webnovel

Siapa Dia

Bugh!

Aku tersentak kaget saat sebuah bantal terjatuh tepat di atas wajahku. Kulempar asal benda sialan itu dan meneggakkan tubuhku. 

Sial!

Bang Sayuti sudah berdiri bersandar pada jendela kamarku dengan tangan terlipat di dada, dan tatapan tajam yang tertuju padaku. 

"Enak banget lo ya?! Nyenyak tuh tidur lo?!" tanya Bang Sayuti dengan ketus. 

Kuhirup udara sedalam mungkin untuk mengisi ulang paru-paruku dengan udara yang baru. Setelahnya, aku melirik jam digital yang terletak di atas nakasku. 

"Masih jam tujuh loh, Bang! Jam tujuh!" protesku. 

Belakangan ini aku selalu tidur di dini hari. Bukankah wajar jika jam segini aku baru bangun?

"Sepagi ini, gue harus terima amukan dari bokap lo, sementara lo enak-enakan tidur! Di mana nurani lo, Bambang!" sentak Bang Sayuti.

"Bisa kita bahas ini lain kali? Sumpah gue ngantuk Bang!" rengekku.

Bukannya pulang, Bang Sayuti malah duduk di kursi yang ada di bawah jendela. Ia termenung, entah apa yang dia pikirkan pagi-pagi begini. 

"Mikirin apa sih, Bang? Kalau kena amuk, ya udah, dengerin aja! Nggak usah baper!" seruku pelan. 

"Tebak, tadi gue ketemu siapa!"

"Malah main tebak-tebakan ni orang pagi-pagi!" gerutuku kesal. 

Aku turun dari kasur lalu duduk di kursi yang ada di sampingnya. 

"Gue ketemu sama Satria pas beli bubur ayam di taman tadi, dan dia nyamperin gue! Sumpah, dia udah kek orang stres! Panik, marah, wuh, kebayang sih! Dia pasti kena amuk sama pimpinan mereka!"

Aku hanya tersenyum tipis mendengar cerita Bang Sayuti. Sayang sekali tidak ada adegan adu jotos atau semacamnya.

"Bukannya Satria itu pimpinannya? Lagian, apa pun yang terjadi sama dia, itu bukan urusan kita!" Aku sungguh tidak mengerti apa yang sedang dipikirkan pria yang satu ini. 

"Masalahnya Bams, mereka nggak puas dengan cara kerja kita!" gerutu Bang Sayuti.

Tidak puas dengan cara kerja kita? Well, dia tidak puas dengan cara kerjaku? 

"Nggak puas gimana?" tanyaku bingung.

"Harusnya, sebagai sekutu, kita membantu mereka menghabisi kelompok itu, bukan malah menghabisi Blackstone." sahut Bang Sayuti sambil menatap lurus ke arahku.

Aku langsung mengelus dada, dan menghela napas sepanjang mungkin. 

"Gini ya Bang, seharusnya mereka bersyukur karena kita membantu mereka menyingkirkan anak buah yang nggak becus jaga rahasia! Terus, harusnya mereka mikir, kalau kita habisi kelompok itu, keluarga dan teman mereka nggak akan menerimanya, dan akan mengusik Blackstone dan kita! Mereka akan lapor polisi, dan para polisi itu akan mengusik kita. Jadi, begini memang lebih baik! Kita mengantisipasi kejadian yang lebih rumit dan panjang." sahutku dengan enggan.

"Tetep aja, mereka kesal karena rugi banyak.

Untuk yang kesekian kalinya, aku mengelus dadaku. 

"Untung cuman rugi! Kalau mereka dapetin berkas-berkas yang lain, kita akan hancur!" seruku pelan. 

Mendengar ucapanku, Bang Sayuti langsung tersenyum lebar, menunjukkan deretan gigi putihnya yang tersusun rapi bak model iklan pasta gigi.

"Bener juga! Tapi tetep aja, mereka minta kita untuk nggak ikut campur kalau sesuatu yang kayak gini terjadi lagi," ucap Bang Sayuti.

Kepalaku langsung berdenyut nyeri mendengarkan kata demi kata yang keluar dari mulut Bang Sayuti.

"Terus, lo iyain?"

"Ya gue bilang ke dia, kalau gue nggak akan ikut campur selama Blackstone nggak mengancam keamanan kita!"

Aku mengangguk pelan.

"Lagian, norak banget sih lo, gegara cewek doang!" Bang Sayuti menatap tajam ke arahku.

