webnovel

Kelompok Lain

"Jadi, lo akan ambil?" tanya Bagus saat kami berjalan menuju rumah salah satu pelatih silat Bagus yang akan secara pribadi memberi latihan tambahan pada kami. 

Rumahnya berada di antara tegalan, oleh karena itu kami meninggalkan mobil di luaran sana, dan berjalan untuk menuju rumahnya. 

"Ya, gue pikir gue harus ambil tantangan dari bokap gue itu. Udah jelas kalau dia lagi ngetes kemampuan gue kan?" sahutku dengan santai. 

Bagus menghela napas panjang, lalu mengangguk pelan. 

"Gue di belakang lo! Apa pun keputusan lo, akan gue dukung! Tapi, kalo bisa, kali ini lo serius ngelakuin tugasnya. Seperti yang Sayuti bilang, ini tugas yang penting." Bagus melirik ke arahku dengan tatapan yang sangat serius. 

"Santai, Man! Gue nggak akan main-main atau bokap akan mandang gue sebelah mata!" 

Bagus tersenyum tipis mendengar jawabanku. 

Suara tapak kaki yang terdengar beriringan membuat langkah kami langsung terhenti. Aku diikuti? Di jam segini? Serius?

Bugh!

Sebuah batu yang tidak terlalu besar menghantam pundakku. Aku langsung menoleh ke arah semak-semak dan menghela napas berat setelahnya.

Mereka bercanda?

"Keluar!" sentakku kesal.

Beberapa mahluk melompat keluar dari semak-semak dan menyerang kami dengan tidak santainya.

Aku bergerak cepat untuk menghindari setiap serangan mereka. Ingin kumengumpat kasar saat sebuah tinju berhasil mendarat di pipi kananku. Pukulannya cukup kencang hingga membuat pandanganku kabur untuk sesaat. 

Aku menarik lengan bajunya, menyikut dagunya dari bawah, lalu menendang ulu hatinya sekeras yang kubisa hingga ia terkapar di tanah.

Pria lainnya langsung melakukan kuncian lengan begitu aku lengah, aku menarik tubuhku ke arah pohon besar didekatku dan menggunakannya sebagai batu loncatan untuk melakukan jatuhan belakang hingga pria di belakangku ikut terbanting ke belakang.

Secepat mungkin aku berdiri dan memasang kuda-kuda untuk menerima serangan mereka.

Karena cukup gelap, aku tidak bisa melihat mereka dengan jelas, tapi yang pasti, ada empat pria tengah mengepungku.

Mereka...

"Hentikan! Kita kemari bukan untuk menghabisinya!" ucap salah seorang di antara mereka.

Mereka lalu menghentikan serangan mereka dan mundur beberapa langkah untuk menjaga jarak dari kami.

Mereka mengenakan celana berwarna hitam, kemeja lengan panjang berwarna hitam, dan masker hitam yang menutupi separuh wajah mereka.

Aku pernah mendengar desas-desus tentang kelompok dengan ciri-ciri seperti ini, mungkinkah mereka...

"Siapa kalian?" seruku pelan.

Bang Sayuti pernah menceritakan sebuah rumor yang tengah beredar di kalangan para mafia, tentang kelompok bernama TG. Tapi, jika benar mereka TG, untuk apa mereka mencegatku? Aku tidak merasa pernah melakukan apa pun yang cukup untuk menjadikanku target mereka.

Bukankah mereka hanya mengincar para pembuat onar yang mengganggu mereka? 

"Apa yang kalian inginkan?" tanyaku pelan.

Aku bisa bersikap santai sekarang, mereka tidak akan melukaiku karena dari yang kudengar, mereka suka bernegosiasi.

"Kami ingin bernegosiasi denganmu!" seru salah seorang dari mereka.

"Bernegosiasi? Adakah yang harus kita negosiasikan?" sahutku bingung.

"Kami tahu bahwa kalian adalah salah satu anggota dari kelompok mafia Elang Hitam, dan setelah kami ikuti kalian beberapa waktu, kami tahu bahwa kemampuan kalian cukup baik, jadi kami ingin mengajak kalian bekerja sama untuk menjadi mata-mata kami di kelompok tersebut untuk menghancurkan mereka," lanjutnya.

Bekerjasama untuk menghancurkan kelompok kami? Luar biasa! Mereka ini bodoh atau apa?

Aku menghirup udara sebanyak yang kubisa dan mengisi paru-paruku dengan udara sejuk untuk menjernihkan hati dan otakku.

"Akan gue pertimbangkan, tapi jawab dulu, kenapa kalian ingin menghancurkan Elang Hitam?" tanyaku pelan.

