamu Bima kan? Boleh enggak aku berkenalan dengan kamu?. Aku Joana dari kelas 1A." Ujar Joana memperkenalkan dirinya. Bima gugup dan malu ketika dengan hangat dia mengulurkan tangannya sebagai salam tanda perkenalannya.

" Iya, namaku Bima." Balas bima dengan gugup sambil menyambut kembali salamnya dengan tangan sedikit dingin dan gemetar .

" Aku dengar-dengar kamu pintar bermain gitar Bim. Mau dong aku diajarin gitar sama kamu. Itupun kalau kamu enggak keberatan sih." Pinta Joana.

" Boleh saja. Aku enggak keberatan kok." Jawab Bima dengan terbata-bata karena rasa nervous dirinya.

" Kok tangan kamu dingin dan gemetar sih Bim. Kamu sakit yah?" Tanya Joana sambil memandang hangat mata Bima. Bima semakin linglung dibuatnya.Joana berusaha memandang lebih dekat lagi ke wajahnya.

" Enggak kok, aku cuma sedikit nervous. Jarang-jarang ada seorang cewek yang mau berkenalan sama aku yang berpenampilan urakan seperti ini. Apalagi cewek secantik kamu." Jawab Bima dengan polos dan itu membuat Joana tersipu malu.

" Gombal ah, apakah aku sebegitu cantiknya sehingga bisa membuatmu nervous kepadaku. Lagian, walaupun penampilan kamu urakan belum tentu hati kamu urakan juga." Balas Joana dengan senyum manisnya.

" Eng... enggak sih Jo. Bolehkan aku memanggilmu Jo? Itupun kalau kamu tidak keberatan. Aku cuma belum terbiasa dengan makhluk yang namanya cewek." Kelit Bima. Tangannya sibuk memilin-milin ujung bawah bajunya.

" Waduuuh, segitu takutnya kamu dengan cewek. Atau, jangan-jangan kamu lebih suka dengan makhluk yang namanya cowok. Ayo, aku curiga nih." Ledek Joana sambil ujung jari lentiknya menyodok-nyodok ke bagian bahu Bima.

" Enak saja. Gini-gini aku masih suka dengan makhluk yang namanya cewek." Balas Bima dengan nada sedikit merajuk.

" Waduuuh, marah nih ceritanya. Kalau begitu kamu mau dong menjadi teman aku yang paling dekat. Dan sekarang, kamu mau kan nemanin aku makan bakso di kantin. Tenang saja, aku yang traktir kok." Rayu Joana.

" Sogokan nih." Ledek Bima yang mulai sedikit tumbuh keberanian.

" Terserah kamu deh. Mau sogokan kek, atau upeti kek, yang penting kita makan dulu yuk. Yah, balasannya paling kamu harus ngajarin aku main gitar. Dan itu harus privat." Balas joana. Lalu tanpa banyak kata ia langsung menggandeng tangan Bima dan berjalan menuju kantin. Sepanjang perjalanan Bima selalu salah tingkah.

" Aduh, ini cewek enggak mau melepaskan tangannya lagi dari tangan gue." Batin Bima. Sesampainya di kantin Joana langsung memesan dua mangkok bakso. Dan akhirnya terjadilah pembicaraan yang hangat di antara mereka berdua. Walaupun Bima masih sedikit minder, tapi dirinya berusaha sebisa mungkin mengontrolnya. Bagaimanapun ia tidak mau terlihat kuper dihadapan Joana, walaupun ini pengalaman pertamanya berbicara berdua dengan seorang cewek.

------------------

Hari selasa tanggal 10 september 2005 jam 12.00 di sebuah sekolah SMU swasta bilangan Jakarta Barat, tepatnya di toilet sekolah dimana anak-anak murid biasa nongkrong.

" Mau ngapain sih Jo kamu ngebawain aku ke pojok-pojok sini. Disini kan bau beser bekas teman teman." Tanya Bima curiga kepada Joana. Oh yah, ini sudah bulan ke empat mereka sering jalan berdua. Dari sering hang out bersama sampai nonton bareng ke bioskop. Tetapi walaupun mereka sering jalan bersama, mereka berdua tak pernah sedikitpun menyatakan diri sebagai sepasang kekasih. Sampai akhirnya hari itu,

" Pokoknya tenang aja deh Bim, dan sekarang aku minta pejamkan matamu." Pinta Joana.

