1 SMA Elang Hitam

Bugh!

Oh, sial.

Baru dua hari yang lalu aku pindah ke sekolah ini, tapi sepertinya aku sudah mulai terbiasa dengan semua kekacauan di sini.

Bagaimana aku harus menggambarkan sekolah ini? Ini kacau. Apa benar ini sekolah? Ini terlihat seperti arena tinju.

SMA Elang. Sekolah khusus laki-laki ini terletak di pinggiran kota Jakarta. Sekolah ini adalah tempat para berandalan yang sering membuat masalah di sekolah mereka sebelumnya. Dengan kata lain, ini adalah tempat pembuangan.

SMA Elang ini memang sudah sangat terkenal sebagai sekolah dengan murid bar-bar.

Mereka bilang, lelaki itu ditentukan dari pukulannya. Terserah, karena di mataku, mereka hanya sekelompok pecundang yang menyedihkan.

Namaku adalah Bambang Vincent Smith. Aku adalah pewaris tunggal dari kelompok Elang Hitam. Haruskah aku bangga? Mereka menyebut kami Mafia. Ya, kami memang mafia. Lalu kenapa? Hentikan kami jika bisa!

Elang Hitam sudah berhasil menguasai pulau Jawa sejak ayahku menjabat sebagai ketua. Kami memberikan jasa, dan memasok kebutuhan para sampah di negara ini. Senjata, narkoba, pembunuh bayaran,  kalian bisa mendapatkan apa pun selama kalian mampu membayar kami.

Pria tua yang kupanggil ayah itu sudah mulai sakit-sakitan. Ia terus mendesakku untuk mengambil alih jabatan ketua Elang Hitam sebelum orang lain merebutnya. Persetan dengan jabatan itu! Aku masih 18 tahun, waktu yang tepat untuk mengacaukan segalanya.

Brak!

Oh astaga, untung saja aku belum melangkah masuk ke dalam kelas, jika aku masuk satu detik lebih cepat, kursi yang melayang itu pasti akan menimpa tubuhku.

Brengsek!

Aku membuka mata perlahan dan menatap ke arah lelaki yang tengah terkapar tak berdaya.

Bugh!

Aku menutup mata rapat-rapat. Perutku mual melihat darah yang terus bermuncrat ria di sekitaran tubuh pria yang kini berada di bawah kaki Bayu. Sial, aku baru saja sarapan, kenapa mereka memulai sepagi ini?

Aku membuka mataku perlahan, aku pernah melihatnya, ia adalah leader dari salah satu kelompok di kelas 2. Seharusnya, kalau mau menantang orang, tahu dulu tingkatannya, biar tidak babak belur seperti itu.

Di kelasku sendiri, ada kelompok yang cukup besar dan cukup disegani. Bayu adalah leadernya. Leader dari kelompok Monster S. Jumlah mereka ada 50 orang, tapi otak dari kelompok tersebut ada tiga orang.

Mari nikmati saja, saat pukulan-pukulan dan darah itu masih beriringan.

"Bawa mereka pergi!" Kata Bayu setelah pria di hadapannya itu menyerah.

Dan secepat kilat, anak-anak menyeret orang-orang itu keluar dari kelas.

Aku berhenti tepat satu meter di dekat bangkuku.

Ada bercak darah di sana. Ini membuatku muak. Aku benci darah, warnanya menjijikan dan baunya seperti karat.

"Woi!" aku memanggil si leader itu dengan perasaan kesal setengah mati.

"Apaan?"

"Gue gak peduli mau lo adu jotos sampai mampus sekalipun! Tapi di luar aja bisa gak?" Aku menatapnya nyalang.

Bayu berjalan dengan angkuhnya menghampiriku, berhenti satu meter tepat di depanku lalu menatapku tajam. Andai dia tahu siapa aku, dia pasti tidak akan berani mengangkat wajahnya untuk menatapku.

"Tahu gak suka darah, kenapa masih bertahan di SMA Elang? Ngelawak lo?" Balasnya sinis.

Karena ini satu-satunya tempat yang bisa kugunakan untuk menghindari ayah.

"Banyak omong lo! Gue cuman minta, lo adu jotos di luar aja! Bau!"

Belum sempat Bayu membalas ucapanku, sebuah bola kasti menghantam keras bagian belakang kepalanya.

