webnovel

Tanda Tanya

Aku membawa pria asing yang berhasil kami tangkap kerumahku, rasanya aku ingin membunuhnya sekarang juga tetapi aku masih perlu informasi dari pria ini.

"Lo yakin akan ngebawa pria ini kerumah?" Tanya Bagus bimbang

"Kalau kita nggak ngebawa di kerumah, mau kita bawa kemana? Lagi pula kalau kita nggak langsung kerumah bahaya untuk keselamatan Sofia." Terang Bambang

Aku dan Bagus membawa pria asing itu kemobil, kali ini aku yang mengendarai mobil langsung. Sofia duduk di sampingku dan Bagus duduk di belakang bersama tawanan kami.

Mobil yang aku kendarai  melaju dengan cepat, beberapa kali aku melanggar lampu merah, aku tidak sengaja karena aku hanya menghindar dari mobil yang mengikuti kami sejak kami keluar dari mall.

"Bambang ini bukan jalan kerumah kamu," ucap Sofia yang panik karena mobil yang dikendarai Bambang berbeda jalur.

"Kamu tenang aja Sof, ini salah satu cara Bambang mengalihkan perhatian lawan," kata Bagus menjelaskan.

Akhirnya aku sampai di rumah, sebelum itu aku meminta Sofia untuk masuk kedalam rumah, aku tidak ingin Sofia terlibat dengan pria asing ini.

"Gus Lo letak dia di gudang, gue mau ambil air garam," pintaku.

Mobilku tidak aku masukan kembali ke garansi, saat ini yang harus aku lakukan hanya mencari tahu siapa dalang di balik semua ini.

Aku menuju gudang dengan membawa air garam sebanyak satu ember, air garam ini aku gunakan untuk membangunkan pria itu.

"Lama banget si Lo," kata Bagus.

"Ini siramkan ke tubuhnya," perintahku.

'ini orang bisanya cuma memerintah, bahkan gua ngomong nggak di tanggapi. Nasib punya sahabat akhlaknya minim,' batin Bagus.

Bagus mengguyurkan satu ember yang aku bawa ke pria itu, sungguh Bagus sahabat yang paling mengerti. Walaupun aku tahu jika terkadang aku memerintah dirinya untuk hal yabg tidak penting.

Pria itu menggeliat merasakan peri di tubuhnya, ia membuka matanya perlahan.

"Hai bro.. kamu sudah bangun,* ejekku

Dapat ku lihat kalau ia pura-pura pingsan lagi, "Lo kalau pura-pura gue siram dengan perasaan air jeruk nipis!" ancamku. Dia langsung terbangun dan terlihat segar.

"Ini baru sahabat gue kalau ngancam itu nggak cuma omongan doang." Sahut Bagus.

"Jadi maksudnya Lo selama ini gue bukan sahabat Lo? Lo mau nemenin tawanan kita?"

Bagus menelan luda setelah mendengar ancamanku, "tenang bro gue nggak maksud aneh-aneh kok!" Ucap bagus menenangkan ku.

"Gus Lo interogasi dia, siapa dia, apa tujuan dia, dan siapa yang menjadi dalang utama dari kejadian ini."

"Lo aja yang interogasi, nggak ngerti gue sama pertanyaan yang Lo kasih."

"Pertanyaan yang gue kasih sangat simpel dan kenapa Lo nggak ngerti."

"Iya simpel Bambang, tapi Lo harus tau dong masa ia Lo ngomong kaya kereta api sedang lewat, nggak ada remnya," kesal Bagus.

Perasaan aku bicara biasa aja nggak terlalu cepat, dasar Bagus suka banget melebih-lebihkan kalau bicara.

Aku hanya menyaksikan Bagus menginterogasi tawanan kami, mungkin jika pria itu tidak ingin menjawab aku akan turun tangan langsung.

"Lo siapa? Lo di suruh seseorang atau Lo emang ada dendam sama kita?" Tanya Bagus yang masih di abaikan oleh pria itu.

"Kalau Lo masih diem dan nggak mau jawab hidup Lo nggak akan bertahan sampai besok," sambung bagus.

"Bambang gue harap Lo nggak ngelarang gue kalau gue main kasar sama ni orang." Ucapanya mengingatkanku.