"No comment!"

"Bams, sarapan siap!" teriak Sofia dari arah dapur.

Ah, sial! Kenapa gadis itu harus berteriak?

"Bams, lo denger nggak?" tanya Bang Sayuti dengan raut wajah terkejut.

"Denger apaan?" sahutku enggan.

"Ada suara cewek! Neriakin nama lo! Ini telinga gue lagi ngeprank apa gimana?"

Aku menggeleng lemah sambil menatap Bang Sayuti kesal. Aku pun beranjak keluar dari kamar, dan menuju ke arah dapur. Sementara itu, Bang Sayuti mengekor di belakangku.

Sofia menatap kami dengan bingung. Well, ini pertama kalinya mereka bertemu, jadi suasana menjadi sangat canggung.

"Bang, kenalin, ini Sofia! Dia tinggal di sini dan masak! Dan Sofia, kenalin ini Bang Sayuti!"

Kedua orang tersebut hanya terdiam dan saling melemparkan pandangan satu sama lain.

"Dia ini...?" Bang Sayuti menatapku dengan tatapan penuh tanda tanya.

"No! Apa pun yang lo pikirin, itu salah! Dia ini cewek baik-baik! Dia tinggal di sini buat masakin gue!" selaku sebelum Bang Sayuti mengatakan sesuatu yang bisa menyinggung perasaan Sofia.

Bang Sayuti menatapku dengan smirk mengerikan.

"Lo pikir gue percaya?!" seru Bang Sayuti penuh kecurigaan.

"Bang, di sini gue tinggal sama Bagus juga! Nggak mungkin gue aneh-aneh!"

"Ehey, jangan panik gitu dong, kan gue nggak bilang apa-apa. Well, mau lo macem-macem juga bukan masalah buat gue! Lagian lo bukan anak kecil lagi!"

Aku terdiam dengan tangan mengepal kuat mendengar ucapan Bang Sayuti yang menyudutkanku.

"Well, gue cuman mau ngingetin, jangan lupa pakai pengaman! Dia masih terlihat sangat muda!"

Bang Sayuti mengerlingkan sebelah matanya ke arahku.

"Brengsek!"

Pria tambun itu lalu tertawa keras sambil pergi meninggalkanku.

"Aduh, maaf ya. Kehadiran aku pasti bikin dia salah paham," ucap Sofia dengan segan.

"No, ini bukan salah lo! Dia aja yang rese! Suka mengada-ngada! By the way gue udah lumayan laper nih, lo masak apa?"

Sofia tersenyum lebar mendengar pertanyaanku.

"Aku masak nasi goreng seafood kesukaan kamu!"

Wah, gadis ini lumayan juga. Dia sangat tahu apa yang kuinginkan saat ini.

Tanpa basa-basi lagi, aku pun beranjak ke meja makan dan menyantap nasi goreng yang telah Sofia persiapkan.

"Mana Bagus?" tanya Sofia bingung.

"Dia lagi nggak napsu makan!" sahutku asal.

"Kenapa?"

"Mau diet!"

"Itu nggak mungkin! Bagus itu anti diet-diet club! Nggak mungkin dia diet!" seru Sofia dengan cepat.

"Dibilangin nggak percaya! Lagian sok tahu banget, lo! Segitu deketnya lo sama Bagus!?"

"Ya nggak sedeket itu! Tapi Bagus itu nggak mau diet, dia makan sangat lahap setiap hari, dan dia selalu berolahraga. Jadi meski dia makan cukup banyak, dia nggak akan gemuk." seru Sofia dengan penuh percaya diri.

"Sok tahu!"

Sofia masih ingin menjawab ucapanku, akan tetapi terhenti karena kehadiran Bagus.

"Wah, brengsek lo, makan nggak ajak-ajak!" celetuk Bagus yang baru saja memasuki dapur.

"Lo dari mana aja?"

"Dari kamar mandi! Gue tadi denger ada suara Bang Sayuti, di mana dia?"

"Cabut!"

"Kenapa?"

"Nggak usah banyak tanya deh lo, bukan urusan lo juga! Ini gue dari tadi udah ngiler lihat nasi gorengnya, lo malah ngebacot, nggak jadi makan kan gue!" gerutuku.

Bagus meringis menunjukkan deretan giginya yang tersusun rapi dengan tanpa dosa.

"Ya udah, makan sih makan aja! Sensi banget lo kayak cewek lagi mens!"