webnovel

Bangsat Boys

Jeka pemuda badung ketua geng Bangsat Boys tengah mengalami patah hati akut. Pada suatu hari ia bertemu dengan gadis polos bernama Unaya. Kesepakatan yang tak terduga terjadi, terlibatlah mereka dalam sebuah hubungan pacaran kontrak. Hubungan yang mulanya hanya berlandaskan saling menguntungkan tiba-tiba berubah menjadi hubungan rumit dan menyesakkan. Dan disinilah titik balik leader Bangsat Boys bermula.

nyenyee_ · Urban
Not enough ratings
69 Chs

Mimisan

"Turun gih". Perintah Jeka yang telah menghentikan mobilnya di depan gerbang sekolah.

"Loh? Loe gak mau ikutan masuk?". Tanya Unaya dengan bingung. Jeka mengacak rambutnya sebelum menjawab.

"Males gue kena ceramah guru BK, wajah gue bonyok". Sahut Jeka. Unaya menelisik wajah Jeka, banyak luka memar dan darah kering disudut bibir pemuda itu. Ingin rasanya Unaya mengobati luka-luka itu, tapi sayang masih canggung. Mereka belum terlalu dekat, akan terlihat aneh jika Unaya bersikap perhatian.

"Terus loe mau kemana?". Jeka berdecak dan memiringkan tubuhnya agar bisa menatap wajah Unaya.

"Banyak nanya loe kayak Dora". Ledek Jeka yang membuat Unaya manyun. Jeka tersenyum kecil kemudian mengacak rambut gadis itu.

"Gue mau bolos hari ini. Kalau ada yang gangguin loe, bilang sama gue". Unaya mengangguk patuh dan hendak keluar dari mobil. Namun gadis itu teringat sesuatu...

"Makasih buat bunganya". Kata Unaya malu-malu kemudian bergegas turun dari mobil Jeka. Jeka terkekeh sambil menggelengkan kepalanya, pemuda itu langsung menancap gas menuju markas Bangsat Boys.

Unaya sudah terbiasa mendengar bisikan dan cibiran dari murid-murid di sekolah sejak berpacaran dengan Jeka. Yang tadinya Unaya merasa tidak nyaman dan risih, lama kelamaan gadis itu mulai terbiasa. Ya sudah biarkan saja yang penting mereka tidak mengganggunya. Gadis itu meletakkan buket bunga pemberian Jeka di loker-nya kemudian mengambil seragam olahraga karena pagi ini ada pelajaran olahraga.

"Morning my friend!". Sapa Ririn dengan ceria seperti biasanya. Unaya tersenyum kecil menanggapi sapaan Ririn, lumayan sih energi positif gadis itu bisa menular padanya.

"Loe kok udah ganti baju gak nungguin gue sih". Omel Unaya sambil mengerucutkan bibirnya.

"Ya sorry-sorry nih....". Ririn shock melihat sebuket bunga di dalam loker Unaya.

"KEMBANG DARI SIAPA TUH?!". Lagi-lagi Ririn super lebay. Beberapa murid yang kebetulan ada di sekitar mereka menatap kedunya dengan tatapan ingin tahu.

"Biasa aja dong Rin, suka banget ya bikin gue jadi bahan cibiran?". Sindir Unaya dengan sebal. Unaya yakin setelah ini pasti kembang akan menjadi topik murid-murid di sekolah untuk menggosipkan dirinya.

"Eh? Sorry hehe kebiasaan gak bisa di rem". Kata Ririn sambil cengengesan. Unaya memutar bola matanya malas, kenapa sih kalau melihat Ririn gadis itu jadi teringat pemain OVJ yang bernama Mpok Alpha?

"Tapi seriusan deh Na, ada gitu yang ngasih loe kembang. Secara kita kan jomblo dari kelas satu, ada peningkatan juga ya loe". Tanya Ririn lagi. Unaya melirik buket bunga yang diberikan Jeka tadi pagi, kalau bukan karena mau membuat Helena cemburu tidak mungkin juga Jeka memberinya buket bunga. So, Unaya tidak akan baper begitu saja meski tadi sempat dibuat speechlees.

"Itu tadi Jeka yang kasih". Sahut Unaya dengan enteng sambil menutup loker-nya dan berjalan menuju toilet. Ririn yang masih kepo-pun berlari kecil menyusul langkah Unaya.

"Dikasih Jeka? Sumpah demi apa cowok sangar kayak dia ngasih loe kembang?!". Tanya Ririn dengan hebohnya.