" Ah, enggak mau ah. Jangan-jangan nanti kamu jorokin aku kedalam bak mandi kamar kecil." Tolak Bima.

" Please Bim, emang kamu kira aku segila itu apa." Pinta Joana memohon.

" Ok,Ok. terserah kamu saja deh." Ujar Bima mengalah kepadanya, kemudian Bima langsung memejamkan matanya. Tak berapa lama,

" Sekarang buka matamu."

Terlihat olehnya satu buah kotak kecil terbungkus kertas kado manis warna hitam favoritnya dengan berhiaskan gambar kelelawar nakal.

" Happy birthday Bima Arya Dewa." Ucap Joana dengan memanggil nama jelas Bima disertai ciuman kecil di pipi, dan ini membuat Bima sedikit terkejut.

" Memangnya hari ini tanggal dan bulan apa sih Jo?" Tanya Bima sambil menggaruk garuk kepalanya seperti orang bodoh.

" Aku sendiri saja kaga ingat sama sekali tanggal, bulan dan tahun lahir aku."

Joana Cuma bisa tersenyum melihat reaksi mimik wajah Bima yang lupa akan tanggal lahirnya sendiri.

" Ini tanggal sepuluh bulan September Bim. Masa kamu sedikitpun tidak ingat sama sekali dengan hari ulang tahunmu. Akupun tau hari ulang tahun kamu dari data yang aku lihat di ruang tata usaha." Jawab Joana. Bima langsung melongo seperti orang blo'on mendengar jawaban Joana.

" Oh my god, thank's ya Jo. Aku benar-benar lupa akan hal itu. Abisnya sedikitpun aku tidak pernah perduli tentang hari ulang tahunku. Eh, ini malah kamu yang perduli dan berusaha ingetin aku." Pekik Bima gembira dan tanpa sengaja memeluk tubuh Joana. Tiba-tiba ia tersadar dan melepaskan pelukannya di iringi dengan rasa malu.

" Ups, sori Jo kalo aku terlalu berlebihan kepadamu." Bima meminta maaf kepada Joana. Wajah Joana terlihat merah merona.

" Enggak apa-apa kok Bim. Justru aku senang sekali dengan pelukanmu tadi. Andai kamu bisa lebih lama lagi memeluk aku." Ucap Joana lirih sambil tertunduk malu. Mereka sempat terdiam sejenak seribu bahasa. Tiba-tiba saja terucap dari mulut Joana suatu pernyataan yang membuat Bima sedikit terkejut.

" I LOVE YOU Bima." Bisik Joana.

Bima sempat terdiam tak percaya dengan kata yang baru saja keluar dari mulut Joana.

" Kamu bicara apa Jo?" Tanya Bima kembali kepadanya sambil mendekatkan kuping kanannya ke arah Joana.

" Aku bilang, I LOVE YOU Bima." Teriak Joana langsung di kuping Bima.

" Kamu serius dengan pernyataanmu itu Jo." Tanya Bima dengan sedikit linglung sambil mengelus-elus kupingnya yang masih terasa berdengung.

" Yup, kenapa tidak. Seribu rius aku berikan buat kamu akan keseriusan pernyataanku ini. Dari pertama kali melihat kamu, aku sudah suka kamu." Jawab Joana sambil tersenyum.

Bima langsung tersenyum menatapnya. Ia memberanikan diri menggenggam kedua tangan Joana sambil membisikan suatu kata-kata cinta di telinga wanita yang sudah cukup lama dekat dengannya.

" I LOVE YOU TOO Joana." Bisik Bima jawaban atas pernyataan cinta Joana tadi. Joana langsung membalas Jawaban atas cintanya itu dengan pelukan hangat. Mulai saat itu juga mereka menyatakan diri sebagai sepasang kekasih.

" This is my first love and I hope the last." Gumam batin Bima.

.........

" Bim... bangun dong. Disaat acara ospek gini sempat-sempatnya elu tidur. Bantuin kawan-kawan yang lain dong." Teriak Gunawan, dan Bima langsung tersadar dari tidur dan mimpinya.

" Sori Gun, gue ngantuk banget karena beberapa malam ini kurang tidur."

Bima langsung berdiri dan bergegas meninggalkan gunawan menuju toilet untuk membasuh wajahnya yang masih setengah mengantuk.

