webnovel

Tugas Baru

"Astaga!" pekikku begitu aku memasuki dapur. 

Seorang gadis cantik dengan wajah berseri dan kulit putih mulus sedang memasak di sana. Siapa dia? Kenapa dia memasak di dapurku? Tunggu! Apa aku sedang bermimpi? 

"Kamu sudah bangun? Tidak ada apa pun di kulkas selain telur dan air, jadi aku buatkan nasi goreng seadanya. Duduklah, sebentar lagi matang!" seru gadis itu dengan riangnya. 

Aku memijit pelipisku pelan. Well, aku sempat lupa telah memasukkan seorang gadis ke apartemenku. Akan tetapi, dia terlihat sangat berbeda dari kemarin. Mungkin karena dia sudah membersihkan tubuhnya. 

Aku pun beranjak menuju kulkas dan mengambil botol air mineral dari sana. 

 "Siapa namamu?" tanyaku sambil membuka tutup botol yang kupegang. 

"Sofia!" sahutnya lalu tersenyum lebar. 

Yeah, setidaknya dia cantik dan bisa memasak. Tidak ada ruginya membiarkan dia tinggal di sini. 

Aku pun meneguk air dari botol yang kupegang dan menghabiskannya. Malam tadi aku tertidur seperti orang pingsan. Tdak biasanya aku seperti itu. 

"Lo udah bangun? Tumben?" seru Bagus sambil berjalan memasuki dapur. 

"Haus!" sahutku sekenanya. 

Aku menyusul Bagus duduk di meja makan menunggu nasi goreng buatan Sofia matang. Sepertinya sudah cukup lama sejak aku makan nasi goreng rumahan. 

"Apa jadwal kita hari ini? Kepala siapa yang harus gue tembak?" gurau Bagus. 

Sofia yang mendengar ucapan Bagus langsung terkejut dan menjatuhkan piring yang ia pegang. Beruntug piring tersebut masih kosong. 

Aku menoleh ke arah Bagus untuk memperingatkannya agar lebih hati-hati jika berbicara. Seorang gadis tentu akan sangat terkejut mendengar seseorang ingin menembak kepala orang lain. 

"Bercanda! Mana mungkin gue mau nembak kepala orang?!" seru Bagus lalu tertawa dengan canggung. 

Meski sangat terpaksa, Sofia pun ikut tertawa bersama Bagus. 

"Udah mateng belum nasi gorengnya? Gue laper!" tanyaku di sela-sela tawa mereka. 

"Udah, bentar ya aku siapin," ucap Sofia lalu menyiapkan dua piring nasi goreng telur dan meletakkannya di hadapanku dan Bagus. 

Dari aromanya saja sudah sangat menggoda, rasnya tentu tidak perlu diragukan lagi. 

"Kok cuman dua? Buat lo mana?" tanya Bagus setelah menyendokkan nasi goreng ke mulutnya. 

"Aku akan makan nanti. Kalian duluan saja." sahut Sofia pelan. 

Ah, dia terlalu sopan.

"Sofia, gini ya, karena lo sekarang tinggal di sini, please jangan sungkan sama kita. Anggep aja kita teman, okay? Lo harus makan bareng kita!" 

Mendengar ucapanku, Sofia langsung tersenyum dan mengangguk pelan. Gadis itu lalu menyiapkan sepiring nasi goreng, lalu duduk bersama kami.

"Aku nggak tahu harus balas kebaikan kalian dengan apa," serunya dengan mata berkaca-kaca. 

"Stop! Gue alergi suasana sedih, jadi jangan bahas sesuatu seperti ini lagi! Kalau lo mau berterima kasih, lo siapin aja makanan yang enak buat kita setiap hari. Gue akan suruh seseorang buat kirim bahan makanan ke sini nanti!" selaku. 

Sofia terkekeh pelan, ia lalu mengangguk dan mulai makan bersama kami. 

"Daripada nyuruh orang, belanja sendiri lebih baik. Kita bisa milih bahan apa yang kita butuhin!" seru Sofia setelah menelan makanannya. 

"Gue nggak mau ngelakuin seseuatu yang merepotkan kayak gitu!" sahutku cepat sebelum Bagus mengiyakan ucapan Sofia.

Bagus melirik ke arahku dengan mulut tertutup rapat. 

"Biar aku sendiri yang belanja, kasih aja uang dan tunjukkan letak pasarnya!" seru Sofia dengan penuh semangat. 

"Oke, tapi lo yakin berani keluar sendirian?" sahutku pelan. 

