webnovel

Pria Tua Menyebalkan

Aku terbangun dari tidurku, dan langsung melompat kaget saat melihat Bagus, dan Sofia sedang berdiri di ujung tempat tidurku dengan kedua tangan terlipat di dada, dan rahang terkatup rapat. 

"Lo berdua ngapain sih di situ, mau bikin gue jantungan lo berdua?!" gerutuku. 

Bagus menghela napas berat, lalu melayangkan tatapan mautnya kepadaku. 

"Bams, please, lo berhenti!" ucap pria itu dengan nada rendah. 

Sepenuhnya aku menyadari, jika Bagus sudah mengeluarkan low voice-nya, itu berarti ada yang tidak beres. Akan sangat tidak bijak jika membuatnya kesal sekarang. 

"Berhenti dari apa?" tanyaku bingung. 

Well, aku baru saja bangun tidur dan tidak sedang melakukan apa pun, jadi aku harus berhenti dari apa?

"Gue tahu lo diem-diem nyelidikin TG! Percaya sama gue Bams, daripada lo ngurusin tikus kayak mereka, lebih baik lo maju buat melatih diri lo jadi pimpinan Elang Hitam. Jangan memperlambat langkah lo dengan mereka!" Bagus menatapku dengan begitu tajam. 

Aku duduk bersandar pada kepala ranjang dan berpikir dengan perlahan. 

"Well gue emang cukup bersenang-senang dengan TG. Mereka tikus yang menarik. Cara mereka menyelesaikan masalah juga sangat menarik," aku mengakuinya.

"Udah cukup bersenang-senang kan? Kalau gitu ya udah, berhenti sampai di sini aja!" sela Bagus. Wajah tegangnya membuatku merasa risih. Mengapa dia begitu khawatir? Well, aku rasa, jika aku bersama TG, kemampuan bertarungku juga akan terasah.

"Apa sih yang lo khawatirkan? Gue baik-baik aja!" 

"Mereka berbahaya Bambang! Lo nggak akan tahu apa yang sebenarnya mereka rencanakan. Lebih baik lo fokus buat jadi pimpinan Elang Hitam! Dengerin gue, ada begitu banyak hal yang harus kita urus, jadi berhenti membuang-buang waktu dengan TG atau apa pun itu!"

Baiklah! Okay! Mengapa Bagus menjadi begitu emosional pagi-pagi begini?

"Okay, gue ngikut aja apa kata lo! By the way, Sof lo ngapain di sini? Lo kan nggak ngerti apa pun tentang TG, jadi kenapa lo di sini?" tanyaku sambil memijit pelan keningku. 

"Gue yang nyuruh dia di sini, buat nyegah gue seandainya gue hilang kendali dan hajar lo sebelum lo bangun dari tidur lo tadi!" sela Bagus. 

Oh, sial! Pria ini benar-benar tempramental. 

"Gue laper, kita sarapan pakai apa?" 

Bagus kembali menatapku tajam, sementara Sofia langsung pergi keluar dari kamar setelah menghela napas panjang. 

"Lo nanyain sarapan jam dua siang? Lo bercanda?" Bagus terlihat sedang menahan emosinya. 

Sial! Mengapa aku tidur selama itu?

"Bersihin tubuh lo! Sayuti bilang, bokap lo mau ketemu jam tiga nanti!" setelah mengatakan itu, Bagus langsung beranjak meninggalkan kamarku. 

Ayah ingin bertemu? Untuk apa? Sungguh, hari ini aku terlalu malas untuk melihat wajah pria tua itu. 

Aku beranjak dari kasur, keluar dari kamar, dan langsung menuju dapur karena aroma mie instan menyeruak menusuk hidungku. 

"Aku nggak masak, soalnya tadi pagi pergi sama Bagus. Aku bikinin mie instan aja nggak apa-apa kan ya?" tanya Sofia dengan suara lemahnya. 

"Lo kelihatan lemes banget kenapa?"

Sofia menoleh ke arahku, lalu tersenyum simpul. 

"Nggak ada, lagi capek aja," sahutnya pelan. 

"Kalau lo capek, nggak usah memaksakan diri buat masak! Kita bisa pesen aja nanti!" 

Sofia kembali tersenyum dan mengangguk pelan. 

"Makasih ya Bams, ini mie-nya. Kalau gitu aku istirahat dulu ya," ucap Sofia setelah meletakkan semangkuk mie di hadapanku. 

