webnovel

Mall

Gue keluar dulu setelah makan spon, dia pergi ke garansi untuk memilih mobil yang akan dia bawa ke mall.

"Jangan pilih Buggati," teriak Bagus.

"Gue suka itu."

Garasi Gue penuh dengan mobil, mulai dari mobil antik hingga mobil paling mahal dan edisi terbatas. Pilihan Gue jatuh pada BMW X6, jika dilihat enggak terlalu mencolok jika ke mall.

"Gila lo, kita ke mall bukan cari janda," kata Bagas yang melihatku turun dari mobil.

"lo bilang jangan bawa Buggati, gue keluarkan BMW lagi, salah lagi," katgue pura-pura sedih.

"lo bawa mobil, Sofia dan gue duduk di belakang," jelasku

Bagus mengendarai mobil dengan kesal karena dia harus menjadi pengemudi untukku hari ini.

"Ini di sini, sekarang kalian berdua turun!" Bagus meminta mereka untuk keluar dari mobil karena dia akan memarkir mobil di baseman.

"Sampai jumpa di lantai dua," gue memberitahunya.

Sofia dan Gue sedang menunggu di lantai dua, mereka duduk di tempat yang disediakan oleh mal.

"lo mau es krim?" Tanyaku, dia tahu Sofia pernah melihat es krim tadi jadi dia berinisiatif untuk bertanya.

"enggak," kata Sofia. "Di mana Bagus? Lama parkir mobil," kata Sofia mengalihkan topik pembicaraan.

"lo yakin enggak mau es krim? Kalau lo mau, Gue beli dua sekaligus," katanya.

"Tiga, bukan dua," kata Bagus yang baru saja tiba.

Mereka bertiga berjalan menyusuri mall sambil membawa es krim, mereka masih bingung mau ke toko yang mana.

Bagus meraih tangan Sofia dan membawanya ke toko pakaian dalam. "Pilih yang lo suka nanti, gue akan membayarnya"

"Kurasa lolah yang bersedia membayar."

"Ye.. Mana gue punya uang, Lo, itu banyak uang," kata Bagus menggantung kata-katanya.

"gue enggak enak kalau lo manis seperti ini Bagus."

"lo baru tahu kalau gue menginginkannya," goda Bagus.

Mereka enggak melanjutkan menggoda satu sama lain, mereka berdua hanya berbicara melalui mata mereka. Mereka berdua merasa ada yang mengikuti mereka.

"Sof, berapa lama lagi?" Gue bertanya siapa yang mendekati Sofia untuk berjaga-jaga.

"enggak, itu akan lama, setelah ini ke kasir."

Sofia yang diikuti olehku merasa malu, dia memilih untuk berteriak padaku, "Kenapa lo mengikutiku? Di sini gue memilih pakaian dalam, gue enggak memilih pakaian. lo enggak bisa menungguku di luar bersama Bagus."

"Apakah lo yakin enggak membutuhkanku untuk menemanimu?" Tanya Gue.

"enggak."

gue beri jarak pada Sofia agar dia bisa bebas memilih apa yang dia mau. gue meninggalkan Sofia bukan begitu saja karena dia merasa ada yang mengikuti mereka selama ini.

Sofia dan gue sampai di kasir, "Berapa kalian semua?" Gue bertanya kepada kasir.

"Sudah habis semua 550 ribu, Pak," jawab kasir dengan suara menggoda.

"Anda bisa menggunakan kartu kredit, Bu, Gue lupa membawa uang tunai."

"Bisa pak, untuk apa enggak bisa."

Setelah pembayaran selesai, Gue membawa Bagus dan Sofia ke bilik telepon seluler untuk membeli perangkat baru. Bagus dan gue mencoba mengabaikan firasat mereka.

"lo tinggal pilih mana yang lo mau!" Gue bilang.

"Pilih yang paling mahal, Sof, gue jamin gue enggak akan bangkrut meskipun lo memilih yang mahal." Ray Bagus.

"Pilih yang lo suka, jangan pilih yang mahal kalau enggak suka," katgue pada Bagus yang langsung memelototinya. Bagus yang dilirik oleh Gue enggak peduli, dia lebih suka melihat perangkat.