"Berani, namanya pasar itu kan ramai, nggak akan yang berani nyakitin aku di tempat ramai, kan?" 

Ya, apa yang Sofia ucapkan memang benar adanya. Tidak ada yang harus ditakutkan.

Aku pun mulai menyendokkan nasi goreng ke mulutku. 

Dan...

Luar biasa! Masakan Sofia terasa sama persis dengan masakan ibuku. Sangat lezat. Aku tahu ini adalah kebetulan yang aneh, tapi entahlah, rasanya sangat menyenangkan bisa merasakan kelezatan seperti ini lagi. 

"Gue akan kasih berapa pun yang lo butuhin. Masak semua yang lo mau!" 

Melihatku penuh semangat seperti ini, Bagus langsung menatapku dengan tatapan penuh selidik. 

Terserah, abaikan saja dia. 

***

"Ada tugas baru buat lo!" seru Bang Sayuti yang membuatku langsung terlonjak kaget. 

"Bang, jangan ngagetin bisa nggak?! Lo juga kalo ada tugas atau apa pun itu, telepon aja, jangan tiba-tiba muncul di sekolahan kayak gini! Lo pikir ini sekolahan punya lo apa gimana?" aku langsung menggerutu. 

Bang Sayuti hanya menunjukkan cengiran lebarnya, dan itu sangat menyebalkan. 

Pria itu langsung duduk di salah satu bangku yang tak jauh dariku. 

"Tugas apaan?" sela Bagus yang tiba-tiba sudah duduk tepat di sampingku. 

"Gue nggak yakin harus ngasih tahu lo apa enggak. Sejujurnya tugas ini cukup konyol!" Bang Sayuti terlihat kebingungan. 

"Tugas apa yang begitu konyol?" sahut Bagus dengan cepat. 

"Harusnya bokap lo sendiri yang ngelakuin ini, tapi entah kenapa dia nyuruh lo!" Bang Sayuti menatapku dengan tatapan aneh yang sulit untuk diartikan.

"Nggak usah basa-basi deh Bang! Tugas apa? Jangan bikin gue penasaran!" Aku menatap tajam mata Bang Sayuti. 

Bang Sayuti menghela napas panjang. Ia ingin mengatakan sesuatu, tapi terlihat ragu. 

"Gini..." Bang Sayuti mulai berbicara. 

Aku dan Bagus pun langsung menajamkan telinga kami. 

"Salah satu pejabat minta buat dikirimin narkoba! Dia mau barang istimewa kita, dan ingin membuat bar kusus untuk para pejabat yang ingin memakai barang kita! Dia minta kita buatkan bar dan menyediakan ganja. Well, karena mereka semua orang penting, seharusnya bokap lo sendiri yang ngelakuin kerja sama ini." 

Aku dan Bagus langsung menyandarkan punggung kami di kursi dan menghela napas panjang. 

Sial! Para sampah negara! 

Apa yang akan terjadi pada negara ini jika para pejabat seperti itu? Tidak bolehkah kumusnahkan saja mereka?

"Boleh gue tolak aja nggak tugas ini? Gue takut nggak bisa nahan emosi lihat wajah memuakkan mereka dan kerja sama dengan kita akan berakhir buruk," ucapku pelan.

Bang Sayuti langsung menghela napas berat. Ia lalu mengeluarkan snack kentang dari dalam tasnya dan membukanya. 

"Gue tahu lo akan nolak ini tugas. Gue juga udah ngomong sama bokap lo, tapi dia tetap bersikeras untuk kasih tugas ini ke lo!" seru Bang Sayuti sambil mengunyah snack di mulutnya. 

"Kira-kira apa yang bokap gue pikirin?" aku bergumam pelan. 

"Bams, denger! Salah satu dari mereka itu seorang menteri! Ini bukan tugas yang mudah! Lebih baik lo ngomong sama bokap lo buat batalin tugas ini! Firasat gue buruk! Dan asal lo tahu, firasat buruk itu nggak pernah salah!" Bang Sayuti menatapku dengan tajam. 

Menteri? 

Aku hanya bisa tersenyum miris. 

"Gue rasa, bokap lo mau ngetes kontrol diri lo, dan seberapa mampunya lo buat gantiin dia! Saran gue, lo harus ambil tugas ini!" seru Bagus sambil menatapku lurus-lurus. 

No way!

Aku benci sesuatu yang merepotkan seperti ini. 

"No, Lebih baik jangan. Mending lo bicara sama bokap lo lagi! Asli Bams, perasaan gue nggak enak ini!" 

Ambil... 

Tidak...

Ambil...

Tidak...