Aku tahu apa maksud dari bagus, jika ia ingin bermain-main dengan tawanan kami, tetapi aku tidak di izinkan ikut campur. Itu lebih baik daripada aku harus mengotori tangan ku.

"Terserah mau Lo apain, kalau bisa jangan biarkan dia mati dengan mudah," jawabku dengan seringai.

"Lo mau kemana? Tadi Lo bilang mau ngasih pelajaran sama ni orang kok Mala pergi?" Sambungku.

"Gue mau ambil jeruk nipis yang kemarin."

Melihat bagus yang pergi membuat pria ini ketakutan, aku dapat melihat dari sorot matanya.

"Hai.. Lo di suruh siapa?"

"Saya tidak di suruh oleh orang."

"Lo yakin bukan suruhan orang? Gue kasih tau, temen gue kewarasannya masih dipertanyakan jadi ketika Lo ditanyai oleh dia dan jawaban Lo tidak memuaskan," aku menggantung perkataanku.

Aku hanya duduk santai sambil melihat wajah pria ini yang sedikit pucat setelah mendengar perkataan ku. Aku suka melihat wajah tawananku.

"Lo kenapa senyum-senyum nggak jelas, kaya cewek baru jatuh cinta," kata Bagus jijik

"Udah sana Lo interogasi tu anak, kasihan sejak tadi dia sudah pucat."

"Ini mau gue interogasi."

Bagus berjalan mendekati tawanan kami, melihat bagus yang semakin dekat dengan tawananku membuat ia semakin pucat dan gemetaran.

"Belum gue siksa udah gemetar aja Lo," ucapanya

"Lo di suruh siapa?" Tanya Bagus yang mengiris jeruk nipis yang tadi di ambilnya.

"Gue nggak di suruh siapa-siapa bang," jawabnya takut

"Yakin Lo nggak di suruh oleh seseorang?" Tanya Bagus lagi, kali ini Bagus memeras jeruk nipis ke luka yang baru saja di buat olehnya.

"Ahhh... Ampun bang," teriaknya

"Lo udah tahu kan bagaimana temen gue," ucapku menimpali.

"Lo diem aja di situ, jangan ikut campur,"

"Kalau saya kasih tahu apakah saya akan aman."

"Tergantung dengan jawaban yang Lo beri, jika jawaban Lo kurang memuaskan gue nggak ngejamin." Ucapku

Bagus menatapku tajam, aku tahu ia kesal denganku karena ikut campur dalam interogasi ini.

"Sekarang Lo jawab, Lo di suruh siapa?"

"Saya nggak tahu siapa yang menyuruh, yang saya tahu kalau dia anggota dari Elang putih."

"Apa.... Elang putih," teriakku.

"Ya tuhan, Bambang Lo bisa duduk diam tanpa ngeganggu gue! Capek gue lama-lama."

Aku duduk kembali, untuk mendengarkan kelanjutan dari pria itu.

"Tujuan dari mereka nyuruh Lo apa?" Tanya Bagus.

"Mereka meminta saya dan teman saya untuk membunuh Bambang," jawabnya takut.

Setelah mendengar jawaban dari pria itu aku berjalan menghampiri Bagus, "panggil anggota kita dan bawa pria ini ke markas, satu lagi jangan sampai ada luka tambahan."

"Kalian sudah berjanji tidak akan melukai saya," ucapnya putus asa.

"Lo tenang aja, Bambang bukan orang yang akan mengingkari janjinya."

Bagus menelpon salah satu anggota mereka untuk datang ke rumah Bambang, ia juga meminta anggotanya datang menggunakan taksi.

Bambang kembali kedalam rumah, ia menuju dapur untuk mengambil air putih.

"Kamu udah selesai mengintrogasinya?" Tanya Sofia yang baru saja tiba di dapur.

"Sudah, ternyata hanya salah paham."

"Bagus kemana?" Tanya Sofia dengan melihat kanan dan kiri untuk mencari keberadaan bagus.

"Dia lagi mencari taksi untuk pria tadi."

"Ohhh... Kamu mau makan apa?"

"Maaf ya, atas kejadian tadi kamu jadi nggak bisa beli baju," ucap Bambang menyesal.

"Lain waktu kamu harus ajak aku ke mall lagi dan kamu harus ngebayarin apa yang pingin aku beli."