( Dalam pikiran Gunawan kawan Bima)

" Bima, Bima. Sampai sekarangpun elu enggak pernah bisa melupakan bayangan Joana dari dalam pikiran elu. Sampai dalam tidurpun sempat- sempatnya elu menangis mengeluarkan air mata sambil memanggil namanya. Harus sampai kapan Bim elu harus seperti ini terus. Harus sampai kapan."

( Gunawan pun sempat melirik ke arah Astrid yang sedang repot dengan sapu uduk ditangannya dan ember butut dikepalanya)

" Mungkin dia yang menyebabkan Bima harus mengingatnya kembali akan bayangan Joana. Segala yang ada pada diri Joana ada juga pada Astrid. Satu sosok yang elu benci sekaligus elu selalu rindukan akan keberadaannya, walaupun jiwa dan raganya sudah tidak ada disini lagi. Kasihan banget luh Bim." Gumam Gunawan.

.....

Bima memang sakit hati. Begitu sakit hati ketika ia memergoki dengan mata dan kepalanya sendiri Joana sedang berjalan dengan laki-laki lain di suatu Plaza. Betapa hancurnya hati Bima saat itu. Joana yang merasa telak terpergok oleh Bima berusaha menghindar dan bersembunyi dari balik pilar-pilar toko pakaian tersebut.

" Kamu tidak usah sembunyi dariku Jo. Keluarlah." Teriak Bima dengan nada emosi yang tinggi. Beberapa pengunjung terkejut dan memandang heran ke arah mereka. Joana langsung keluar dari persembunyiannya dengan rasa malu bercampur takut. Ia mencoba memberanikan diri berjalan menuju arah Bima sambil menundukan wajahnya. Bima menatatap pria yang berjalan mengiringi Joana dengan penuh amarah. Sepintas pria ini sedikit lebih dewasa dibanding mereka, didukung dengan penampilan yang parlente.

" Bim, semua ini salah paham. Maafkan aku Bima. Aku akan ceritakan semuanya padamu esok pagi di sekolah. Please Bima, kumohon kamu mengerti untuk saat ini dan tinggalkan dulu kami berdua. Please." Pinta Joana sambil berusaha menahan tubuh Bima yang sudah siap memukul pria tersebut. Sang pria agak sedikit terkejut melihat reaksi emosi Bima. Ia berusaha berlindung dibalik tubuh Joana karena takut.

" Oh…, kamu menyuruh aku meninggalkanmu supaya kalian berdua bisa asik bercengkerama. Oh, betapa rendahnya dirimu. Sori Jo, mungkin aku ini cuma seorang lelaki tak bermateri lebih seperti dia. Tapi tolong, jangan pernah kau permainkan cinta tulusku ini. Sebagai manusia aku masih punya perasaan bagaimana rasanya dikhianati orang yang disayanginya." Hardik Bima dengan nada emosi yang tinggi. Nafasnya berderu kencang menahan emosi yang siap meledak.

" Aku sedikitpun tidak pernah mengkhianati cintamu Bima, tapi…"

Bima langsung menyelanya.

" Tapi apa Jo...!!! ini kamu sebut bukan pengkhianatan." Kemudian ia langsung menarik kalung bermata batu giok hijau yang menghias dilehernya. Kalung tersebut adalah pemberian Joana di hari ulang tahunnya. Kalung itu ia lempar dengan penuh rasa benci lalu jatuh tepat di kaki Joana.

" Aku tidak memerlukan kalung ini lagi Jo. Lebih baik kau berikan kepadanya. And have nice date." Ucap Bima dan langsung berlalu meninggalkan Joana dengan hati hancur berkeping keeping. Joana langsung mengambilnya kembali benda tanda cinta mereka berdua dan berlari mengejar Bima.

" Bima, I'm sorry Bim." Teriak Joana. Dia berusaha mengejar Bima yang hampir jauh meninggalkannya.

...….

( Gunawan sedang bercerita di hadapan Astrid tentang masa lalu Bima )

" Esok harinya selama seminggu lebih Joana tidak hadir di sekolah. Tiada satu kawanpun yang tau penyebab ketidak hadiran Joana, terkecuali Angel kawan akrab yang semeja dengannya." Tutur Gunawan.

" Penyebab ketidak hadiran kak Joana kenapa kak Gun? Apakah dia langsung jatuh sakit setelah peristiwa itu?" Tanya Astrid dengan penuh antusias.