Perasaanku saja atau gadis itu memang kelihatan kurang sehat? 

***

"Em, gue nggak tahu harus ngomong gimana ke lo, Bams..." celetuk Bang Sayuti tiba-tiba. 

Apa-apaan itu? Kenapa ia menunjukkan ekspresi yang menyedihkan seperti itu? 

"Lo kenapa sih? Lo bilang bokap mau ketemu sama gue?! Mana dia? Lo tahu kan kalau gue udah duduk di sini dari dua jam yang lalu!" seruku kesal.

Helaan napas panjang keluar dari mulut Bang Sayuti. 

"Gini, ada sesuatu yang bikin bokap lo nggak jadi dateng! Jadi, dia minta buat menunda pertemuan kalian sampai tiga hari ke depan," jelas Bang Sayuti. 

Entahlah, rasanya aku terlalu lelah untuk hanya sekedar memaki pria tua sialan itu. 

"Bilang aja sama dia, gue terlalu sibuk untuk meladeni dia! Tiga hari ke depan? Gue pastikan kalau gue nggak akan datang!" aku berujar pelan. 

"Denger, Bams. Gue tahu lo marah, tapi jangan merajuk kayak gini dong, lo harus tetep dateng karena mungkin aja ada sesuatu yang penting yang harus bokap lo sampaikan langsung ke lo!" 

"Persetan! Kalau ada yang harus dia sampaikan, suruh kirim ke email gue aja! Akan gue buka kalau gue inget!" setelah mengatakan itu, aku langsung beranjak meninggalkan Sayuti, dan menghampiri Bagus yang sedang bermain dengan salah satu anjingku di halaman.

"Kenapa lo cemberut?" tanya Bagus bingung. 

"Nggak usah dibahas, yang jelas mood gue lagi jelek banget sekarang!" 

"Mau coklat?" tanya Bagus dengan konyolnya. 

Baiklah, untuk apa aku membutuhkan coklat?

"Gue denger, coklat bisa memperbaiki mood yang rusak," ucap Bagus dengan santainya. 

"Daripada coklat, mending kita sparing aja! Gue lagi butuh temen buat adu jotos!" 

Bagus tersenyum remeh ke arahku. 

"Lo itu terlalu mudah untuk gue kalahin!" 

Permisi, tidakkah kalimatnya barusan terlalu merendahkanku? Well, dia mendapatkan pelatihan jauh lebih lama dariku, bukankah sangat wajar jika kemampuanku belum sehebat dia? Dia sangat menyebalkan!

"Lo ngomong kayak gitu bukan untuk menghindar karena lo takut sama gue, kan?" ketusku. 

"No, tidak sedikit pun! Untuk apa menghindari lawan yang lemah kayak lo!"

Sialan, Bagus sedang memprovokasiku, tidakkah ia tahu bahwa aku sedang kehilangan selera humorku sekarang?

Sayang sekali arena telah dipenuhi dengan anak baru yang sedang berlatih. Aku tidak ingin sparing di sini atau aku akan kehilangan mukaku di depan anggota Elang Hitam yang lain jika aku kalah dari Bagus. 

"Kita tunda aja sparingnya, lo lihat cowok pakai baju merah itu, kok rasanya gue pernah lihat dia di suatu tempat ya?" Aku bertanya pada Bagus. 

"IQ lo berapa sih, Bambang! Masa iya lo nggak kenal dia? Dia itu salah satu siswa di sekolahan kita!" sahut Bagus sambil menatapku tak percaya. 

Pantas saja wajahnya tampak familiar. 

"Yang gue nggak paham nih, kenapa Elang Hitam mau merekrut siswa SMA seperti dia?" gumamku pelan. 

"No, dia bukan lagi anak SMA. Pagi tadi, dia keluar dari sekolah. Gue nggak tahu pasti apa penyebabnya, yang jelas dia itu memang niat masuk ke Elang Hitam. Gue curiga kalau dia punya maksud tertentu. Haruskah kita selidiki?" sahut Bagus. 

Masuk akal apa yang Bagus katakan. Mengapa ia keluar dari sekolah dan malah ingin bergabung dengan Elang Hitam?

"Menurut lo, kalau kita nyelidiki dia, akan buang-buang waktu nggak?" tanyaku pelan. 

Bagus terdiam. Sepertinya ia sedang berpikir dengan keras. 

"Bisa jadi iya," ucap Bagus pada akhirnya.