Wajahnya langsung memerah dan ia membalikkan tubuhnya dengan kesal. Tapi kemudian, ia terdiam seribu bahasa.

Aku hanya menarik napas pajang melihat Bang Sayuti berdiri di ambang pintu. Ia lalu berjalan enggan menghampiri kami.

"Ngapain lo masih di sini? Sono pergi!" Sentak Bang Say.

Aku hanya tersenyum tipis melihat Bayu yang langsung kicep dan pucat pasi melihat kehadiran Bang Sayuti. Tanpa bicara sepatah kata pun, ia langsung pergi meninggalkan kami.

Aku langsung mengalihkan pandanganku ketika Bang Sayuti menatapku tajam. Bau-baunya mau ngomel ini orang.

"Lo ngapain sih curut?! Di saat Elang Harpy mendesak bokap lo buat turun tahta, lo malah enak-enakan main di sini! Kagak ngotak lo dasar!"

Sudah kuduga.

"Santai napa, Bang! Bokap masih bernapas, kagak bakalan Elang Harpy berani macem-macem! Lagian gue kan emang masih sekolah, wajar kalau ke sekolah!"

"Kagak perlu, Bambang! Mending lo bantuin bokap lo aja, penyakitnya tambah parah! Jangan sampai Al ngegeser posisi bokap lo!" Bang Sayuti duduk di bangku yang tak jauh dariku.

Alfred?

Ah, si botak dari Elang Harpy yang doyan ke club itu. Heran, kenapa Elang Harpy selalu saja mengincar posisi ayah. Mereka sudah jadi penguasa Asia, apa itu belum membuat mereka puas?

Sudah menjadi rahasia umum jika Elang Harpy selalu mengincar kelompok yang berada di bawahnya, mengakuisisi, dan merampas segalanya. Namun, sepertinya mereka kesulitan menggulingkan Elang Hitam. Ayahku itu licik, ia tidak akan membiarkan mereka menyentuh Elang Hitam.

"Bang!"

Bang Say melirikku malas sambil membuka kripik kentang rasa balado yang entah ia dapat dari mana.

"Apaan?" sahutnya dengan ekspresi datar.

"Kalau gue milih jalan lain, gimana nasib Elang Hitam?"

Bang Sayuti menatapku dalam diam. Cukup lama ia terdiam, hingga akhirnya ia menghela napas berat dan mulai memakan kripik kentangnya lagi.

"Bang!"

"Kenapa lo malah nanya? Lo tahulah, Elang Harpy lagi ngincer Elang Hitam!"

Sial.

Tepat satu tahun yang lalu, Elang Harpy mengakuisisi kelompok Elang Putih, dari rumor yang beredar. Al menghabisi seluruh keluarga pimpinan mereka. Ya, tentu saja untuk berjaga agar tidak ada yang membalas dendam atau menjadi kerikil yang bisa menyandung kakinya di kemudian hari.

Jika ayah meninggal, Al bisa jadi melakukan hal yang sama kepada kami. Dia akan mengakuisisi Elang Hitam dan menghabisi semua yang berkaitan dengan ayah.

"Lo tahu kondisi bokap lo, 'kan? Lo tahu kalau lo itu harapan terbesar kami?" Bang Sayuti bertanya dengan alis terangkat.

"Seolah ada yang bisa bocah kemaren sore kek gue ini lakuin, Bang!"

"Kita tahu kemampuan lo, kita percaya sama lo!"

Aku hanya tersenyum sinis menanggapi ucapan Bang Sayuti. Kutatap pria itu lekat-lekat. Dia adalah putra dari mantan ketua Elang Hitam. Dia harus ikut menjalankan bisnis ini sedari ia remaja. Dan lihat ia sekarang, sangat menyedihkan.

"Bang, lo gak pengen married?" tanyaku iseng.

Bang Say melirikku enggan sambil mengunyah kasar keripik kentangnya.  Melihatnya menghela napas berat dan menarik napas dalam-dalam, membuatku langsung bergidik ngeri.

Dia pasti mau mendongeng. Gawat!

"Bang, cukup! Gak usah dijawab! Gue nyesel udah tanya!" seruku cepat.

"Gue baru aja mau cerita!"

"Gak usah! Seriusan!" seruku secepat mungkin.

avataravatar
Next chapter