"Emang kenapa sih Rin? Lebay banget deh reaksi loe, belum juga kalau dia ngasih gue bunga bank. Reaksi loe bakal kayak gimana?!". Kata Unaya dengan sebal. Ririn menepuk tangannya sekali.

"Fix nih Na".

"Fix apaan?!". Cibir Unaya.

"Jeka suka sama loe. Nih ya, selama ini belum pernah Jeka bersikap manis ke cewek. Dan menurut loe kenapa anak-anak pada gosipin kalian kalau bukan karena mereka ngerasa Jeka memperlakukan loe berbeda". Kata Ririn menggebu-gebu. Unaya mengerutkan dahinya mencoba mencerna perkataan Ririn. Jeka suka Unaya? Sepertinya tidak mungkin secepat itu.

"Loe lupa Rin kalau gue sama Jeka cuma pacaran kontrak? Dan tujuan dia ngajakin gue pacaran kan buat bikin Kak Helen cemburu. Ya wajar aja kalau dia memperlakukan gue kayak gitu. Awas aja kalau loe sampai berasumsi aneh-aneh dan bikin gue tambah di-gosipin". Ancam Unaya kemudian masuk kedalam toilet begitu saja. Ririn mencibir, ia kan hanya mengutarakan pendapat. Lagian memang kejadian langka leader Bangsat Boys melakukan hal se-manis itu dengan memberikan seorang gadis bunga.

--Bangsat Boys--

Jeka menghentikan mobilnya di sebuah bangunan kosong yang hanya berjarak beberapa meter dari sekolah, disitulah markas Bangsat Boys berada. Bangunan bekas warung makan itu menjadi tempat Jeka dan antek-anteknya untuk menyusun strategi saat hendak menyerang sekolah lain atau sekedar membolos saja. Kebetulan di sebelah markas mereka ada sebuah warung kopi dan penjualnya sudah mengenal anak-anak Bangsat Boys. Beliau tidak merasa terganggu, justru merasa senang karena dagangannya laku dibeli oleh mereka.

Jeka melangkahkan tungkainya masuk kedalam markas, pemuda itu bisa mendengar sayup-sayup tawa teman-temannya. Mereka semua memutuskan untuk membolos sampai luka diwajah mereka sembuh. Terlalu malas berhadapan dengan guru BK yang mulutnya cerewet seperti bebek. Sebetulnya berhadapan dengan guru BK sudah langganan, hanya saja hari ini Jeka terlalu malas dan memilih membolos saja.

Saking badung-nya Bangsat Boys, guru-guru memilih angkat tangan dan mengabaikan mereka. Selama mereka tidak berhadapan dengan polisi, setidaknya kepala sekolah belum menindak tegasi kelakuan mereka. Toh disetiap sekolah pasti ada beberapa anak nakal dan badung seperti mereka, kenakalan remaja masih beliau anggap hal yang wajar.

"Bos dateng juga loe". Sapa Jimi yang tengah mengompres luka-nya dengan es batu. Jeka berdehem kemudian mengambil sebungkus rokok yang ia simpan di saku jaket kulitnya. Pemuda itu menyulut satu sebelum mengambil tempat duduk di sebelah Jimi.

"Baiknya gimana nih Bos, kita bales mereka?". Tanya Victor memulai pembicaraan. Jeka menghembuskan asap rokoknya, berfikir sejenak apa yang akan ia lakukan untuk membalas perlakuan Mario kemarin hingga membuatnya babak belur.

"Dia nge-royok gue kemarin. Kalian pasti tahu kan apa yang gue mau?". Sahut Jeka sambil menarik sudut bibirnya keatas. Antek-antek Jeka ikut tersenyum licik, sudah bisa ditebak jika si leader menginginkan Mario mendapatkan balasan yang sama.

"Bang Jordy, Rey, Agus, sama Jay ijin skip. Mereka udah kelas tiga dan kayaknya bakal keluar dari Bangsat Boys". Lapor Jimi. Keempat senior mereka memang mantan pentolan sekolah, bahkan dulu leader Bangsat Boys adalah Rey. Namun karena sudah naik kelas tiga, maka kedudukan itu diturunkan pada Jeka.

"Gak masalah, yang keluar pasti bakal ada gantinya". Sahut Jeka santai, semuanya mengangguk setuju. Pemuda itu tidak pernah melarang siapapun untuk keluar dari Bangsat Boys, toh banyak juga yang ingin bergabung dengan geng-nya.

