webnovel

Gudang Senjata

Mereka semua tidak bisa berbuat apa-apa, mereka mengakui bahwa aku lebih baik dari bos mereka. Mungkin aku lebih muda dari bos mereka, sayang sekali di dunia ini aku tampaknya telah melompat sebelum bos mereka.

Tidak ada pemberontakan seperti sebelumnya, bos dan anggotanya melihat-lihat pesanan mereka. Bahkan jika mereka harus menelan pil pahit karena senjata yang mereka inginkan tidak tersedia untuk mereka.

Aku tidak tahu seberapa terkenal Glock 45 jika dipadukan dengan peredam suara tembakan. Aku sangat menyukai hal itu, jadi tidak akan mudah untuk mendapatkannya jika aku masih hidup.

"Bagaimana? Apakah ada sesuatu yang hilang di antara perintah Anda?" Aku bertanya untuk memastikan.

"Tidak, semuanya sudah berakhir."

Penjaga memasukkan uang ke dalam koper!

Dari apa yang aku lihat salah satu dari mereka datang dengan sebuah koper, tetapi yang membuat aku menyipit adalah dia juga memasukkan pistol ke dalam sakunya.

Wow...

Ternyata mereka masih mau mempermainkanku, mereka pikir aku hanya anak kecil yang bisa dikelabuhi dengan mudah.

Pistol yang ada di saku belakang celananya sudah siap, tinggal menunggu waktu yang tepat untuk menembakkannya.

Bodyguard yang disuruh memberikan uang itu tergeletak di sampingku sambil memegang pistol dan koper. Aku mengambil koper yang sengaja mereka sediakan untukku.

"Kau curang, beraninya kamu membunuh pengawalku." Jeritannya yang tidak kupedulikan.

Setelah mendapatkan uangku, aku pun kembali ke mobil, dan mereka semua berurusan dengan Bagus.

"Bukankah kamu yang curang tadi, SIR!" Kata Bagus menekankan kata SIR.

Pria itu menelan ludahnya kasar, seolah-olah dia sedang dipermainkan oleh sekelompok anak kecil yang sebenarnya lebih kuat dari mereka. Aku sangat tahu bahwa itu benar-benar menyebalkan.

"Lo berani membayar anggota kami untuk Glock 45 dan barusan pengawal lo hampir menembak bos kami," jelas Bagus. Pria itu terlihat cukup mengerikan. Entah ia sedang bersikap sok keren, atau memang dia sedang sangat kesal.

Aku bisa melihat bahwa pria itu semakin ketakutan setelah mendengar kata-kata bos mereka. Sejak itu aku tidak memberi tahu mereka bahwa aku adalah bosnya.

"Kami kembali!" Dia berkata kepada para penjaga.

"Senang bekerja sama dengan Anda, Pak," kata Bagus dengan senyum yang dipaksakan.

Ah! Menyebalkan, aku tidak berani membunuh seseorang hari ini tetapi karena mereka tidak menghormati aku, aku akhirnya harus membunuh.

Aku harap ayah tidak mengetahui hal ini, aku tidak ingin ayah marah dan menyebabkan penyakitnya kambuh. Atau... haruskah kuberitahu? Mungkin ada baiknya juga jika pria tua itu cepat pergi.

"Bos, sekarang kita harus ke mana?"

"Kembali ke gudang, ada sesuatu yang ingin gue lakuin."

Mobil yang aku tumpangi meluncur ke gudang senjata, tidak tahu mengapa aku ingin kembali ke sana. Mungkin karena aku ingin mengembalikan senjata yang aku pinjam dalam pertemuan ini.

Diikuti oleh anggota aku dan Bagus yang berada di belakang membuat aku seperti bos besar yang dikawal. Terlepas dari kenyataan bahwa aku akan menjadi bos elang hitam, tetapi waktunya tidak tepat karena aku masih muda.

Mobil yang aku tumpangi sudah sampai di gudang, penjaga membuka pintu gudang dan mobil yang menemani aku masuk ke gudang.

Kami tidak masuk melalui pintu depan karena akan terlalu mencolok, depan gudang masih ada beberapa orang yang membeli barang secara langsung.