" Tebakanmu hampir benar Trid. Joana memang jatuh sakit, tapi bukan karena setelah kejadian di Plaza itu, melainkan dirinya memang telah lama mengidap penyakit berat." Jawab Gunawan.

" Sakit apa sih sebenarnya kak Joana itu?" Tanya Astrid kembali. Gunawan mengambil sebatang rokok dari balik sakunya, kemudian menyulut dengan korek api zippo kesayangannya, lalu menghisap kuat-kuat rokok tersebut.

" Sebenarnya Joana telah lama mengidap penyakit Leukemia, jauh sebelum dia berpacaran dengan Bima, tapi Bima tidak mengetahui hal tersebut sampai akhirnya Angel kawan akrab Joana menceritakan kepadanya." Tutur Gunawan, menceritakan kembali kisah tersebut secara detail.

...….

" Bima, elu gila yah. Emangnya elu enggak tau penyebab tidak hadirnya Joana selama seminggu ini." Celetuk Angel yang baru datang ke kelas pagi itu dengan tas besarnya. " Apa elu enggak berusaha mencari tau."

" Bodo ah. Mungkin dia malu ketemu sama gue setelah pengkhianatannya waktu itu. Dan gue udah enggak perduli lagi sama dia. Terseraaah." Jawab Bima dengan cuek. Tidak berapa lama sebuah tamparan keras mendarat di pipinya.

" Elu gila ya. Atas dasar apa elu berani menampar gue." Protes Bima sambil mengelus pipinya yang terasa senat-senut karena ditampar oleh Angel.

Kemudian Angel memberikan sepucuk surat kepadanya. " Elu baca dulu surat ini, dan nanti gua bakal jelasin ke elu apa yang sebenarnya terjadi dengan Joana. Setelah elu mengetahui kebenaran tentang apa yang terjadi dengannya, elu baru boleh mengeluarkan pendapat elu sendiri." Ucap Angel dengan ketus dan langsung duduk bersandar di bangku kelas.

Dengan rasa enggan dan jengkel, Bima mencoba membuka amplop surat tersebut dan langsung membacanya. Setelah isi surat habis dibaca, hati Bima mulai resah. Rasa penyesalan mulai tumbuh disanubarinya. Tak terasa sebulir air mata kesedihan menitik dari pelupuk matanya.

" Joana melakukan itu semua karena bukan kehendak dirinya Bim. Papanya terlibat hutang yang sangat besar dengan beberapa klientnya. Ada dari salah satu klientnya mau membantu untuk menutupi hutang tersebut tapi dengan satu syarat, Joana harus mau di jodohkan dengan anaknya. Dia beberapa kali curhat ke gue Bim, tapi dia bingung harus bagaimana cerita ke elu. Dia enggak mau elu sakit hati karena bagaimanapun dia mencintai dan menyayangi elu. Cuma elu cowok satu-satunya yang menghias di hatinya."

Bima Cuma bisa diam terpaku mendengar penjelasan Angel. Tak ada sedikitpun patah dua patah kata yang keluar dari mulutnya. Yang dia bisa lakukan hanya diam membisu dengan air mata terus menitik di pelupuk matanya. Dengan lembut Angel menepuk pundak Bima.

" Sekarang Joana mengharapkan diri elu datang Bima. Paling enggak datang untuk terakhir kalinya karena Dokter telah mendiagnosa umurnya mungkin tidak akan lama lagi saja. Kanker darahnya telah masuk stadium berat. Selama ini ia bertahan hidup dengan mengandalkan alat bantu pernapasan dan selang infus, Cuma karena pengen ketemu elu untuk satu kali ini saja."

Tepukan lembut Angel menyadarkan Bima dari kegalauannya. Bima langsung berdiri dan bergegas bersama Angel meninggalkan sekolah dengan mengendarai motor sport bututnya menuju rumah sakit. Sepanjang perjalanan hati Bima bergejolak memikirkan hal tersebut. " Andai kita tidak pernah bertemu mungkin hal ini tidak akan pernah terjadi. Tapi aku tidak pernah menyesal atas kasih sayang yang pernah kamu berikan ke aku Joana." desahnya dalam hati. Yang ia bisa lakukan sekarang ini hanyalah menyesali semua kejadian yang telah terjadi. Ia sadar, penyesalan dan air mata yang keluar dari pelupuk matanya tidak akan memperbaiki kesalahan yang telah berlalu.