"Madol sampe jam berapa nih? Habis ini kita ada ulangan Matematika Bos". Seru Jaerot si anak geng tapi alim. Jeka juga tidak tahu kenapa anak alim seperti Jaerot dan satu lagi Wonu memilih bergabung dengan geng berandal macam Bangsat Boys.

"Cabut aja gih sono! Gak ada yang ngelarang juga. Gue lagi males sekolah". Sahut Jeka sambil menyandarkan tubuhnya di kepala kursi. Jaerot dan Wonu bangkit dari duduknya kemudian pamit untuk mengikuti ulangan Matematika.

"Cupu banget sih tuh anak, heran". Gumam Victor sambil membenahi Headband yang ia pakai.

"Heran juga sama loe Bos, anak cupu kayak mereka kok diterima masuk geng kita". Seru Bambang. Jeka mengangkat satu alisnya keatas.

"Mereka pinter ngelabuhi musuh, yang terpenting di geng kita itu solidaritas dan cerdik. Mereka udah punya dua point itu". Perkataan Jeka ini juga ia dapatkan dari Rey, pemuda itu banyak mendapatkan wejangan sebelum mengambil alih kedudukan Rey.

--Bangsat Boys--

Hari ini materi olahraga kelas 11 IPA 1 adalah permainan bola basket. Setelah guru olahraga menjelaskan sedikit tentang teori permainan bola basket, beliau meminta murid putra untuk praktek sementara murid putri diminta untuk bermain lempar-tangkap bola saja.

Unaya dan teman-temannya menjauh dari lapangan dan mencari tempat lain untuk bermain lempar-tangkap bola. Beberapa temannya berbisik dan melirik Unaya namun gadis itu tidak tahu kenapa. Sudah biasa, anak-anak perempuan di kelas Unaya memang iri pada gadis itu. Hanya karena Unaya murid pintar dan menjadi kesayangan guru-guru, membuat mereka tidak menyukainya. Unaya mengalah selama ini karena ia tidak mau dikucilkan di kelas, tidak enak rasanya dibenci oleh teman sekelas.

"Mumpung gak ada Jeka". Bisik murid yang lain. Beberapa anak sempat ragu sebelum mengangguk setuju.

"Oke kita mulai ya, Unaya loe yang jaga ditengah". Kata Clarissa sang ketua kelas mulai memerintah.

"Loh? Gak hom-pim-pa dulu?". Sahut Ririn yang mulai memprotes. Sementara itu anak-anak yang lain mulai berbaris melingkar dengan Unaya yang beridiri ditengah-tengah.

"Unaya-nya aja gak protes! Kenapa loe ribut?!". Omel Clarissa yang membuat Ririn memutar bola matanya malas. Akhirnya Unaya pasrah saja berdiri di tengah-tengah dan berusaha menangkap bola yang dilemparkan oleh teman-temannya.

"Lemes banget sih loe Na! Ayo semangat!". Teriak Clarissa dan dengan sengaja melempar bola dengan kencang hingga mengenai bahu Unaya. Unaya sempat meringis karena bahunya sakit sekali.

"Hahaha!".

"Hahaha!". Tawa menyebalkan keluar dari mulut-mulut teman sekelasnya yang secara sengaja melempari tubuhnya dengan bola. Unaya diam dan hanya bisa menunduk sambil memegangi bagian tubuhnya yang sakit terkena timpukan bola basket.

"Stop! Gantian dong! Masa Unaya mulu yang jaga di tengah!". Teriak Ririn yang kasihan melihat Unaya kesakitan.

"Unaya belum bisa nangkep bolanya! Salah siapa dia lelet banget!". Mereka terus saja melempari Unaya dengan bola, gadis itu mencoba untuk menangkap bola yang dilempar teman-temannya tapi sulit sekali.

Jarak sepuluh meter dari lapangan...

"Eh itu kan cewek-nya si Bos!". Pekik Wonu sambil menunjuk kearah sekumpulan gadis yang tengah bermain bola.

"Lah iya, eh dia di bully tuh!". Sahut Jaerot sambil berteriak heboh. Mereka berdua melihat Unaya yang tengah ditimpuk bola berkali-kali tapi diam saja.

"Rekam... rekam! kita harus laporan ke si Bos". Wonu langsung mengeluarkan ponsel-nya dan merekam kejadian dimana Unaya sedang di bully oleh teman-teman sekelasnya.

Jeka yang tadinya tengah bermain game, mendadak mengeraskan rahangnya saat melihat video yang dikirimkan Wonu. Pemuda itu marah karena masih ada yang mengabaikan ancamannya.