"Karena semua ganja yang ada di daerah ini, berasal dari mereka. Bukan begitu? Kami tidak ingin daerah kami tercemari oleh barang haram seperti itu!" Pria itu menatap mataku tajam. 

"Kalau ingin menjaga daerah kalian, lakukan sendiri. Maaf harus menolak permintaan kalian, tapi tentu kalian tahu bahwa menghancurkan mereka sangat sulit untuk dilakukan dan bahkan mustahil untuk dilakukan. Dan ini sangat berbahaya kalau ketahuan, kami akan mati!" seruku pelan.

"Kita bisa merencanakannya dengan sangat matang dan bergerak dengan sangat hati-hati. Dan lagi, kalian akan kami beri imbalan yang sangat banyak!" 

Aku hanya bisa tersenyum tipis mendengarnya.

"Maaf, tapi kita sama sekali nggak tertarik." Aku mengucapkannya dengan malas. 

Mereka sungguh payah. Apa mereka tidak tahu siapa aku?

"Jangan buru-buru. Pikirkanlah dengan baik, kami akan menunggu, bulan purnama nanti, kami akan mencari kalian di padepokan tempat kalian belajar pencak silat!" setelah mengatakan itu, mereka pun membubarkan diri, menghilang bagaikan ninja.

Okay, di mana mereka meletakkan kendaraan mereka?

Aku serius penasaran!

"Gue udah nahan diri buat nggak nimpuk mereka tadi. Aneh banget, menawarkan kerjasama untuk menghancurkan Elang Hitam kepada bos Elang Hitam? Ini gue harus emosi apa ngakak?" seru Bagus lalu menggelengkan kepalanya pelan.

"Timpuk mereka di bulan purnama besok! Mereka bilang mau nyari kita, kan?"

***

"Saya pikir, ketua Elang Hitam sudah cukup tua, siapa sangka masih semuda ini?!" celetuk seseorang dengan setelan jas warna abu-abu yang baru saja memasuki ruangan dikawal beberapa bodyguard.

Aku melirik ke arah Bagus yang sedang asik bermain game, dan memperingatkan pria itu agar sedikit lebih serius karena ini tugas penting.

Bagus yang memahami maksudku, langsung menonaktifkan handphone-nya dan memperhatikan kami dengan seksama.

"Gue bukan pimpinan Elang Hitam," sahutku pelan.

Ia terlihat sangat terkejut dan beberapa detik kemudian menatapku tajam.

Pria berjas abu-abu itu duduk di hadapanku dengan tatapan penuh selidik.

"Untuk urusan sesederhana ini, pimpinan Elang Hitam tidak perlu terlibat secara langsung." seruku malas. 

Pria itu tersenyum miring. 

"Apa Anda tidak tahu sepenting apa kerjasama ini? Nilai kerjasama ini sangat besar!" seru pria itu kesal. 

"Ada begitu banyak hal yang lebih besar untuk kami urus, jadi jangan bertingkah hanya karena kalian seorang pejabat. Baca saja berkas-berkas ini, dan tanda-tangani jika kalian setuju!" aku menyodorkan berkas kerjasama kami. 

Pria itu menghela napas berat, lalu membaca setiap rincian dari proyek bar tersebut. Dan dari ekspresi wajahnya, bisa kutebak bahwa dia sangat puas dengan rancangan kerja sama kami itu.

"Terlihat cukup profesional!" komentarnya. 

"Kami Elang Hitam! Kami bekerja dengan profesional!" 

"Ah, tentu saja! Karena itu kami mempercayakan proyek ini pada kalian! Karena semua sudah sesuai dengan keinginan kami, akan langsung saya tanda-tangani!" serunya lalu mengeluarkan bulpoin dari saku jasnya. 

Setelah menandatangani berkas tersebut, mereka pun segera pergi meninggalkan kami. 

"Hey, ini jauh berbeda dari apa yang kubayangkan!" seru Bagus sambil melirikku. 

"Memang apa yang lo bayangin?"

"Karena mereka pejabat, seharusnya akan ada diskusi panjang yang melelahkan." sahut Bagus sambil menyandarkan punggungnya pada sofa. 

"Perencanaan kita udah matang, nggak ada yang harus didiskusikan!" 

Bagus tersenyum miring lalu menganggukkan kepalanya pelan. 

"Well, uang mereka cukup banyak, jadi pasti nggak memusingkan tentang biaya, padahal gue tahu banget lo pasti kasih harga yang tinggi ke mereka!" Bagus melirikku penuh selidik. 

"Lo tahu nggak? Para orang kaya itu merasa istmewa kalau mereka beli sesuatu yang mahal!"

"Ah, I see!"