Ketika Bagus melihat ke stan yang tepat, dia juga melihat seorang pria berpakaian serba hitam memandangi mereka. Bagus hanya memperhatikan mereka, dia enggak berani menyerang karena dia enggak yakin apakah pria itu yang menguntit mereka.

Bagus pura-pura enggak tahu keberadaan pria itu, dia langsung mendekatiku dan berbisik padaku, "Sepertinya gue tahu siapa yang mengikuti kita."

"Siapa?" gue bertanya dengan suara keras.

"Kecilkan suaramu Lo, dia ada. Semoga setelah ini kita tunda dulu untuk beli baju Sofia," kata Bagus memberi nasehat.

"enggak mungkin kita bisa menundanya, lihat Sofia suka berbelanja."

"gue akan memilih yang ini," panggil Sofia.

Bagus dan gue berjalan ke Sofia, tanpa banyak bicara. Gue langsung membayar perangkat yang dipilih Sofia.

Dari toko ponsel mereka ke toko pakaian, sebelum tiba di toko pakaian, mereka bertiga dihadang oleh seorang pria berpakaian serba hitam.

"Pria yang pernah kuceritakan padamu," bisik Bagus padaku.

"Hanya satu orang? Oke, gue akan menanganinya, lo jaga Sofia."

gue maju ke arah pria misterius yang menghalangi mereka.

"lo mencari lawan yang salah," katgue sambil menyeringai.

Gue dan pria misterius itu bertarung, tendangan yang diberikan oleh pria itu diblokir oleh Gue, tetapi sebaliknya, pria itu enggak dapat menghindari serangan Gue.

Melihat lawannya berbaring gue mendekati pria itu tetapi dihalangi oleh dua pria yang mengenakan pakaian hitam yang sama dengan pria sebelumnya.

"Sof, apakah lo di sini sendirian, oke?" Bagus bertanya.

"enggak Bagus, bantu gue disana! Gueng sekali dia sendirian," pinta Sofia

Bagus ikut Gue, "oke karena satu sudah jatuh, sekarang kita satu per satu," kata Bagus.

Bagus dan Gue berulang kali menyerang mereka dan beberapa kali tinju mereka mampu mengenai lawan. Gue melihat lawan mereka semakin lemah dan segera membawa mereka ke baseman.

"Maaf mengganggu kalian semua, ini hanya latihan dari teman Gue," jelas Gue kepada pengunjung mall yang melihat pertarungan mereka.

Salah satu dari tiga pria berhasil melarikan diri ketika Bagus dan Gue berkelahi dengan temannya. Bagus dan Gue membawa keduanya ke baseman sehingga enggak ada yang bisa melihat apa yang terjadi dengan mereka.

Sedangkan Sofia masih shock melihat ketiga pria yang menyerang mereka. Sejak itu dia diam dan mengikutiku ke baseman.

"Sof lo masuk ke mobil," perintahku memberikan kunci mobil.

Bagus dan aku masih menginterogasi kedua pria itu, tetapi enggak satu pun dari kedua pria itu yang mengeluarkan suara, mereka berdua diam.

Aku yang tadinya menahan emosiku langsung melepaskannya dan menyebabkan salah satu pria misterius itu terjatuh dengan beberapa giginya tanggal, ada juga tangan kanan yang patah yang hendak memukulku.

Melihat temannya yang sudah tak berdaya membuat pria itu berpikir untuk kabur, Bagus yang tidak fokus pada musuh lainnya membuatnya terjatuh karena dorongan dari musuh.

Bagus sendiri langsung mengumpat dengan emosi yang meluap-luap. Ya, kehilangan musuh yang nyaris saja berada di tangan memang sangat menyebalkan.

Lain kali dia harus lebih fokus dengan apa yang ada di hadapannya.

"Sial, dua orang berhasil kabur," umpatku, "Bagus Lo bawa yang ini ke mobil."

Dengan helaan napas panjang, Bagus pun membawa orang itu.

Sangat menyebalkan karena mereka sudah mengganggu waktu kami.

Bagus menatapku dalam diam.

Ya... aku tahu apa arti tatapan itu.