Ya.. kami tidak hanya melayani pembeli dengan mengantarkan ke tempat pertemuan. Kalau ada yang mau beli langsung juga kita sambut, tapi yang beli langsung jarang pulang karena kebanyakan mata-mata yang sengaja dikirim ke gudang.

Bodoh!

Satu kata yang menggambarkan situasi saat ini, jika kau bekerja hanya untuk uang maka hidupmu dipertaruhkan.

Aku berjalan menuju depan gudang untuk melihat transaksi yang terjadi, tidak ada yang mencurigakan.

Saat aku hendak berbalik tiba-tiba Tegar menghalangi jalanku, "Ada apa?" Aku bertanya.

"Bagaimana dengan Eric? Lo nggak mau memberinya pelajaran?"

"Itu urusan lo, gue nggak mau mengotori tangan gue dengan darah. Cukup, nggak butuh dua nyawa untuk hari ini."

Aku meninggalkan Tegar diikuti oleh Bagus. Entah sejak kapan dia bisa berada di sampingku, dia seperti penguntit.

"Bos, lo baik-baik aja?!" tanya Bagus dengan wajah menjijikan.

"Menurut lo? Apa gue terlihat nggak baik-baik aja? Well, meski membunuh bukan hal yang menyenangkan, tapi itu nggak seburuk bayangan gue."

"Kalau butuh tempat untuk membuat pengkuan dosa, lo bisa nyari gue," lanjutnya sambil mengedipkan mata.

Aku hanya terkekeh geli mendengar ucapan Bagus. Well, aku bukan orang semua dosaku. Jadi, untuk apa aku membuat pengakuan dosa?

Tidak ingin melihat perilaku menjijikan lainnya, aku langsung melemparkan kunci mobil ke arah Bagus.

"Lo yang nyetir mobil, gue mau tidur bentaran. Jangan ganggu gue kalau lo masih pengen ketemu hari esok!" seruku malas.

Bagus menoleh ke arahku, lalu menggelengkan kepalanya pelan.

Aku berjalan menuju sisi penumpang, sama seperti sebelumnya aku hanya akan menjadi penumpang.

Entahlah, dia akan mengendarai mobil ini perlahan atau kecepatan penuh. Sekarang aku tidak peduli karena aku ingin mengistirahatkan tubuhku, sebelum itu mungkin aku akan mandi dan mengganti pakaianku yang berlumuran darah. Penggemar film action mungkin akan melihat sesuatu yang seperti ini keren. Tapi, percayalah, tidak aka nada yang tahan dengan bau darah seperti ini. Sungguh menjijikan.

Kali ini Bagus melaju dengan kecepatan sedang, dan aku bisa tidur nyenyak tanpa mual dari Bagus.

Entah kapan kami sampai, karena saat ini aku berada di garasi mobil dengan tubuhku yang masih tertidur.

Dasar seorang teman yang tidak manusiawi, bukannya membangunkanku dia malah menghilang begitu saja.

Aku membuka pintu mobil dan menuju ke dalam rumah, tidak perlu membuka pintu garasi lagi karena dari garansi aku bisa langsung masuk.

Aku menuruni tangga untuk menuju kamarku dan aku masih belum melihat Bagus, mungkin dia sedang mandi.

Sesampainya di kamar, aku melihat Bagus sedang tidur dengan santai di ranjangku dengan pakaian yang dia kenakan tadi.

Astaga, aku tidak bisa tidur jika tubuhku penuh keringat dan belum mandi.

Aku menendang kakinya untuk membangunkan Bagus, "Bangun, lo kalau bosen hidup bilang!" geramku.

"Kamar gue terlalu berantakan, dan kamar lo ini terlihat begitu menggoda untuk ditiduri. Biarin gue tidur di sini malem ini!"

Aku mengabaikannya, aku pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku yang lengket karena keringat.

Tak butuh waktu lama, aku sudah selesai mandi dan bergegas untuk istirahat. Tapi akung sekali karena kamar aku penuh dengan kiriman yang dipesan oleh Bagus dan dia juga sudah mempersiapkan diri untuk bermain game.

Jika saja aku tidak terlalu lelah, aku benar-benar akan menyeret Bagus, dan melemparkan pria itu dari balkon sejauh yang kubisa.