"Cabut yok!". Ajak Jeka sambil bangkit berdiri.

"Kemana Bos?". Tanya Jimi yang kaget saat melihat wajah Jeka terlihat marah.

"Cewek gue di bully". Sahut Jeka yang berjalan keluar dari markas. Yang lain saling pandang kemudian bergegas menyusul Jeka.

Jeka menatap tajam kearah dimana Unaya yang pasrah saja diperlakukan seperti itu. Pemuda itu mengepalkan tangannya saat melihat tubuh Unaya ditimpuk bola berkali-kali. Antek-antek Jeka pun juga dibuat geram, mereka jengkel dengan Unaya yang diam saja dibegitukan.

"Hafalin muka mereka satu-satu". Kata Jeka sebelum berjalan kearah Unaya.

"Ini yang terakhir! Tangkap bola dari gue!". Kata Clarissa yang sudah berancang-ancang melempar bola basket kearah Unaya dengan senyum licik. Unaya mengangguk dan bersiap menangkap bola dari Clarissa.

"Satu!!!!".

"Dua!!!!".

"Tiga!!!". Clarissa melempar bola dengan kencang kearah wajah Unaya, Unaya menutup matanya karena merasa tidak sanggup menangkap bola dari Clarissa. Hingga...

Buaghhhh...

Semua mendadak kaku saat bola yang Clarissa lempar tepat mendarat di wajah leader Bangsat Boys. Clarissa meneguk ludahnya susah payah saat Jeka menatapnya dengan tajam, Unaya yang merasa ada yang aneh-pun langsung membuka matanya. Tepat didepannya ada punggung kokoh milik Jeka.

Jeka menyentuh hidungnya yang terasa perih. Pemuda itu tersenyum sinis saat melihat darah di tangannya. Pentolan sekolah mimisan, Jeka menatap satu persatu wajah teman-teman sekelas Unaya yang terlihat gemetaran.

"Gue inget muka kalian semua! Ancaman gue waktu itu gak main-main. Lihatin aja sat!". Umpat Jeka sambil menarik tangan Unaya dan membawanya menjauh dari tempat itu.

--Bangsat Boys--

"Pokoknya gue gak mau tahu. Kempesin ban motornya atau begal sekalian. Bikin mereka kapok!". Perintah Jeka yang masih terus menarik tangan Unaya. Antek-antek Jeka menurut dan mereka bergegas melaksanakan titah sang leader.

"Jek, gue...".

"Diem! Gue sebel sama loe!". Potong Jeka galak. Pemuda itu menarik tangan Unaya menuju UKS. Sekolah sepi karena memang sudah masuk KBM. Unaya hanya bisa pasrah saat tubuhnya ditarik kesana kemari hingga beberapa kali hendak jatuh.

Bruak!

Jeka membuka pintu UKS dengan kasar. Lagi-lagi pemuda itu mengumpat saat tidak ada petugas UKS yang berjaga di sana. Jeka berdecak kemudian mendudukan Unaya dengan paksa keatas ranjang UKS. Unaya diam mengamati gerak-gerik Jeka yang tengah mengambil sesuatu.

"Buka baju loe!". Perintah Jeka dengan dingin. Unaya reflek memeluk tubuhnya sendiri dan menggeleng dengan tegas.

"Ck! Kelamaan!". Jeka menarik lengan seragam olahraga Unaya kebawah dengan paksa. Tadinya Unaya hendak menghentikan aksi nekat Jeka, tapi gadis itu tidak bisa melawan tenaga Jeka.

"Udah gue duga kalo bahu loe pasti memar". Kata Jeka sambil mengoleskan salep ke bahu Unaya dengan hati-hati.

"Aw! Sakit!". Ringis Unaya sambil menahan tangan Jeka. Jeka menatap mata Unaya dengan serius.

"Bilang sama gue, gue harus apain mereka Heum?!". Desis Jeka. Unaya menatap balik mata Jeka dan gadis itu tidak sengaja melihat sisa darah di bawah hidung pemuda itu.

"Jeka loe mimisan!". Pekik Unaya sambil menunjuk hidung Jeka yang mengeluarkan darah. Jeka berdecak kemudian mendongakkan kepalanya ke atas.

"Bentar-bentar". Unaya buru-buru mengambil tisu dan menggulungnya. Gadis itu menyumpalkan gulungan tisu itu di hidung Jeka.

"Nunduk!". Perintah Unaya sambil mendorong kepala Jeka agar menunduk. Jeka menurut saja, pemuda itu melirik Unaya yang terlihat khawatir padanya.