Sesampainya di rumah sakit sempat terjadi adu argumentasi antara Angel dengan papa Joana tentang kehadiran Bima, walaupun pada akhirnya beliau mengijinkan Bima menjenguknya.

" Bima! ayo masuk." Panggil Angel. Bima mencoba memberanikan diri untuk masuk kedalam ruangan tersebut. Terlihat sosok perempuan kurus dengan berwajah tirus terbaring lemah diatas ranjang.

" Jo, ini aku Angel datang bersama Bima." Bisik Angel ditelinganya sambil matanya memberikan isyarat kepada Bima supaya ia lebih bisa mendekatinya. Bima berusaha mendekati dengan sedikit rasa gugup, lalu memberanikan diri menggengam tangan wanita yang sebetulnya masih ia cintai itu. Begitu kurus dan dingin.

Tak berapa lama mata Joana pun terbuka sayu.

" Hai Bim. Malunya aku harus menghadapimu dengan kondisi seperti ini." Ucapnya dengan senyum yang tersungging dibibir pucatnya. " Sudah seminggu lebih kita tak bertemu, dan aku sangat merindukan kamu Bima. Mungkin ini yang terakhir kalinya kita bertemu. Aku mohon maafkanlah atas semua kesalahanku padamu. Carilah wanita pengganti aku yang benar-benar bisa mencintaimu tanpa harus menyakitkan hatimu." Ucapnya lemah dengan mata tertutup. Setitik air mata sempat jatuh dari pelupuk matanya dan ini membuat hati Bima semakin sedih.

" Enggak Jo. Hati ini masih berat untuk menerima cinta yang lain. Andai aku tau semua hal ini, mungkin kejadian ini tak akan pernah terjadi. Iyaaa, tak akan pernah terjadi Jo. Kenapa dari awalnya engkau tidak mau jujur kepadaku. Setidaknya aku akan berusaha memahamimu. " Ratap Bima dengan penuh pilu sambil menggenggam dan mencium jemari kecil Joana.

" Bukannya aku tidak mau jujur padamu Bima, tapi aku tak mau hatimu sakit karena aku. Aku terlalu mencintai dan menyayangimu. Dan aku ingin menjaga cintaku ini secara utuh sampai saat maut memisahkan kita berdua. I love you so much Bima. And I always miss you everytime."

Tak berapa lama mesin pendeteksi jantung mulai berdetak lemah. Semua penjenguk diharapkan keluar supaya dokter dan suster jaga bisa berkonsentrasi memberikan pertolongan darurat. Tapi Tuhan berkehendak lain. Dokter dan suster jaga segera keluar dari ruangan tersebut dan memberikan penjelasan bahwa dirinya tak dapat tertolong lagi. Seluruh keluarga Joana menjerit histeris pilu. Bima tak kuasa menahan tangisnya. Angel berusaha menenangkan dan memeluknya walaupun sebenarnya hatinya pun remuk karena harus kehilangan sahabat karibnya semasa kecil.

........

" Sebelum Joana menghembuskan nafas terakhirnya dia sempat memberikan kembali kalung bermata batu giok tersebut kepada Bima melalui tangan Angel. Pesan Joana kepadanya agar menyimpan baik-baik kalung tersebut dan dia berharap bahwa suatu saat nanti Bima menemukan kembali wanita yang benar-benar mencintai dan menyayanginya secara tulus tanpa menyakiti hatinya ." Ujar Gunawan yang masih asik bercerita. Tak sengaja Astrid terharu dan menitikkan air mata setelah mendengar semua cerita tentang Bima dari mulut kawan akrabnya sendiri.

" Sekarang kamu coba dekatin dia deh Trid. Siapa tau aja dia mau berteman dengan kamu. Tolong yah Trid." Pinta Gunawan kepadanya dan Astrid pun langsung berdiri dan bergegas mendatangi Bima yang sedang duduk terdiam diatas rumput sambil menatap langit. Gunawan Cuma bisa tersenyum memandang mereka berdua yang mulai asik ngobrol dari kejauhan.

" Mudah-mudahan Astrid bisa menghapus bayang semu elu sobat, dan hati elu bisa kembali terbuka untuk menerima cinta yang lain." Ucap Gunawan lirih. Tiba-tiba matanya memandang ke langit biru.

" Wahai Joana, mudah-mudahan di surga sana engkau bisa memohon kepada Tuhan agar bima bisa mendapatkan kembali wanita pengganti dirimu."