"Gak usah perhatian". Kata Jeka tiba-tiba.

"Eh?". Jeka terlihat gugup, pemuda itu buru-buru mencari topik lain untuk mengalihkan pembicaraan.

"Loe pasrah banget sih cupu di bully kayak gitu! Sampe memar dimana-mana". Omel Jeka yang membuat Unaya menunduk sedih.

"Gue gak mau dibenci, gue gak mau dikucilin. Cuma itu yang bisa gue lakuin biar diterima di kelas". Sahut Unaya dengan suara bergetar. Jeka terdiam, pemuda itu menatap wajah Unaya yang menunduk karena menyembunyikan air matanya. Jujur pemuda itu merasa simpati dengan keadaan Unaya. Jeka mungkin tidak tahu bagaimana rasanya di bully karena selama ini ia menjadi tukang bully.

"Gak usah nangis. Gue udah janji bakal pastiin loe gak di bully lagi. Pegang janji gue". Kata Jeka serius. Unaya mengangguk namun tidak mau mengangkat wajahnya karena malu. Jeka tidak tahu bagaimana cara menenangkan gadis yang tengah menangis, sehingga yang bisa ia lakukan hanyalah menemani Unaya sampai gadis itu berhenti menangis.

--Bangsat Boys--

"Jen jajan dulu yok! Ntar gue anterin balik deh". Ujar Sobirin sahabat Jeni setelah mereka keluar dari tempat bimbel. Jeni melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, katanya sih siang ini mama tirinya hendak menjemput tapi gadis itu belum melihat mobil mama-nya.

"Boleh deh, lagian Mama juga belum jemput. Bentar, gue kabarin Mama dulu". Sahut Jeni sembari mengetikkan pesan untuk Mama-nya. Jeni dan Sobirin terus mengobrol seru meski Jeni sibuk dengan ponselnya. Hingga tanpa sengaja Jeni menabrak seseorang sampai barang bawaan orang itu jatuh berserakan.

"Ya ampun maaf". Kata Jeni dengan reflek sambil memungut barang-barang milik orang yang ia tabrak tadi.

"Iya, gak apa-apa". Jeni reflek menghentikan gerakan tangannya. Gadis itu merasa familiar dengan suara orang yang ada didepannya saat ini. Dengan jantung berdebar, Jeni mendongak untuk menatap seseorang yang tidak sengaja ia tabrak.

Deg!

Sosok mama kandung yang selama ini tidak ia ketahui keberadaan dan kabarnya, ada di depan matanya. Tak jauh berbeda dengan Jeni, wanita yang Jeni tabrak tadi juga terlihat kaget. Wanita itu menutup mulutnya menggunakan telapak tangan dan menatap Jeni dengan mata berkaca-kaca. Sobirin yang bingung dengan sahabatnya yang mendadak diam mematung pun menyenggol lengan gadis itu.

"Jen, woy! Malu Jen!". Jeni yang tersadar dari lamunannya langsung kembali membantu wanita yang memang merupakan mama kandungnya ini merapikan barang-barangnya yang terjatuh.

"Maaf tante saya gak sengaja". Kata Jeni dengan suara bergetar. Gadis itu bersikap seolah-olah ia tidak mengenal sosok didepannya ini.

"Jen...".

"Mama!". Teriakan seseorang membuat Jeni dan wanita itu menoleh kearah seorang gadis yang berjalan menghampiri mereka.

"Yeri". Panggil wanita itu. Jeni menatap Mama-nya dan Yeri bergantian. Oh, jadi Yeri teman satu bimbel-nya ini anak tiri mama-nya. Yeri tersenyum kearah Jeni dan Sobirin yang dibalas senyuman tipis oleh mereka.

"Ayo Ma kita pulang, Yeri udah laper banget". Rengek Yeri sambil mengamit lengan mama tirinya. Mama sempat menatap Jeni seperti hendak mengajak gadis itu bicara tapi rasanya sangat sulit. Alhasil wanita itu pasrah saat Yeri menariknya masuk kedalam mobil. Sementara itu, Jeni masih tidak bisa mengalihkan tatapannya kearah mama kandung yang ia cari-cari selama ini.

"Loe kenal sama ibu itu Jen?". Tanya Sobirin yang mengikuti arah pandang Jeni.

"Heum...". Gumam Jeni sambil mengusap air matanya yang jatuh begitu saja.

"Dia orang yang udah ninggalin gue, Kak Una, dan Papa". Lanjut Jeni dengan suara pilu.

--Bangsat Boys--